Site icon SumutPos

Nelayan Tolak Alur Baru Reklamasi Pantai Belawan

Foto: Fachril/Sumut Pos
Nelayan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Nelayan Bersatu (KOMNAS) demo menolak pembangunan alur baru untuk dijadikasi akses perlintasan kapal nelayan.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Pembangunan pelebaran dermaga dengan menimbun Pantai Belawan atau reklamasi sepanjang 700 meter, menuai protes dari sejumlah elemen masyarakat Belawan maupun nelayan. Nelayan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Nelayan Bersatu (KOMNAS) menolak pembangunan alur baru untuk dijadikasi akses perlintasan kapal nelayan.

Sejumlah masyarakat nelayan yang tergabung dalam KOMNAS terdiri dari, PNTI Kota Medan, Karang Taruna Belawan, ANPATI, KUB Mina Karya, HANTERI, KUB Usaha Pesisir, Forum KUB Kota Medan, KUB WIJAYA, SNI Kota Medan, FKI Bidang Kelautan, KUB Sinar Deli, MAC Laskar Merah Putih Belawan, Nelayan Sehati Makmur, Aliansi Nelayan Selat Malaka, Rukun Nelayan, DPC MPI Belawan, Front Perpanjangan Nelayan Tradisional (FRONTAL) melakukan rapat secara terbuka.

Dalam rapat yang dibahas, mereka mendukung pembangunan pelebaran dermaga atau reklamasi untuk peruntuhan dermaga yang akan dibangun dengan dua tahap dari Kementrian Perhubungan Laut dan Pelindo I.

Hanya saja mereka menolak pembangunan alur baru dengan panjang 11 km dengan lebar 50 meter dan kedalaman 3,5 meter karena belum layak untuk digunakan nelayan sehingga mengganggu mata pencaharian nelayan. Demikianlah dikatakan salah satu utusan nelayan yang mewakili ANPATI Sumut, Alfian MY saat melakukan diskusi dengan sejumlah elemen masyarakat nelayan, Senin (27/11).

“Alur baru untuk kepala yang dilintasi nelayan belum layak dilalui, karena dengan kedalaman 3,5 meter bisa mengakibatkan kapal nelayan kandas dan lebar alur 50 meter juga bisa terjadinya tabrakan kapal yang berselisih di alur itu,” kata Alfian.

Dijelaskan Alfian MY, seharusnya Pelindo I dan Kementrian Perhubungan yang menjadi bagian kepentingan dari pembangunan dermaga itu harus memperhatikan dampak yang dirasakan nelayan.

Misalnya, alur baru yang telah dibangun harus disesuaikan dengan kepentingan nelayan, karena kelebaran 50 meter tidak bisa dijangkau atau dilintasi dengan dua kapal yang bertonase 30 GT.

“Kalau pembangunan alur itu tetap dengan mekanisme yang telah ditentukan, maka kapal 30 GT yang lebarnya 50 meter akan tabrakan saat berselisih melintas di alur itu,” ungkap Alfian di hadapan sejumlah elemen masyarakat nelayan.

Selain masalah alur, lanjut Alfian MY, pembangunan reklamasi Pantai Belawan juga menutup mata pencaharian nelayan, khususnya nelayan pencari kerang, panggang pulut dan lainnya. “Jadi, kehidupan ekosistem laut di lahan reklamasi itu jadi punah, nelayan tidak bisa lagi mencari kerang dan lainnya di perairan itu. Kalau pun harus mencari ke perairan lain sulit, jadi ini dampak buruk yang dirasakan nelayan akibat reklamasi,” tegas Alfian MY.

Begitu juga dikatakan Ketua Karang Taruna Belawan, Abdul Rahman. Dirinya sebagai tokoh masyarakat Belawan banyak menyuarakan keluhan nelayan yang sangat menyayangkan pembangunan reklamasi yang sudah rampung 60 persen, tidak memperhatikan kerugian nelayan.

