Site icon SumutPos

Gaji Guru Honorer Hanya Rp 100 Ribu, Kasek SDN Keluhkan Ketentuan Dana Bos

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri mengeluhkan ketentuan penerimaan gaji guru honorer, yang dialokasikan dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS). Pasalnya, ketentuan gaji yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2019 sangat kecil.

“Dalam Permendikbud tersebut diatur petunjuk teknis (juknis) Dana BOS untuk alokasi gaji guru honorer, yakni 15 persen dari nilai bantuan anggaran yang bersumber dari APBN. Gaji tersebut bagi guru honorer yang belum mendapat Surat Keputusan (SK) Wali Kota Medan. Setelah dihitung-hitung, ternyata gaji mereka hanya sekitar Rp100.000 lebih sedikit per bulan. Jumlah ini miris sekali dan menjadi polemik bagi kepala sekolah,” ujar Kepala SD Negeri 060959 Medan Belawan, Rosita Harianja, baru-baru ini.

Apabila gaji yang hanya Rp100.000 lebih sedikit tersebut diberikan ke guru, ia merasa sangat prihatin. Karena para guru bekerja mendidik anak bangsa untuk meraih masa depan yang dicita-citakan.

“Kalau dikasih haya 15 persen dari dana BOS, apakah ini manusiawi? Jelas tidak. Makanya kami ingin menambah gaji guru honorer, tetapi bingung sumber dananya dari mana. Kami khawatir melanggar aturan,” tuturnya.

Ia berharap ada perubahan terhadap aturan tersebut dalam persentasi alokasi gaji guru honorer. Dengan begitu, para gurui dapat sejahtera.

Hal senada disampaikan Kepala SD Negeri 060957 di kecamatan yang sama, D Sinaga. Menurut dia, Permendikbud terbaru tersebut semakin memperkecil kesejahteraan guru honorer. Ditambah lagi, tidak ada pengangkatan guru PNS. Sementara guru honorer masing-masing di setiap sekolah minimal 4 orang.

“Kalau di sekolah saya, setiap bulan gaji guru honorer dianggarkan untuk 8 orang. Untuk nilai gaji mereka, memikirkannya saja sangat sulit, karena persentase yang dibolehkan terlalu kecil,” ucapnya.

Untuk itu, dia meminta kepada Komisi B DPRD Medan bisa mencarikan solusinya dengan mengusulkan kepada Pemko Medan. Sehingga kesejahteraan guru honorer bisa terbantu.

Kasek Diminta Cari Solusi

Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Komisi B DPRD Medan Bahrumsyah mengakui, memang gaji guru honorer sebesar 15 persen dari dana BOS, sangat miris. “Tapi seperti itu juknisnya, mau tidak mau harus diikuti. Kalau tidak, akan menjadi temuan,” kata Bahrumsyah.

Oleh sebab itu, kepala sekolah diminta bisa mencari solusi. Misalnya, di sekolah ada koperasi yang bisa dimanfaatkan. Selain itu, jika ada keuntungan sedikit dari pihak ketiga terhadap penjualan buku, maka bisa disisihkan untuk gaji mereka.

“Komisi B telah mengalokasi bantuan dana dari APBD untuk gaji guru honorer. Yaitu bantuan kesejahteraan guru non-PNS dan nonsertifikasi untuk sekolah negeri dan swasta, dengan total Rp25 miliar lebih. Per bulannya setiap guru honorer mendapatkan bantuan Rp250 ribu,” tuturnya.

Tak hanya itu, mulai tahun 2019, Rp15 miliat dari APBD Medan juga dianggarkan untuk honorer. “Besaran yang akan diterima lumayan sebesar, yakni Rp600 ribu perbulan untuk 1.962 guru,” katanya.

Anggota Komisi B, Surianto meminta Pemko Medan dapat mengatasi persoalan hak guru honorer dengan membuat kebijakan. “Buatlah kebijakan dan berikan gaji yang manusiawi kepada mereka. Sebab mereka juga butuh biaya untuk kehidupan sehari-harinya,” ujarnya.

Diutarakan Surianto, penghasilan guru honor sekolah negeri jika dibandingkan dengan Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU) yang dibentuk Pemko Medan, berbanding terbalik. Padahal, guru itu tugasnya mencerdaskan anak bangsa. “Harusnya guru honorer yang lebih diperhatikan,” ucapnya.

Dia berharap, Kota Medan dapat meniru dengan Kota Depok. Pada APBD-nya telah menyepakati kalau guru honor sekolah negeri yang masa kerjanya 0-4 tahun, akan menerima gaji Rp1 juta per bulan. Dan masa kerja 4-20 tahun menerima gaji Rp4 juta per bulan.

“Kota Depok yang memiliki APBD Rp2,802 triliun saja mau memperjuangkan hak guru honorer sekolah negeri, dengan penghasilan Rp1 juta sampai Rp4 juta per bulan. Kenapa Kota Medan yang notabenenya kota terbesar ketiga dan APBD-nya Rp6 triliun lebih, tidak mampu memperjuangkan itu? Hal ini tentunya perlu disikapi,” tandasnya. (ris)

Exit mobile version