Site icon SumutPos

Ivan Hasugian Tulis Surat buat Jokowi

Ivan Hasugian, pelaku percobaan bom bunuh diri di Gereja Katolik St Yosef Medan, Minggu (28/8/2016).
Ivan Hasugian, pelaku percobaan bom bunuh diri di Gereja Katolik St Yosef Medan, Minggu (28/8/2016).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur diminta untuk tidak memenjarakan Ivan Armadi Hasugian (18), terdakwa bom bunuh diri plus penyerangan pastor di Gereja Katolik Stasi, Medan, akhir Agustus lalu.

“Saya minta ke majelis hakim, anak-anak ini jangan dipenjarakan,” kata ustaz Khairul Ghazali, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Syifa, Deli Serdang, Medan, dalam jumpa pers di kantor PBH Peradi, Jakarta, Senin (26/9).

Khairul yang juga diajukan sebagai ahli persidangan Ivan, menyatakan bahwa pelaku layak untuk direhabilitasi di pesantren. “Kami punya pesantren yang sudah dikunjungi oleh kepala BNPT,” tegasnya.

Menurut Khairul, memenjara bukan solusi bagi anak di bawah umur. Sebab, hanya akan menjadikan anak matang sebagai teroris. Dia mengatakan, Ivan masih mentah dan labil sehingga mudah untuk dipengaruhi.

“Sementara di penjara ini banyak senior yang sudah tidak bisa diluruskan. Banyak ‘mentor-mentor’, ‘jihadis-jihadis’. Anak ini menjadi makanan ’empuk’, nanti keluar sudah punya target serangan,” ujarnya.

Ia mencontohkan Muhammad Afif, setelah dipenjara lima tahun, kemudian melakukan aksi bom Thamrin, Jakarta Pusat. Begitupun dengan anak Imam Samudra dan Abu Jibril yang memilih mengikuti jejak ayahnya akibat tidak adanya deradikalisasi.

Menurutnya, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius saat mendatangi pondok pesantren mengatakan IAH tidak harus dipenjara, melainkan direhabiltasi. Pada hari yang sama, Menteri Sosial Khofifah Indar Parwansa menyampaikan pernyataan senada. IAH merupakan korban cuci otak dan masih di bawah umur.

“Jadi banyak, bukan saya saja yang rekomendasikan,” tandas Khairul.
Sementara kuasa hukum terdakwa IAH dari PBH Peradi, Rivai Kusumanegara, mengatakan, pihaknya menangani perkara ini secara pro bono. Dia pun berharap kliennya direhabilitasi di pesantren mengingat Ivan diancam pasal 9 dan 7 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Terlebih, lanjut Rivai, kliennya sudah mengakui perbuatannya dan sangat kooperatif serta memberikan informasi tentang pihak-pihak yang diduga terlibat mendoktrin jihad yang keliru dan mengajarkannya cara membuat bom.

Atas informasi Ivan, pihak yang mengajarkannya tersebut telah ditemukan polisi dan kemarin dihadirkan sebagai saksi mahkota. Karena itu, tim kuasa hukum mengajukan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar menetapkan IAH sebagai justice collaborator.

“Anak ini juga sudah minta maaf kepada pastor korban di dalam persidangan bahkan mencium tangannya. Pastor memaafkan dan memberinya nasihat,” kata Rivai.

Selain itu, Ivan juga menyampaikan surat yang ditulis tangan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal permohonan ampun. Surat itu juga untuk Wali Kota Medan dan pastor.

“Dia serahkan ke kami. Kami akan serahkan ke pihak terkait. Untuk presiden, besok kita antar ke Setneg. Untuk wali kota dan pastor akan dikirim via pos,” katanya.

Anggota Tim Bapas Klas I Medan Saiful Azhar mengungkapkan, pada persidangan tertutup, pihaknya menyampaikan rekomendasi kepada majelis hakim agar Ivan direhabilitasi di Pondok Pesantren Darul Syifa.

“Kami yakin dengan ditempatkan anak di pondok pesantren itu, anak bisa menjadi lebih baik ke depannya,” kata dia.

Ayah Ivan, Makmur Hasugian, menyampaikan permohonan yang sama kepada majelis hakim sesuai rekomendasi dari berbagai pihak, termasuk Bapas Klas I Medan yang mendampingi putranya.

“Penelitian Bapas Medan yang sudah meneliti dan memeriksa, rekomendasinya atau kesimpulannya wajar anak ini direhabilitasi di pondok pesantren agar kembali ke Islam yang benar dan tidak sesat. Bukan Islam yang melakukan tindakan yang tidak terpuji itu,” ucapnya. (boy/jpnn)

Exit mobile version