Site icon SumutPos

Suhu di Medan Tembus 37 Derajat, Awas Dehidrasi

Cuaca Panas-Ilustrasi
Cuaca Panas-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan menyampaikan, bahwasanya suhu udara yang berlangsung di Kota Medan sudah memasuki kondisi ekstrem. Saat ini, suhu udara tersebut sudah menembus angka 37 derajat celcius.

“Saat ini untuk di Medan suhunya sudah mencapai 37 derajat celcius. Angka itu sudah tergolong cuaca panas ekstrim,” ungkap Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah I Medan, Sunardi yang dihubungi, Senin (27/6).

Kata Sunardi, suhu tersebut diprediksi akan berlangsung selama 2-3 hari kedepan. Hal ini dikarenakan, pada bulan Juli mendatang, diprediksikan pula akan memasuki musim kemarau.

“Kalau untuk Sumatera Utara (Sumut) pada umumnya, suhunya masih berada di angka 35 derajat celcius. Hanya saja di Medan yang sampai menembus angka 37 derajat celcius,” sebutnya.

Oleh karena itu, sambung Sunardi, diimbau kepada masyarakat untuk tidak terlalu banyak beraktivitas diluar. Apalagi bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa.

Praktisi kesehatan Sumut, DR dr Umar Zein SpPD KPTI, menyatakan suhu udara ekstrim tersebut dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk itu ia menghimbau, agar sedapat mungkin menghindari ekspose langsung dari pada sinar matahari.

“Tentunya dengan cuaca panas tersebut, hal yang paling memungkinkan terjadi adalah dehidrasi. Apalagi bagi mereka yang bekerja dilapangan, yang terekspose langsung dengan sinar matahari,” tuturnya.

Cuaca panas itu juga akan semakin memberatkan bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa. Karena rasa haus akan semakin mudah terjadi akibat cuaca panas ini.

“Untuk itu, sedapat mungkin memperbanyak minum air putih ketika sahur dan berbuka. Supaya menghindari terjadinya dehidrasi,” sebutnya.

Namun, Umar Zein menambahkan, meskipun cuaca di Medan ini sudah memasuki panas yang ekstrim, namun tidak akan sampai menyebabkan heat stroke seperti yang terjadi di India beberapa waktu lalu, sehingga membuat sejumlah orang meninggal dunia karena udara panas.

“Kelembapan udara kita lebih tinggi ketimbang yang terjadi disana. Sehingga, dengan udara panas kita masih berkeringat. Sementara disana karena kelembapannya rendah, keringat tidak terjadi. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya heat stroke,” tukas Umar Zein. (ris/ije)

Exit mobile version