Site icon SumutPos

Giliran Guru Agama Dipungli

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DUGAAN PUNGLI SERTIFIKASI GURU AGAMA_Sejumlah guru agama Kristen yang mengajar di kota Medan berbincang seusai melapor ke Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut di Jalan Majapahit Medan, Senin (27/2). Mereka melaporkan kasus dugaan pungli dana sertifikasi guru yang dilakukan seorang oknum PNS di jajaran kantor Kementerian Agama Medan.

SUMUTPOS.CO – Pelaku pungutan liar (pungli) seakan tak ada kapok-kapoknya. Meski sudah banyak yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT), namun masih ada saja oknum pejabat di pemerintahan yang melakukan pungli. Kali ini, giliran guru-guru Agama Kristen Protestan di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenang) yang menjadi korban.

Kemarin (27/2) siang, sejumlah guru Agama Kristen Protestan dari berbagai sekolah negeri dan swasta mendatangi Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Jalan Mojopahit Medan. Mereka mengaku kerap mengalami praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum di Kemenag Kota Medan. Praktik pungli tersebut dilakukan pada saat proses pengurusan dana sertifikasi.

Menurut seorang guru yang namanya enggan dikorankan, pungli dilakukan oknum Kepala Seksi (Kasi) Binmas Kristen Kemenag Medan berinisial HJS. Besaran pungli tidak ditentukan atau bervariasi.

“Jadi, ketika dana sertifikasi sudah cair, mereka minta laporan pertangung jawaban. Di situlah, kami dimintai kutipan-kutipan,” sebut SJB, guru Agama Protestan yang mengajar di salah satu SMK Negeri Medan.

Tak hanya para rekan seprofesinya, kata SJB, suaminya yang juga guru di SMK Negeri Medan, SS, juga mengalami hal yang sama. Bahkan, pungli yang dilakukan terhadap suaminya terbilang cukup besar.

“Suami saya pernah dipotong dana sertifikasinya. Seharusnya mendapatkan sertifikasi Rp30 juta, tapi dipotong biaya administrasi Rp2 juta. Jadi, suami saya hanya terima Rp28 juta,” ungkap dia yang mengaku dana sertifikasinya belum dikeluarkan selama 11 bulan.

Guru Agama Protestan lainnya, RS menuturkan, selain diminta uang saat dana sertifikasi cair, juga diminta ketika pengurusan proses sertifikasi. Selama pengurusan berkas sertifikasi yang dilakukan triwulan atau tiga bulan sekali, dikutip sebesar Rp100 ribu per guru.

“Orang yang mengutipnya dari Binmas Kemenag Medan (HJS, red), sewaktu sedang proses pengurusan sebesar Rp100 ribu per orang. Kalau sudah cair, dikutip lagi tetapi seikhlasnya. Kebetulan, angkatan kami yang lulus sertifikasi tahun 2015 ada 18 orang, dan sepakat memberikan Rp300 ribu per orang,” beber RS, guru SD Negeri di Medan Denai.

Ia menyebutkan, uang yang dikutip sewaktu pengurusan sertifikasi alasannya untuk biaya administrasi. Bayangkan saja, kalau ada puluhan bahkan ratusan guru yang diminta Rp100 ribu per orang, sudah berapa jumlahnya.

“Alasan mereka untuk biaya administrasi. Saya heran, kok besar sekali biaya administrari yang diminta,” ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, tak hanya kutipan-kutipan, para guru juga mengeluhkan dana sertifikasi yang belum dicairkan. Dana sertifikasi yang belum diterima para guru Agama Protestan tersebut, bervariasi sejak tahun 2016.

“Kalau saya 11 bulan belum cair, sejak April 2016 hingga Februari 2017. Makanya, saya bingung juga kenapa dana sertifikasi belum cair. Sementara guru agama lainnya (Katolik dan Islam, red) sudah cair,” cetus RS.

Dia mengaku, kalau dihitung keseluruhan dana sertifikasi yang belum diterimanya selama 11 bulan totalnya mencapai Rp33 jutaan. Sebab, dirinya menerima gaji pokok setiap bulannya sekitar Rp3 jutaan.

