Site icon SumutPos

Indonesia Peringkat ke-7 Penderita Diabetes Terbesar di Dunia

Seminar Kesehatan yang digelar oleh SoMan, bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Utara, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Sumatera Utara dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Sumatera Utara, di Grand Ballroom Adi Mulia Hotel, Jalan Diponegoro, Medan, Sabtu (25/2) pagi.(Parlindungan/Sumut Pos)

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Berdasarkan laporan International Diabetes Federation (IDF), Indonesia berada di posisi ke-7  penderita Diabetes Militus (DM) terbesar di Dunia. Diperkirakan, pada tahun 2040, posisi tersebut akan naik ke peringkat 6, di bawah Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko.

Hal itu disampaikan Staf Divisi Endokrin Metabolik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Adam Malik, dr Santi Syafril SpPD KEMD FINASIM, dalam seminar Kesehatan yang digelar oleh SoMan, bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Utara, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Sumatera Utara dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Sumatera Utara, di Grand Ballroom Adi Mulia Hotel, Jalan Diponegoro, Medan, Sabtu (25/2) pagi.

” Berdasarkan laporan IDF tahun 2015, 1 dari 11 orang di dunia menderita DM dan pada tahun 2040 kondisi akan berubah, menjadi 1 dari 10 orang di Dunia terkena DM. Sementara di Indonesia, 90% pasien Kencing Manis, terdiagnosa DM tipe 2. Namun ironisnya, 77% tidak menyadari. Ketidak tahuan ini yang menyebabkan komplikasi, ” ungkap dr Santi.

Lebih lanjut, dr Sinta mengatakan, World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan jumlah penderita DM di dunia meningkat menjadi 422 juta jiwa.

Sementara di Indonesia, kata dr Sinta,  mengacu data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2013, sekitar 9,1 juta penduduk Indonesia menderita Diabetes Melitus.  Oleh karena itu, lanjut dr Sinta,  WHO memprediksi angka tersebut akan tembus 21,3 juta jiwa di tahun 2030.

Direktur Utama PT Harvest Gorontalo Indonesia, M Yamin Lahay S Si Apt menyebut, Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM akan menyebabkan komplikasi. Baik itu komplikasi yang bersifat akut, atau kronik. Dikatakannya, pengidap DM beresiko tinggi terserang jantung, stroke, gangguan ginjal, impotensi, gangguan penglihatan, kerusakan saraf dan memicu kaki diabetik yang berujung pada amputasi.

Dikatakan Yamin, Diabetes Melitus disebabkan adanya penurunan hormon insulin yang diproduksi kelenjar pankeras. Penurunan hormon insulin itu, mengakibatkan gula yang dikonsumsi tubuh, tidak dapat diproses secara sempurna, sehingga kadar gula darah meningkat.

” DM tipe 2, kebanyakan diakibatkan obesitas, gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Ciri-ciri orang yang terkena DM yaitu, penurunan berat bedan tanpa sebab, frekuensi buang air kecil meningkat, penglihatan kabur, sering haus, lesu dan kurang tenaga, ” ungkap Yamin menjelaskan.

Yamin menyebutkan, ada beberapa jenis obat yang dapat digunakan untuk DM tipe 2, antara lain Metmorfin, Sulfonylurea, Pioglitazone, Gliptin, Agonis, Acarbose dan Insulin. Penderita DM, harus mengkonsumsi obat untuk menstabilkan kadar gula darahnya. “Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non obat dan terapi obat, ” sebut Yamin.

Guru Besar Ilmu Farmakologi Klinik USU, Prof dr H Aznan Lelo Ph D SpFK mengatakan, penggunaan obat herbal sebagai altetnatif penyembuhan penyakit di Indonesia, semakin meningkat. Disebutnya, hal itu karena sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa obat herbal tidak memiliki efek samping. Selain itu, disebutnya jika obat herbal relatif memiliki harga terjangkau.

” Kebebasan menggunakan obat herbal perlu diwaspadai karena tidak luput dari efek samping. Belum lagi interaksinya bila dikonsumsi bersamaan dengan obat modern, obat herbal lainnya ataupun makanan sehari-hari. Oleh karena itu, bagi sejawat yang paham dan yakin dengan obat herbal, memberitahu pada pasien, dengan informasi yang jelas. Dengan begitu, pasien benar dalam menggunakan dan memperoleh manfaat dari obat herbal, ” ujar Prof Aznan Lelo.

Ketua Tim Peneliti Sozo Formula Manggata (Soman) dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof dr Zullies Ikawati Apt menyebutkan, obat tradisional adalah bahan atau ramuan berbahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan-bahan yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan di masyarakat, sesuai norma berlaku. Dijelaskannya, terdapat pengelompokan obat tradisional di Indonesia, yakni jamu, obat herbal terstandar dan fitoformaka. “Soman adalah produk kesehatan yang  termasuk dalam kategori jamu, dimana menggunakan 39 bahan alam seperti 18 macam buah, 12 macam sayur dan 9 aneka rempah terpilih yang direkomendasikan untuk meningkatkan sistem imun dan membantu pemulihan kesehatan. Termasuk diantaranya, yakni membantu menurunkan kadar gula darah, ” ujar Prof Zullies. (ain/han)

Exit mobile version