Site icon SumutPos

Dugaan Pungli di Jembatan Timbang Kejatisu Lakukan Pulbaket

MEDAN- Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) kembali melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terhadap persoalan dugaan pungutan liar (pungli) jembatan timbang di Sumut. Pernyataan itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Chandra Purnama kepada Sumut Pos, Selasa (28/5).
Menurut Chandra, sejalan dengan Pulbaket, Kejatisu juga masih menunggu laporan resmi atas aktivitas dugaan pungli di jembatan timbang. Laporan juga sangat memungkinkan memiliki bukti kutipan, foto dan data lengkap lainnya.
Dia menyebutkan, pihaknya sebelumnya sudah pernah menyelidiki persoalan yang sama, namun tidak menemukan bukti kuat. “Bukan tidak mungkin kalau pihak-pihak terkait akan dipanggil lagi,” katanya.
Saat disinggung lebih jauh, Chandra enggan berkomentar. Bahkan dia menyebut dengan jelas agar persoalan investigasi yang sedang dilakukan pihaknya, jangan diangkat ke media.  “Kami khawatir, bila dibeberkan investigasi yang sedang dilakukan akan gagal karena pihak bersangkautan akan melakukan penertiban lebih dahulu,” ujarnyan

Sopir Diminta Melapor
Di sisi lain, Polda Sumut meminta kepada sopir sebagai korban pungli untuk melapor ke kantor polisi. “Silakan melapor, jangan dibiarkan terus jadi pungli, jadi kita minta sama sopir, kalau menjadi korban pungli untuk melapor ke kantor polisi,” ungkapKasubbid Pengolaan Informasi dan Data (PID) Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan, Selasa (28/5) sore.
Untuk membuat laporan kepolisian, sopir diminta melengkapi dengan barang bukti yang ada atas dugaan pungli di jembatan timbangan agar proses hukum mudah dilakukan.”Dilengkapi bukti ya, saat melapor,” sarannya.
Saat ditanya apa upaya yang dilakukan polisi terkait pungli, perwira melati dua mengungkapkan selama ada laporan akan dilakukan penindakkan.”Ada laporan kita proses, pasalnya, pungli itu kalau ada bukti atau ketangkap tangan bisa kita proses,” sebutnya.
Sudah menjadi rahasia umum, jembatan timbang merupakan instrumen untuk mengeruk uang pungli. Sampai-sampai, jabatan sebagai pimpinan jembatan timbang, yang merupakan Unit Pelaksana Tenis Dinas (UPTD) Dinas Perhubungan, menjadi rebutan karena dianggap ‘basah’.

Jembatan Timbang Ladang Basah
“Bahkan di sejumlah daerah, seseorang lebih memilih memimpin operasional jembatan timbang dibanding menjadi Kadis Perhubungan,” ujar sumber koran ini, yang merupakan seorang pejabat penting, di sebuah kementerian di Jakarta, kemarin (28/5).
Dia tak mau ditulis namanya, karena sebagai pejabat, dia harus bicara berdasar data. Sementara, dia tidak punya data melainkan berdasar cerita dari mulut ke mulut. “Tapi ini sudah menjadi fakta,” ujarnya meyakinkan.
Dia lantas menguraikan pemicu praktik busuk di jembatan timbang. Sesuai aturan, jika ada kelebihan muatan, maka muatan itu harus diturunkan. Namun, aturan tidak menjelaskan detil, siapa yang menurunkan barang kelebihan muat itu, dan harus disimpan di mana, untuk berapa lama, dan bagaimana retribusi atas barang yang dititipkan itu.
“Ini yang menjadi peluang maraknya pungli di jembatan timbang. Karena pengusaha juga sudah punya itung-itungan bisnis, mengangkut barang sekian ton, untungnya sekian setelah dipotong uang pungli,” ujar dia.
Di satu sisi, lanjut dia, jika jembatan timbang ditiadakan, maka tidak jelas mekanisme apa yang bisa untuk menjaga kualitas jalan, agar tidak gampang rusak akibat beban muatan kendaraan yang melintas.
Nah, terkait hal ini, Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan, mengatakan, sebenarnya ada mekanisme yang bisa dilakukan untuk menjaga agar jalan tidak rusak akibat beban muatan kendaraan yang melintasinya.
Menurutnya, pabrik pembuatan truk misalnya, harus membuat spesifikasi kendaraan yang sesuai dengan kapasitas daya muatnya. Misalnya daya muat 10 ton, maka untuk ban misalnya, harus juga dengan kemampuan 10 ton.
“Ini, daya muat 10 ton, tapi ban bisa kuat angkut 20 ton, 25 ton, 30 ton. Kalau jenis ban juga hanya mampu 10 ton, begitu dimuati lebih 10 ton, maka akan pecah, kendaraan tak bisa jalan. Jalan juga tak gampang rusak, meski jalan rusak bukan hanya disebabkan daya muatan kendaraan yang berlebihan. Kalau kualitas jalan buruk, juga cepat rusak,” terang Bambang, kepada koran ini kemarin.
Cara lain agar tidak perlu ada jembatan timbang, pengusaha harus sudah tahu secara jelas rute mana yang akan dilewati. Jika lewat jalan tol terus, tidak ada masalah berapa pun muatannya karena kualitas jalan tol bagus.
Tapi begitu keluar tol dan kendaraan harus lewat beberapa tipe jalan, maka di situ muncul masalah. Karena tipe jalan ditentukan kemampuan dilintasi beban dalam berat tertentu.
“Karena ada jalan tipe satu, dua, tiga, empat. Nah, pengusaha yang mengangkut barang, saat menaikkan barang muatan, harus menyesuaikan dengan tipe jalan yang akan dilintasi. Kalau kesadaran ini terbangun, tak perlu ada jembatan timbang lagi,” kata dia.
Bagaimana soal pungli? “Itu urusan dinas untuk menertibkannya karena sekarang era otonomi daerah,” pungkasnya. (mag-10/gus/sam)

Exit mobile version