“Dengan pertemuan ini, secara tegas kami menolak reklamasi. Kami ingin masalah ini segera diperhatikan oleh Pelindo atau Kementrian Perhubungan melalui Otoritas Pelabuhan. Sebab, bakal banyak nelayan yang menganggur karena rusak mata pencahariannya,” kata pria yang akrab disapa Atan.

Ia menegaskan, kepada institusi pelabuhan yang mempunyai wewenang terhadap reklamasi harus melakukan kajian ulang mengenai dampak buruk yang dirasakan nelayan.”Pertemuan ini akan kami lanjutkan dengan melakukan protes secara tegas ke Pelindo dan Otoritas Pelabuhan, dalam waktu dekat ini kami akan melakukan demo besar – besaran,” tegas Atan dihadapan kelompok nelayan lainnya.

Menyikapi hal itu, ACS Humas Pelindo I, Fiona Sari Utami dikonfirmasi mengatakan, pihaknya membangun alur untuk perlintasan kapal nelayan sudah sesuai dengan kajian dan penelitian dilakukan yang melibatkan seluruh elemen nelayan.

Artinya, pihaknya sudah melakukan uji alur dan yang sudah layak dilalui pada awal November dan tidak ada masalah dan disambut positif dari elemen masyarakat nelayan. “Kedepannya masih kita lakukan pertemuan dengan nelayan mengenai masalah reklamasi ini, jadi menurut kami sesuai dengan kajian dan uji alur tidak ada masalah,” pungkas Fiona.

Pembangunan Benteng Rob Belawan

Masih soal Belawan, Tahun 2018 Kementrian Pekerjaan Umum (PU) akan membangun benteng atau tanggul sepanjang 12 km untuk mengatasi banjir rob atau pasang di pesisir Pantai Belawan yang dianggap tidak bermanfaat.

Alasannya, benteng yang dibangun sepanjang 12 km tidak menutup seluruh pinggiran Pantai Belawan, sehingga air pasang tetap saja masuk ke daratan dan bakal sulit kembali surut ke laut. Pembangunan benteng sepanjang 12 km di pesiri pantai Belawan terkesan sia – sia dan tidak bermanfaat.”Kita tahu, pinggiran pesisir kita ini ada lebih dari 20 km, kalau hanya 12 km yang dibangun sama aja, air pasti masuk ke pinggiran pantai yang tidak tertutup benteng, jadi air yang masuk bisa tergenang tidak kembali ke laut,” ujar Seketaris Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Sumut, Alfian MY kepada Sumut Pos, Senin (27/11).

Selain itu, pembangunan benteng rob juga mengganggu persandaran kapal nelayan dan masyarakat pesisir akan kehilangan tempat tinggal akibat digusur dari pembangunan benteng rob.

Seharusnya, kata pria yang juga menjabat Seketaris PAC Pemuda Pancasila Belawan ini, pemerintah mengevaluasi pembangunan yang melakukan penimbunan Pantai Belawan atau reklamasi, dampak itu akan membuat volume air pasang meningkat mengalir ke daratan.

“Sekarang ini kan banyak pembangunan penimbunan paluh atau anak sungai untuk depo kontainer, harusnya ini yang perlu ditegaskan dan dievaluasi, jadi tidak memberikan dampak besar air pasang bagi pemukiman masyarakat,” kata Alfian.

Selain itu, pemerintah juga melakukan perlindungan terhadap hutan manggrove yang berada di pesisir pantai yang terus punah, ini bagian dari resapan air untuk mengatasi air pasang. “Jadi kesimpulannya, pembangunan benteng rob tidak solusi untuk mengatasi air pasang, sampai kapan pun kalau pembangunan pemberdayaan resapan air tidak diperhatikan, pasti Belawan akan tetap tenggelam,” tegas Alfian.(fac/ila)

 

 

 

Exit mobile version