Site icon SumutPos

Horee… Warga Pinggir Rel KA Dijanjikan Rusunawa

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos Seorang bocah anak warga pinggir rel KA, korban penggusuran pembangunan jalur layang KA Medan-Belawan, di tengah barang-barang milik orangtuanya. Warga dijanjikan rusunawa.
Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Seorang bocah anak warga pinggir rel KA, korban penggusuran pembangunan jalur layang KA Medan-Belawan, di tengah barang-barang milik orangtuanya. Warga dijanjikan rusunawa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemko Medan berjanji akan mengakomodir tempat tinggal 176 warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR), yang menjadi korban penggusuran akibat pembangunan jalur layang PT Kereta Api Indonesia (KAI).

“Ya, kami segera mencarikan solusinya,” tutur Asisten Umum Setdako Medan Ikhwan Habibi Daulay, Minggu (27/11).

Ikhwan menjelaskan, Pemko Medan dalam waktu 2 hari ini segera melakukan rapat koordinasi untuk membahas penampungan warga. Solusinya, lanjutnya, warga pinggir rel akan ditempatkan di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Jalan Kayu Putih, Medan Labuhan, yang notabene milik Pemko Medan.

“Di rusunawa itu kami prediksi masih cukup untuk menampung ratusan warga yang menjadi korban penggusuran,” katanya.

Ia juga mengatakan, ada persoalan administrasi sebagian warga pinggir rel kenapa belum bisa menempati rusunawa tersebut. Karena itu, dalam rapat yang akan diselenggarakan nanti, pemko akan mengundang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), agar bisa mengakomodir persoalan tersebut. “Mereka belum bisa pindah ke sana karena ada persoalan kartu tanda penduduk (KTP), dan kartu keluarga (KK). Administrasi sebagian warga ternyata ada yang tidak lengkap. Kalau tidak Senin (hari ini, red), Selasa (29/11) akan kami gelar pertemuan membahas ini,” ungkap Ikhwan.

Amatan wartawan, setelah sejak Kamis (24/11) memasang tenda darurat di depan Kantor Wali Kota Medan sebagai tempat tinggal sementara, FK-MPR akhirnya membereskan sendiri lapak tersebut, Sabtu (26/11). Saat ini jalan umum yang mereka pakai sebagai tempat tinggal sementara itu, sudah bersih dari perkasas yang sebelumnya mereka bawa.

Dari informasi yang dihimpun, warga berkenan meninggalkan lokasi tanpa harus dibubarkan paksa oleh pihak kepolisian. Namun tidak diketahui di mana warga tinggal, karena saat ini rumah mereka sudah digusur PT KAI.

Ikhwan membantah, pemko dan pihak kepolisian melakukan pembubaran paksa terhadap warga pinggir rel. “Tidak ada pembubaran paksa. Polisi sudah melakukan pendekatan kepada mereka, hingga akhirnya mereka mau meninggalkan lokasi. Kami juga secepatnya memindahkan mereka ke rusunawa Kayu Putih,” bebernya.

Lantas ke mana ratusan warga itu pergi setelah membubarkan diri? “Saya tidak tahu ke mana mereka selanjutnya. Yang pasti mereka terpisah-pisah untuk sementara ini,” kata Ikhwan.

Pemko Medan sebelumnya diminta segera mengakomodir persoalan tempat tinggal yang baru bagi warga pinggir rel. Anggota Komisi A DPRD Medan, Landen Marbun mengatakan, pemko tidak boleh lepas tangan, meskipun persoalan sebenarnya terjadi antara warga pinggir rel dengan PT KAI. “Meskipun persoalan sebenarnya antara warga dengan PT KAI, namun pemko tetap harus bertanggung jawab terhadap warganya. Mereka ini kan warga Medan juga,” katanya.

Politisi Hanura ini menjelaskan, persoalan antara warga pinggir rel dengan PT KAI, merupakan persoalan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Banyaknya warga yang bertahan pada lahan milik PT KAI ini, juga tidak terlepas dari adanya pembiaran dari perusahaan BUMN tersebut, termasuk di antaranya yang memunculkan isu adanya praktik sewa-menyewa yang dikutip oleh oknum-oknum perusahaan tersebut.

Karena itu, satu hal yang harus dilakukan Pemko Medan adalah memediasi kedua belah pihak. “Kami akan minta upaya yang lebih konkret dari Pemko Medan untuk memediasi warga dengan PT KAI. Tapi kalau ada opsi lain, seperti menempatkan mereka pada rumah susun, itu opsi yang lebih baik lagi,” jelas Landen.

Menurut Landen, proyek pembangunan yang sedang dilakukan PT KAI memang harus didukung semua pihak. Tapi efek dari pembangunan tersebut juga harus ditekan seminimal mungkin, agar tidak muncul pihak yang merasa dirugikan, karena diperlakukan tidak adil. Satu isu yang berkembang belakangan ini, yakni adanya perbedaan sikap PT KAI dalam penanganan bangunan rumah-rumah warga dengan gedung usaha, seperti Yanglim Plaza, akibat adanya praktik sewa-menyewa. “Pembangunan rel baru ini kan orientasinya transportasi nasional. Kalau itu kepentingan nasional kami mendukung sepenuh hati, tapi jangan nanti ditemukan adanya orientasi bisnis lain yang dilakukan dalam bentuk persewaan aset-aset mereka, sehingga tidak fokus,” ungkapnya.

Perwakilan warga, Joni M Naibaho mengatakan, saat ini mereka sedang dalam kesusahan besar, karena tempat tinggal mereka sudah dirubuhkan menggunakan alat berat oleh PT KAI. Hal inilah yang membuat mereka memutuskan pindah dan membangun tenda di depan kantor wali kota. “Sejak kemarin seluruh warga tersebut tidak lagi memiliki tempat tinggal, dan terpaksa tidur di tenda-tenda yang mereka bangun di lokasi puing bangunan mereka. Ya, apa bedanya dengan di sini? Kami ingin mengetuk hati Wali Kota Medan atas penderitaan warganya,” pungkasnya. (prn/saz)

Exit mobile version