Site icon SumutPos

Poldasu Pilih Hasil Penyelidikan Langsung & Audit BPK

Korupsi-ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan fee 10 persen ke pelapor kasus korupsi, tidak ditiru Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Lembaga Tribrata ini akan tetap melakukan pemberantasan korupsi mengandalkan hasil audit BPK tanpa mengiming-imingi masyarakat dengan imbalan.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Poldasu melalui Kasubbid PID AKBP MP Nainggolan mengatakan, Polda Sumut akan tetap melaksanakan pemberantasan korupsi seperti biasanya. “Kalau memang itu rencana KPK, itu urusan mereka,” kata AKBP MP Nainggolan kepada Sumut Pos, Kamis (27/4).

Dia lantas mempertanyakan dana KPK untuk memberikan fee 10 persen kepada pelapor kasus dugaan korupsi tersebut. Karena, anggaran Polisi cukup teratas. Untuk itu, Poldasu belum akan meniru apa yang dilakukan lembaga antirasuah ini. “Untuk pemberantasan korupsi kita tetap komit. Tapi kalau untuk meniru apa yang KPK lakukan, mungkin belum ada di pikiran pimpinan kami. Intinya dalam memberantas korupsi kami masih komit, khususnya di Sumut,” ujar Nainggolan.

Dia juga menerangkan, selain laporan masyarakat dalam mengusut perkara dugaan korupsi, Poldasu juga mengedepankan penyelidikan langsung ke lapangan. “Selain itu kita juga menggunakan audit BPK. Jadi tidak berpengaruh kalau KPK memberikan fee 10 persen. Lagian ada tingkatan nilai korupsi yang ditangani KPK dengan Poldasu. Jadi tak serta merta Polisi dikesampingkan dalam hal itu,” terangnya.

Sementara, Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sumut Sumanggar Siagian juga mengaku tidak terlalu terpengaruh dengan wacana KPK tersebut. “Itu wewenang dari KPK. Ngapai kita campuri,” sebut Sumanggar kepada Sumut Pos, kemarin siang.

Sumanggar mengatakan, proses hukum dalam penanganan kasus korupsi di Sumut kebanyakan dari hasil temuan BPK Perwakilan Sumut. Bukan dari masyarakat secara personal yang melaporkan sebuah kasus korupsi kepada Kejati Sumut. “Iya, kebanyakan kasus korupsi yang kita proses, dari temuan BPK. Bukan personal atau dari masyarakat. Dari temuan BPK itulah kita lanjutkan ke penyidikan,” tutur Mantan Kasi Pidana Umum Kejari Binjai itu.

Dia mengungkapkan, Kejaksaan tidak terlalu mencampuri kebijakan atau wacana yang dibuat KPK. Karena Kejaksaan dan KPK sama-sama memiliki wewenang untuk menegak hukum setiap ada perlawanan hukum dalam sebuah kasus korupsi. “Intinya, kita tidak terpengaruh. Kita kerja secara profesional saja untuk itu,” tandasnya.

Foto: Ismail Pohan/INDOPOS
Sejumlah pegiat dari Koalisi Save KPK mengenakan kostum super hero saat menggelar aksi dukungan kepada KPK di Jakarta, Minggu (16/4). Dalam aksinya mereka mengecam segala bentuk pelemahan dan intimidasi kepada KPK serta meminta pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan kepada pegawai dan penyidik KPK.

DEKAN FISIP UMSU PESIMIS

Pengamat sosial Tasrif Syam menilai, wacana KPK itu terlalu murahan dan mengada-ada. Dia juga menganggap, kebijakan itu bisa menjadi celah bagi oknum tertentu untuk mencari-cari kesalahan pejabat.

“Boleh jadi akan semakin banyak nantinya mencari kesalahan yang tidak layak disalahkan. Karena, ada imbalan tersebut,” sebut Tasrif Syam kepada Sumut Pos, Kamis (27/4) petang.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) UMSU ini menjelaskan, dengan imbalan 10 persen dari hasil kejahatan korupsi yang dilaporkan akan mengajarkan masyarakat untuk tidak ikhlas dan tidak mempercayai lembaga antirasuah itu dapat memberantas korupsi dengan rasional.

“Dampak yang cukup terasa adalah semakin ketidakpercayaannya masyarakat pada lembaga KPK. Saat rakyat berharap satu-satunya garda terakhir mengkikis korupsi di tanah ini, saat itu pula KPK mengkristal (dengan wancana yang tidak rasional dalam memberantas korupsi),” jelas pria berkacamata itu.

Tasrif meminta KPK untuk tidak melanjutkan wacana itu dalam kegiatan kerjanya. Menurutnya, lebih baik KPK memperkuat diri secara lembaga dan mengajak seluruh rakyat Indonesia memberantas korupsi dengan ikhlas tanpa imbalan.

“Setidaknya KPK mesti legowo untuk tidak meneruskan niat ini. Karena, konsekuensinya lebih fatal dari pada kebijakan dibuatnya. Bisa-bisa KPK menjadi lembaga oportunis,” jelas Tasrif.

Dia mengimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama memperkuat dan membantu KPK memberantas korupsi dengan berani, jujur, dan ikhlas, tanpa, mengharapkan imbalan.”Bebas kita dari korupsi, pastinya pembangunan merata dan sejahteraan juga dirasakan masyarakat di Indonesia ini,” tandasnya. (dvs/gus/adz)

Exit mobile version