Site icon SumutPos

Satu Orang Punya Lima Sumur Minyak

Foto drone, lokasi sumur minyak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, Kamis(26/4).
Bastin/Komunitas Aceh Flight Forum/Rakyat Aceh

SUMUTPOS.CO – Wajar jika Pemkab Langkat khawatir jika tragedi meledaknya sumur minyak ilegal di Aceh Timur, terjadi di Langkat. Pasalnya, cukup banyak sumur minyak ilegal yang menjadi mata pencaharian masyarakat di sana. Sumur-sumur minyak ilegal ini tersebar di beberapa desa dan beberapa kecamatan. Hampir setiap rumah tangga di sana menggantungkan hidupnya dari sumur minyak ini. Bahkan ada warga yang memiliki lima sumur.

Meski nyawa menjadi taruhannya, namun masyarakat di sana seolah tidak memperdulikan risiko tersebut. Seperti pada 2012 dan 2013 lalu, belasan orang menjadi korban ledakan sumur minyak ilegal tersebut.

“Hampir setiap warga di sini mata pencariannya dari minyak mentah ini,” kata Yetno (54), warga Kecamatan Tanjungpura, Langkat, Minggu (29/4).

Sepanjang sepengetahuannya, di Kecamatan Tanjungpura, ada beberapa masyarakat desa yang mendulang hasil bumi ini. Diantaranya warga Desa Serapu Api, Pematang Tengah, Teluk Bakung, Pematang Serei, Pantai Cermin, Lalang, dan Pekubuan serta Paya Kerupu. “Kalau di kecamatan ini (Tanjungpura, Red), masyarakatnya banyak yang pekerjaannya menyuling minyak,” jelas pria yang awalnya enggan berkomentar soal sumur minyak ilegal ini kepada Sumut Pos.

Bahkan diakuinya, satu orang sedikitnya memiliki lima sampai sepuluh lubang (sumur) yang mereka bor sendiri untuk mengambil isi perut bumi ini. Dengan kedalaman yang dinilai relatif, mulai dari 6 hingga 10 batang pipa galpanis untuk mencapai minyak. “Saya nggak tahu berapa pastinya jumlah sumur minyak di sini. Soalnya, asal mau saja kita ngebornya, setiap lokasi pasti terdapat sumber minyak. Makanya, warga di sini berlomba-lomba melakukan pengolahan dengan membuat dapur seadanya. Paling sedikit, ada lima sumur setiap orang mengebor di sini,” akunya.

Foto: dok. Istimewa
Lokasi sumur minyak di Aceh Timur yang meledak dan terbakar.

Hal sama juga dilakukan warga di Kecamatan Padang Tualang, seperti di Desa Serapu ABC, Bukit Tua, Desa Padang Tualang, dan Desa Buluh Tualang yang merupakan kawasan ladang minyak. Di sini setiap warga juga mengambil kekayaan bumi ini dengan cara manual. “Inikan hasil bumi, apa salah kami melakukan penambangan ini,” tanya seorang warga di sana yang enggan menyebutkan namanya.

Sebab jika beruntung, masyarakat penambang akan cepat mendapatkan pundi-pundi uang. Karena hasil yang dikerjakan, jika beruntung cukup memuaskan hasilnya. “Bayangkan saja, dalam sehari kita bisa menghasilkan ratusan ribu jika beruntung,” kata pria berkacamata ini.

Karena itulah, warga di beberapa desa melakukan pengeboran guna mendulang minyak. Dimana, warga di sana menyedot minyak dari dalam sumur yang sudah dibor dengan kedalaman yang dinilai cukup. Lalu, masyarakat menampungnya didalam sebuah tong. “Setelah disimpan di dalam tong, kemudian minyak mentah itu dimasak. Lalu, dimasukkan ke wadah yang sudah kita sediakan,” jelas pria berkepala plontos ini.

Dijelaskannya, tong yang digunakan untuk merebus minyak mentah tadi diletakkan pipa untuk aliran minyak yang sudah masak ke tong-tong penampungan. Di dalam tong untuk memasak, ada sedikitnya tiga pipa yang tujuannya untuk menghasilkan bensin, solar, dan minyak tanah.

“Caranya simpel, namun risikonya memang cukup tinggi. Tapi demi sejengkal perut ini, apapun kami lakukan. Ya, jika berruntung kita akan mendapatkan uang yang cukup banyak,” ungkapnya.

Menyikapi maraknya penambangan minyak ilegal di Langkat ini, anggota Komisi D DPRD Sumut Baskami Ginting mengatakan, kondisi masyarakat penambang ini perlu dapat perhatian pemerintah. Sebab satu sisi, keterbatasan kemampuan biaya membuat warga menggunakan alat sederhana untuk menambang.

“Kalau masyarakat kecil, tentu harus diperhatikan juga. Pemerintah jangan hanya melihat aturan dan sanksi saja. Karena masyarakat juga kan perlu mendapatkan sumber ekonomi,” sebutnya.

Senada dengan itu, Sekretaris Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, pemerintah telah membatasi kewenangan di bidang ESDM, yakni di pusat dan provinsi. Maka wakil pemerintah pusat di daerah, Pemprov, harus proaktif untuk memantau dan mengawasi aktivitas penambangan masyarakat.

“Pemerintah daerah dapat menyampikan keinginan masyarakat untuk mendapat bagian dari setiap kegiatan penambangan. Pemerintah daerah harus berinisiatif untuk memfasilitasi masyarakat agar jangan sampai melakukan aktivitas yang membahayakan,” katanya.

Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Kadis ESDM Sumut Jubaidi mengatakan, mereka tidak memiliki kewenangan mengeluarkan izin untuk pertambangan minyak. Dinas ESDM Sumut, kata Jubaidi, hanya memiliki kewenangan mengeluarkan izin untuk penambangan jenis Batubara dan Logam serta galian C.

DIRAWAT: Petugas menurunkan korban ledakan sumur minyak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur saat tiba di Rumah sakit umum Zainoel Abidin, Banda Aceh Aceh, Rabu (25/4).
HENDRI/RAKYAT ACEH

Korban Pengeboran Minyak Masih Kritis

Sementara Ari Erliza, korban ledakan sumur minyak ilegal di Dusun Kama Dingin, Desa Pasi Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, yang dilarikan ke RSUP H Adam Malik, belum melewati fase kritis. Dokter Penanggungjawab Pasien (DpjP) Prof Dr Achsanuddin Hanafie SpAn-KAO mengatakan, pasien sedang dirawat di ruang ICU Paska Bedah Lantai III dengan kondisi luka bakarnya cukup berat sekitar 75 persen. “Pasien ini belum melewati fase kritis, sebab masih mendapat dukungan dari pemberian obat-obatan, bernafas menggunakan mesin oksigen dan belum sadar,” kata Prof Achsanuddin Hanafie, kemarin.

Ia juga menjelaskan, dua pasien lainnya yakni Muhammad Rafi AMD (39) dan Zainal Abidin (35), yang sempat ditangani di rumah sakit milik Kemenkes RI ini telah meninggal dunia karena luka bakar 100 persen di sekujur tubuhnya. Untuk langkah intensif selanjutnya, kepada Ari masih diberikan obat-obatan pendukung, pembersihan luka bakar oleh dokter spesialis bedah plastik dan tim dokter lainnya. “Yang jelas, kami merawat pasien ini dengan maksimal sampai Ari sadar,” tutur Prof Achsanuddin Hanafie. (bam/bal/dvs)

Exit mobile version