Site icon SumutPos

Penghasilan Minim, Ojek Online Tuntut Kenaikan Tarif

Ribuan driver ojak online yang tergabung dalam Gerakan Aksi Roda Dua (GARDA) melakukan longmarch menuju istana di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (27/3). Para pengemudi terdiri dari Gojek, Grab, dan Uber ini menuntut kebijakan rasionalisasi tarif ojek online. Foto: Ismail Pohan/INDOPOS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan pengemudi ojek online (Ojol) di kawasan Monas kemarin (27/3), mendapat respon dari istana. Bahkan, Presiden Joko Widodo menemui langsung perwakilan pendemo di Istana Merdeka, Jakarta.

Dalam pertemuan sekitar pukul 13.30 WIB tersebut, ada lima perwakilan Ojol yang diterima Presiden. Presiden didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretariat Negara Pratikno, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Dalam pertemuan yang berlangsung 20 menit itu, para pengemudi Ojol setidaknya menyampaikan tiga keluhan, yakni soal tarif yang dinilai terlalu rendah, kebutuhan pada asuransi kecelakaan, serta pengakuan Ojol sebagai angkutan umum resmi.

Badai Asmara, perwakilan Gerakan Aksi Roda Dua (Garda) usai pertemuan menuturkan, tarif yang dipatok operator itu ada yang Rp1.600 perkilometer. Sebenarnya Rp2.000 perkilometer tapi, 20 persen menjadi jatah aplikator. Bila dibandingkan dengan UMR di Jakarta yang mencapai Rp3,6 juta, pada pengemudi Ojol itu setidaknya harus menempuh perjalanan lebih dari 45 kilometer perhari.

”Sangat miris sekali dari jam 6 pagi sampai pukul 20.00. Sedangkan cost operasional perhari Rp 70 sampi Rp 100 ribu. Bersih Rp 50 sampai Rp 75 ribu perhari sudah makan. Sebulan Rp 1,5 juta,” ujar dia disela-sela aksi yang diiringi dengan guyuran hujan itu.

Dia mengakui karena begitu banyak pengemudi Ojol, order yang mereka terima jadi semakin sedikit. Hal itu berbeda pada saat tarif masih Rp 4.000 perkilometer dan jumlah pengemudi tidak sebanyak sekarang. ”Dulu saya sampai keluar dari kerjaan. Awal 2016 itu orderan tak pernah berhenti-berhenti, tung tung tung tung. Pokoknya tak putus sampai sehari itu bawa pulang Rp250 ribu sampai Rp300 ribu,” kata dia.

Presiden Joko Widodo, Selasa (27/3/2018) siang, menerima lima orang perwakilan pengemudi ojek online di Istana Merdeka, Jakarta.–raka denny/jawapos

Selain soal tarif yang rendah, dia mengeluhkan pula asuransi yang hanya diberikan kepada driver saat mendapatkan order. Artinya, bila ada kecelakaan saat membawa penumpang atau menerima pesanan dari aplikasi baru diberi asuransi. ”Kejadian di lapangan, ditanya dulu offjob atau onjob kan kita miris ya. Ini sudah meninggal lho masih ditanyaain offjob atau onjob gitu kan. Mereka pakai jaket itu sudah promotion seharian,” ungkap pengemudi ojol sejak 2015 itu.

Satu lagi yang diharapkan pengemudi adalah pengakuan sebagai angkutan umum yang resmi. untuk itu mereka berharap ada revisi dalam Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tiga tuntutan itu akan dibahas lagi dalam pertemuan yang rencananya akan digelar hari ini. ”Intinya beliau (Jokowi, red) menerima, mendukung, miris. Beliau kasih ruang besok (hari ini, Red) ketemu lagi di Istana. Ketemu sama Jenderal (Purn) Moeldoko,” sebut dia.

Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah mendengar aspirasi para pengemudi Ojol. Di situ, mereka mengeluhkan rendahnya tarif yang ditetapkan perusahaan akibat adanya perang tarif antar penyedia aplikasi.

Berdasarkan cerita perwakilan Ojol, tarif yang berlaku di salah satu penyedia aplikasi adalah yang Rp1.600 per kilometer. ”Jadi kalau 6 kilometer itu baru dapat sepuluh ribu, jadi mereka merasa kurang,” kata Budi. Idealnya, pengemudi Ojol menginginkan tarif Rp2.500 per kilometer.

Untuk merealisasikan tuntutan itu, pemerintah rencananya akan melakukan mediasi. Antara pengemudi online dengan penyedia aplikasi. ”Rencananya akan mediasi besok (hari ini, Red),” imbuh Budi.

Presiden Jokowi menambahkan, pihaknya sudah meminta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudi Antara untuk mengumpulkan para penyedia aplikasi. ”Diundang plus termasuk graber-grabernya diajak bicara. Intinya dicari jalan tengah agar tidak merugikan,” ujarnya.

Terkait solusi yang akan ditawarkan pemerintah, mantan Wali Kota Solo itu belum bisa membeberkan. Namun, secara pribadi, pihaknya mengusulkan agar ada patokan tarif bawah, dan harga atas. ”Mungkin ke situ, tapi belum. Besok akan diputuskan setelah pertemuan itu dilakukan,” imbuhnya.

Untuk diketahui, saat ini, aturan terkait tarif atas dan bawah baru berlaku untuk angkutan taksi online. Ketentuan tersebut berlaku sejak tahun lalu setelah keluarnya peraturan menteri perhubungan (Permenhub) Nomor 108 tahun 2017. (far/ang/jpg)

Exit mobile version