Site icon SumutPos

PD Pasar: Biaya Kios Itu Kesepakatan Pedagang

Foto: Fachril/Sumut Pos
Pembangunan kios pedagang di Pasar Mini Marelan dibiayai pedagang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Pembangunan Pasar Mini Marelan yang bersumber dari APBD Kota Medan, ternyata hanya untuk gedung pasar tradisional. Sedangkan pembangunan lapak atau kios, dibiayai sendiri alias swadaya pedagang.

“Kami perlu luruskan, maksud gratis itu bukan untuk biaya pembangunan kios atau lapak pedagang. Tapi gratis biaya sewa. Sedangkan biaya pembangunan lapak kios ditanggung pedagang, sesuai hasil mufakat pedagang sendiri,” kata Direktur Utama PD Pasar Kota Medan, Rusdi Sinuraya, kepada Sumut Pos, Senin (29/1).

PD Pasar, sebutnya, memfasilitasi pembangunan lapak pedagang dengan menyiapkan lokasi pasar yang bisa menampung banyak pedagang. Anggarannya ditampung di Dinas Perkim-PR. Namun belum ada fasilitas lain seperti lapak, kios, ataupun saluran drainase di kawasan tersebut.

“Inilah yang dirembukkan pedagang, makanya ada biaya pembangunan kios. Mereka diminta bayar uang muka dan itu dapat dicicil. Begitupun untuk lebih jelasnya, bisa ditanyakan langsung ke Pak Ismail Pardede. Beliau Kacab III kita di sana,” pungkasnya.

Kacab III PD Pasar Medan, Ismail Pardede, yang dikonfirmasi mengaku, bukan domainnya menjelaskan apa yang gratis seperti diucapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. Namun ia bisa menerangkan kenapa ada pembiayaan di Pasar Mini Marelan terhadap pedagang.

“Jadi, bangunan pasar saja yang dibangun dan sifatnya blong (terbuka, Red). Kios atau fasilitas seperti meja daging dan lainnya belum ada. Pedagang (lebih kurang 450 pedagang yang tergabung dalam P3TM (Persatuan Pedagang Pasar Tradisional Marelan) sendiri telah rapat dan menyetujui

untuk melanjutkan pembangunan lapak dengan dana bersumber dari pedagang sendiri,” katanya.

Variasi biaya yang dibebankan kepada pedagang antara lain untuk pembangunan fasilitas, seperti saluran drainase untuk penjual daging maupun ikan. “Untuk penjual daging ‘kan belum ada gantungannya. Hal-hal inilah yang disepakati pedagang melalui perwakilan di P3TM. Nantinya P3TM yang membangun sesuai keinginan pedagang,” katanya.

Adapun PD Pasar, lanjut Pardede, sifatnya hanya mengawasi. Tentang desas-desus yang menyebut PD Pasar mengutip segala macam, menurutnya, hanyalah biaya atas kesepakatan pedagang. “Kami hanya mengawasi agar pembangunan sesuai bentuk yang kita rencakanan,” katanya.

Kalangan legislatif meminta Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, meninjau ulang pernyataannya soal lapak atau kios Pasar Marelan yang diberi gratis.

“Pemerintah sebenarnya punya wewenang mengutip retribusi di Pasar Marelan. Baik uang kios, stan, retribusi sampah, dan lainnya. Sebab saat dulu sebagian lahan dikelola masyarakat, retribusinya tidak jelas,” kata anggota DPRD Medan Daerah Pemilihan (Dapil) V, Muhammad Nasir.

Kata Nasir, Pasar Marelan bisa menjadi sektor lain untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). “PD Pasar perlu ditarget pendapatan. Saya kira wajar bila pedagang dimintai uang muka (down payment/DP) bilamana ingin memiliki lapak. Saya pikir pernyataan pak wali itu perlu beliau tinjau ulang, sebab mungkin dia tidak mendapat penjelasan utuh dari PD Pasar,” katanya.

Pihaknya turut mengapresiasi jadwal operasional pasar pada 7 Februari mendatang. Tapi mengenai DP Rp3 juta untuk mengambil lapak (meja) 2×2 meter, menurutnya perlu diklarifikasi ulang. “Karena informasi dari pedagang, mereka dikenakan DP dari total sewa kios Rp15 juta per tahun. Itu pun boleh dicicil. Tergantung ambil lapak yang mana. Nah, kalau dibilang gratis, itu untuk lapak yang mana?” katanya.

Ia menyebut, jangan sampai ada kegaduhan baru pascapasar tersebut beroperasi. Terlebih antara pedagang dengan pengelola yakni PD Pasar atas pernyataan wali kota itu. “Ini ‘kan semacam bisnis. PD Pasar adalah BUMD Pemko Medan dan (revitalisasi) itu dalam rangka menyahuti kebutuhan lapak pedagang mikro. Sebab dulunya pedagang memanfaatkan bahu jalan untuk berjualan. Dan awalnya pasar itu bukan milik pemerintah. Jadi sekarang ini saya pikir PD Pasar punya wewenang mengutip retribusi,” jelasnya.

Legislator Dapil V lainnya, Surianto mengungkapkan, tidak ada yang gratis untuk pemanfaatan kios, stan, dan lainnya bagi pedagang berjualan di Pasar Marelan. “Ada semacam biaya kompensasi setelah pasar tersebut selesai dibangun,” katanya.

Wali kota, menurut pria yang akrab disapa Butong ini, perlu mengklarifikasi ucapannya soal kios gratis. “Informasinya jangan setengah-tengah, sebab bisa jadi rancu. Kita minta wali kota mengklarifikasi, karena ternyata ada DP yang harus dibayar pedagang,” katanya.

DP itu, menurutnya wajar saja meski pembangunan pasar bersumber dari APBD. “Yang penting biaya-biaya tersebut tidak di luar kemampuan pedagang,” katanya. (prn)

Exit mobile version