Site icon SumutPos

Ombudsman Terima 794 Laporan Pungli

Ketua Ombudsman Amzulian Rifai .

SUMUTPOS.CO  – PELAYANAN publik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendapatkan catatan dari Ombudsman. Sepanjang 2016, Ombudsman menerima 794 laporan terkait layanan publik di Kemendikbud. Mendikbud Muhadjir Effendy menjanjikan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Temuan pengaduan pelayanan publik itu diungkap langsung Ketua Ombudsman Amzulian Rifai usai penandantangan MoU bersama Muhadjir di kantor Kemendikbud, kemarin (27/2). “Kami (Ombudsman, red) bukan untuk mempermalukan sebuah institusi,’’ tandasnya.

Dia menegaskan terkait semua laporan masyarakat, Ombudsman bersikap netral. Tidak membela pelapor maupun terlapor.

Amzulian menjelaskan sepanjang 2016 pengaduan layanan publik di Kemendikbud mencapai 794 laporan. Dari jumlah tersebut 232 laporan atau sekitar 29 persen terkait dengan permintaan imbalan. Sayangnya Amzulian tidak bersedia membeber layanan Kemendikbud di sektor apa yang masih diembel-embeli imbalan.

Selain itu Amzulian menuturkan 24 persen laporan untuk Kemendikbud, terkait dengan dugaan penyalahgunaan prosedur. Dia berharap koordinasi antara Ombudsman dengan Kemendikbud bisa ditingkatkan. Supaya tindak lanjut setiap laporan masyarakat, bisa ditangani dengan baik.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, masih banyak pihak yang mengira semua urusan pendidikan ada di tangan Kemendikbud. ’’Anggaran pendidikan yang di Kemendikbud tidak sampai 10 persen,’’ katanya. Tahun ini anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp 416,09 triliun. Dari total anggaran itu, porsi Kemendikbud Rp 39,82 triliun (9,57 persen).

Muhadjir mengatakan, laporan dari Ombudsman akan ditindaklanjuti dengan perbaikan internal. Diantara yang sudah dipersiapan adalah pembetukan tim reaksi cepat di bawah Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud. Tim ini akan secepatnya menindaklanjuti setiap ada masalah di daerah. ’’Tidak perlu mereka lapor. Ada informasi di media sosial atau media massa, tim langsung turun,’’ jelasnya.

Dalam kesempatan ini Muhadjir juga mengatakan menggandeng Ombudsman untuk mengawasi Ujian Nasional (Unas) 2017. Dia mengatakan tidak hanya unas yang diawasi. Tetapi juga penyelenggaraan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Dia berharap tidak ada lagi oknum yang berbuat curang dalam pelaksanaan unas dan USBN.

Menurut Muhadjir potensi kecurangan dalam penyelenggaran unas masih tetap ada. Sebab nilai unas digunakan untuk masuk jenjang berikutnya. Amzulian mengatakan pengawasan unas maupun USBN tidak hanya dilakukan tim Ombudsman pusat. ’’Kita juga melibatkan tim Ombudsman di daerah,’’ tuturnya.

Pengawasan Berjenjang

Sementara berdasarkan hasil evaluasi Satgas Saber Pungli yang dirilis akhir pekan lalu, aparat pemerintah daerah (Pemda) mendominasi laporan masyarakat. Meski bukan pungli dalam jumlah besar, catatan tersebut menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera bergerak. Tujuannya tidak lain agar budaya pungli hilang dari aparat pemda. Sehingga masyarakat mendapat layanan terbaik.

Menurut Komisoner Ombudsman Alamsyah Saragih, pelayanan masyarakat memang patut menjadi perhatian. Sebab, celah pungli masih terbuka. Pria yang akrab dipanggil Alamsyah pun tidak kaget evaluasi Satgas Saber Pungli mencatatkan aparat pemda sebagai objek paling sering dilaporkan. ”Pelayanan pemda masih sangat buruk,” ungkapnya kepada Jawa Pos, kemarin (26/2).

Di samping budaya pungli, banyak faktor membuat peluang pungli oleh aparat pemda. Di antaranya pencegahan dan pengawasan yang masih lemah. ”Tidak ada keinginan untuk memperbaiki diri,” ungkap Alamsyah.

Kondisi itu membuat budaya pungli sulit hilang. Dari tataran bawah dengan pungli skala kecil sampai tataran atas dengan pungli skala besar. Alhasil budaya tersebut menempel.

Satgas Saber Pungli yang bergerak di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dianggap sudah mampu memberi terapi kejut terhadap para pelaku pungli. Namun demikian, tidak lantas membuat pencegahan dan pengawasan berjalan baik. Buktinya masih terjadi pungli. ”Sepanjang pengawasan internal (pemda) melempem pungli tidak hilang,” kata Alamsyah.

Apalagi, sambung dia, kinerja inspektorat sebagai instansi yang bertanggung jawab sebagai pengawas internal penyelanggara pemda tidak mampu unjuk gigi. ”Kurang gereget,” ujarnya. Lebih dari itu, keberadaan inspektorat dinilai kurang efektif lantaran masih membuka kemungkinan pelanggaran. Tebang pilih misalnya. ”Kalau kepala dinas dekat dengan Bupati tidak ditangani,” ucap dia.

Potensi itu harus dihindari. Alamsyah menyebutkan, salah satu langkah yang bisa diambil adalah pengawasan berjenjang. ”Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) mengawasi (aparat) provinsi, insepktorat provinsi mengawasi kota dan kabupaten,” terangnya. Dengan begitu, inspektorat di tingkat kota atau kabupaten tidak lagi mengawasi aparat pemda yang selevel dengan mereka. ”Pemerintah yang bisa perbaiki,” jelas dia. (wan/syn/jpg/adz)

Exit mobile version