Site icon SumutPos

1.203 Hektare Lahan di Sumut Kekeringan

Foto: IVAN/ Lombok Pos
KEKERINGAN TAHUNAN-Jasir, salah seorang warga Dusun Orong Gedang, Desa Mangkung, Lombok Tengah, berjalan diantara tanah yang kering sambil membawa ember untuk mengambil air. Warga harus berjalan hampir dua kilometer ke desa sebelah untuk mendapatkan air bersih dari sebuah sumur.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 1.203 hektar lahan pertanian kekeringan, dan dua hektare diantarnya mengalami puso.  Pemerintah memastikan sudah mengantisipasi potensi kekeringan tersebut sehingga para petani masih bisa berproduksi.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menuturkan, sebelumnya Juli hingga Sepember merupakan bulan-bulan kritis bagi produksi pertanian. Namun, untuk tahun ini dia menjamin hal itu tidak akan terjadi.

“Dengan perbaikan embung, irigasi, pompanisasi, maupun alat mesin pertanian, kita melakukan percepatan tanam,”  terangnya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (28/8).

Sumber-sumber pengairan itu membuat jumlah lahan produksi bisa ditingkatkan dua kali lipat. Bila sebelumnya hanya 500 ribu hektare, tahun ini sudah bisa satu juta hektare yang ditanami.  “Artinya apa? Nanti November, Desember, Januari, tidak ada paceklik,” lanjutnya. Selain itu, adanya irigasi itu menjamin lahan-lahan pertanian bisa terus diairi sehingga produksi bisa berlanjut.

Sejauh ini, kawasan pertanian di luar Jawa relatif aman karena rata-rata sudah hujan. Baik di Sumatera, Kalimantan, hingga Maluku. Bagaimana dengan Jawa?  “Insya Allah aman,” tambahnya.

Dalam catatan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kementan, kekeringan tercatat hanya merambah 5 ribu hektare lahan. Dengan 5 hektare di antaranya telah mengalami puso atau gagal panen. Kekeringan terparah di Nanggroe Aceh Darussalam dengan total 2 ribu hektare. Diikuti Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Ditjend Tanaman Pangan Kementan Yuliardi mengatakan, persentase kekeringan hanya mencakup 0.11 persen dari total lahan tanam. “Masih relatif kecil,” kata Yuliardi. Dalam musim panas April sampai Agustus, BMKG mencatat Jawa menjadi pulau dengan curah hujan terendah. Antara 20-50 mm per bulan.

Bahkan beberapa wilayah di Jatim mencatatkan curah hujan di bawah 20 mm per bulan. Selain itu, curah hujan terendah juga terpantau di Lombok, Sumbawa, dan sebagian wilayah NTT. BMKG mencatat Jawa juga memiliki ketersediaan air tanah terendah.

Foto: IVAN/LOMBOK POST
Erwan, warga Dusun Paok Lombok, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, mengambil air dengan menuruni bukit selama 1 jam. Daerah ini kerap dilanda kekeringan dan harus berjalan jauh untuk mendapatkan air.

Kepala Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko mengungkapkan, di Jawa juga terekam beberapa titik kekeringan ekstrem. “Artinya selama 60 hari kemungkinan hujan tidak akan turun,” katanya. Meski demikian, kondisi Indonesia dari segi produksi pangan tidak bisa dilihat dari kondisi Jawa saja. Daerah lain di luar Jawa masih terpantau aman dari kekeringan. “Kalau secara umum, kondisi puncak musim kemarau ini masih normal,” katanya.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, pihaknya saat ini fokus memetakan kekeringan di sejumlah daerah. Ditjen Sumber Daya Air maupun Ditjen Cipta Karya telah membentuk tim untuk mengatasi kekeringan. ’’Seperti di Sukabumi, kami sedang mengebor air tanah di situ,’’ terangnya.

Yang paling utama, di setiap daerah yang dilanda kekeringan pihaknya akan mencari sumber air. Hal itu bisa dilakukan dengan mengebor. Ada pula alernatif lainnya, yakni dengan mengirim air menggunakan mobil tangki. Tangki menjadi opsi terakhir karena mobilnya selalu ada. Pihaknya lebih mengutamakan mencari sumber air terdekat di kawasan yang dilanda kekeringan. (byu/tau/oki/jpg/ril)

 

 

Kekeringan Daerah Terparah Periode April-Agustus

Provinsi Aceh                     : 2.294 hektar

Jawa Barat                          : 1.243 hektar

Sumatera Utara                                :  1.203 hektar (2 hektar puso)

Jawa Timur                         :    369 hektar

Sulawesi Barat                   :    212 hektar (3 hektar puso )

Sumber : Kementan.doc

Exit mobile version