“Saya lulus sertifikasi pada Desember 2015. Selanjutnya, menerima tunjangan sertifikasi pertama yakni 3 bulan untuk Januari sampai Maret 2016. Namun, dana sertifikasi tersebut diterima pada November 2016. Setelah itu, saya belum menerima lagi hingga sekarang,” keluhnya.

Dilanjutkan dia, dirinya sudah coba beberapa kali mempertanyakan kenapa dana sertifikasi belum dicairkan. Alasannya, anggaran belum turun dan selalu bilang sabar akan segera dicairkan.

Hal senada juga disampaikan S, guru lainnya. Kata S, lantaran berkas sertifikasinya tak kunjung diurus, dirinya terpaksa memberikan uang kepada HJS. “Saya kasih seiklhas hati, dan ketika itu saya berikan Rp100 ribu. Tapi, sampai sekarang dana sertifikasi saya belum juga cair seperti guru lainnya,” ungkap S.

Sementara, Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, terkait pengaduan para guru tersebut pihaknya sudah menindaklanjutinya. Kata Abyadi, laporan guru-guru itu merupakan yang kedua kalinya.

“Para guru telah melaporkan persoalan ini pada 20 Februari yang lalu, dan hari ini (kemarin, red) mereka melaporkan kembali. Jadi, sejauh ini pengaduan mereka sudah ditindaklanjuti dan kita juga sudah memanggil HJS yang disebut melakukan pungli,” ujar Abyadi.

Dikemukakan dia, tak hanya para guru yang melaporkan persoalan pungli, tenaga pengawas di lingkungan Kemenag Medan juga melaporkan soal kebijakan yang dinilai meresahkan dan diduga melanggar secara administratif. Misalnya, pemindahan tenaga pengawas yang tidak sesuai mekanisme dan prosedur.

“Kebijakan terhadap tenaga pengawas yang menurut saya melanggar secara administrasi contohnya, sudah ada surat keputusan (SK) kolektif penempatan para pengawas itu di seluruh kecamatan di Kota Medan. Akan tetapi, ternyata keluar lagi surat tugas terhadap mereka untuk dipindahtugaskan. Sehingga, ini dapat dinilai sebagai pelanggaran administrasi,” papar Abyadi.

Oleh karena itu, tambah dia, sebagai tindak lanjut pengaduan ini pihaknya akan memanggil kembali pihak Kemenag Medan. Apakah itu HJS atau Kepala Kanwil Kemenag Medan, untuk menemukan solusi dan jalan keluarnya.

“Kita masih mendalami lagi persoalan ini. Apabila ada ditemukan indikasi mengarah ke pidana, kita akan berkoordinasi dengan kepolisian atau kejaksaan supaya memproses secara hukum,” tukasnya.

Sementara, Kepala Kantor Kemenag Kota Medan, Iwan Zulhami membantah pihaknya melakukan pungli saat pengurusan sertifikasi. Begitu juga dengan dana sertifikasi, dia mengaku jika hal itu merupakan persoalan lama.

Disebut Iwan, hal itu karena dana sertifikasi yang diterima pihaknya untuk disalurkan pada Guru Agama Kristen, masih kurang. Iwan menegaskan, tidak ada dana sertifikasi yang ditahan di Kemenag Medan. “Masih di Negara lah uangnya. Tidak ada sangkut di kita, ” ujar Iwan.

Disinggung soal jumlah, dikatakan Iwan, dirinya tidak dapat menyebut, tanpa melihat data. Namun, Iwan menegaskan jika sebahagian Guru Agama Kristen sudah menerima dana sertifikasi. Diakui Iwan, Guru Agama Kristen yang sudah menerima dana sertifikasi itu, berdasar penilaian Kepala Seksi Bimas Kristen, Kantor Kemenag Medan, Hendy Johan Simanjuntak.

“Oleh karena itu, jika Ombudsman ingin penjelasan, silahkan panggil kami dan kami akan datang untuk jelaskan, ” lanjut Iwan.

Sebelum mengakhiri, Iwan menilai, dalam masalah ini ada indikasi tendensi lain. Disebutnya, ini sebagai pergerakan untuk menggoyang Kasi Bimas Kristen Kantor Kemenag Medan, agar diganti. Disebut Iwan, seharusnya permasalahan ini, diselesaikan secara proporsional. (ris/ain/adz)

Exit mobile version