Site icon SumutPos

Djoss Belum Menyerah

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
NYOBLOS_Seorang warga menggunakan hak pilih nya pada pilkada sumut 2018 di TPS 12 Jalan Brigjen Katamso Medan, Rabu (27/6) Masyarakat Sumut melakukan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sumut, Pilkada serentak juga di lakukan di berbagai daerah di indonesia.

SUMUTPOS.CO – HASIL hitung cepat (quick count) dari sejumlah lembaga survey, memenangkan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) di Pilgub Sumut 2018. Namun begitu, tim pemenangan pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) belum mau menyerah. Mereka masih masih menunggu hasil perhitungan suara yang akan diumumkan pada Juli mendatang, berdasarkan rekapitulasi formulir C1 oleh KPU.

Ketua Tim Kampanye Djarot-Sihar (Djoss), Jumiran Abdi mengatakan, mereka masih terus mengumpulkan formulir C1 untuk menghitung perolehan suara hasil pemungutan suara pada Rabu (27/6) lalu. Meskipun diakuinya, beberapa lembaga survey kemudian telah merilis hasil hitung cepat atau quick count yang memenangkan lawan mereka Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dengan kisaran angka 57-43 persen.

“Ya kita masih terus mengumpulkan (formulir) C1 (rekapitulasi hasil pemungutan suara di TPS). Kalau ada hasil sementara, itukan baru hitungan cepat, aslinya nanti kan dari KPU,” kata Jumiran kepada Sumut Pos, Kamis (28/6).

Semantara terkait kemungkinan adanya persoalan saat peritungan dan rekapitulasi suara atau hal lainnya, Jumiran menyebutkan bahwa dalam proses sampai saat ini belum ada masalah ditemukan. Menurutnya, apapun yang menjadi soal, pihaknya akan lebih memilih mengambil langkah yang baik. “Sampai sekarang masih aman saja. Kalau ada masalah akan kita tempuh jalur hukum. Karena itukan lebih baik dilakukan. Tetapi kita lihat nanti lah, sekarang kan lagi proses penghitungan suara,” katanya.

Begitu juga dengan sikap penerimaan mereka terhadap hasil Pilgub 2018, dimana pasangan yang mereka usung, jika pun harus kalah aka diterima sebagai keputusan hasil pesta demokrasi, pilihan rakyat. Karena itu dirinya menegaskan tidak akan ada pengerahan massa yang mungkin akan dilakukan bilamana ditemukan persoalan yang menjurus kepada sengketa. “Namanya politik inikan memang begitu, harus siap menang dan kalah. Makanya nggak perlu pengerahan massa. Kita ambil langkah yang baik saja. Sekarang kita menunggu keputusan dari KPU saja, mereka yang menetapkan hasilnya nanti,” pungkasnya.

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
NYOBLOS_Seorang warga menggunakan hak pilih nya pada pilkada sumut 2018 di TPS 16 Jalan Sampul Medan, Rabu (27/6) Masyarakat Sumut melakukan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sumut, Pilkada serentak juga di lakukan di berbagai daerah di indonesia.

Kekuatan Partai, Ketokohan, dan Momentum

Sementara, jika melihat hasil quick count Pilgub Sumut 2018 yang dimenangkan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah, pengamat politik dan pemerintahan dari UMSU Rio Affandi Siregar melihat ada sejumlah faktor yang punya pengaruh dalam menentukan perolehan suara di Pilgub Sumut kali ini. Meskipun hasilnya belum final, namun dia menilai ada tiga sudut pandang yang bisa ditarik, yakni kekuatan mesin partai, ketokohan serta momentum dalam menarik simpati pemilih.

“Faktor pertama harus kita akui kekuatan mesin partai punya peran dalam prosesnya. Bagaimana jumlah partai pendukung Edy-Ijeck itu lebih banyak dari Djarot-Sihar. Sehingga hal itu wajar saja,” ujar Rio kepada Sumut Pos, kemarin.

Namun menurutnya, yang menjadi perhatian adalah bagaimana kekuatan partai pengusung Djoss itu, yakni PDIP dan PPP ditambah PKPI sebagai pendukung bisa mendapatkan suara hingga 43 persen. Sebab dari jumlah partai, hampir dapat dikatakan bahwa partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini merupakan pemain tunggal melawan koalisi partai politik. Sebab kekuatan koalisinya hampir tidak terlihat berperan besar dalam upaya pemenangan.

“Ini menunjukkan PDIP adalah partai yang kuat, solid dan pantas diperhitungkan. Jika dilihat dari statistiknya, maka persentase yang didapat paanfna Djarot-Sihar itu cukup signifikan. Apalagi kita tahu, sosok Djarot sendiri baru diperkenalkan di saat pencalonan kan,” sebutnya.

Faktor berikutnya, lanjut Rio, adalah ketokohan yang dimiliki masing-masing pihak. Isi putra daerah katanya, masih begitu melekat di sebagian besar masyarakat Sumut. Meskipun seorang Sihar merupakan putra keturunan asli dari provinsi ini, namun posisi sebagai Wakil menurutnya mempengaruhi animo masyarakat.

“Kalau ketokohan, sebenarnya sosok Djarot kurang kuat. Apalagi beliau kan pernah mendampingi Ahok yang sempat menjadi isu nasional, dan kalah di Pilgub DKI. Maka ketepatan memilih sosok calon juga bisa jadi faktor penentu,” sebutnya yang membandingkan pasangnya Edy-Ijeck yang sudah bersosialisasi setahun sebelumnya.

Sedangkan faktor yang menurut Rio juga begitu mempengaruhi perolehan adalah momentum yang digunakan untuk sosialisasi dan konsolidasi beberapa kekuatan ormas di saat memasuki Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini yang kemudian dapat mengubah dinamika politik yang datangnya pada saat menjelang hari pemungutan suara.

“Namanya saat akhir atau last minute, biasanya politik itu bisa berubah seketika. Kita lihat, momentum ini yang digunakan Edy-Ijeck untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Ditambah lagi isu yang dibangun juga menguntungkan posisi mereka. Jadi bisa dibilang, mereka berhasil merebut simpati rakyat,” katanya.

Rio pun menilai, ketiga faktor tersebut saling berkaitan dan harus dijaga. Sehingga meskipun diertengaha masa kampanye, kans Eramas untuk menang masih kecil, namun di penghujung, justru keadaan berbalik. “Dari survey yang dilakukan pada masa kampanye, justru posisi Eramas mengkhawatirkan. Tetapi lagi-lagi kita harus bicara politik yang bisa berubah justru di menit-menit akhir,” sebutnya. (bal)

Exit mobile version