Site icon SumutPos

Naikkan Tarif Air Untuk Bayar Gaji

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Dirut PDAM Tirtanadi Sumut Sutedi Raharjo.

MEDAN, SUMUTPOS.CO –Kenaikan tarif air yang dilakukan Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Sumut ternyata untuk membayar kenaikan gaji karyawannya. Hal ini terungkap saat rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi C DPRD Sumut bersama Direksi PDAM Tirtanadi Sumut di gedung dewan, Senin (29/5).

Saat RDP tersebut, Dirut PDAM Tirtanadi Sumut Sutedi Raharjo tersudut mendengar penjelasan dan pemaparan dari anggota Komisi C tentang mekanisme kenaikan tarif.

Sutedi akhirnya mengaku kalau gaji karyawan PDAM Tirtanadi tidak pernah naik sejak 2013. Sehingga, menjadi salah satu alasan kenaikan tarif di luar inflasi, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) serta kenaikan tarif dasar listrik (TDL).”Sejak 2013 pegawai PDAM tidak pernah naik gaji, jadi itu salah satu alasannya,” ujar Sutedi.

Sutedi menjelaskan, berdasarkan Permendagri 71/2016 penetapan tarif air disesuaikan dengan kemampuan bayar pelanggan yang berpenghasilan sama dengan upah minimum provinsi serta tidak melampaui 4 persen dari pendapatan masyarakat pelanggan.

“UMP Sumut 2017 sebesar Rp1.961.354,69. Kebutuhan pokok air minum dengan pemakaian 10 Meter kubik/bukan harus dibawah pembayaran maksimal yakni 4 persen dari UMP sebesar Rp78.454,2. Sementara untuk RT-6 hanya 48.100,” jelasnya

Mengenai mekanisme kenaikan, Sutedi berdalih dirinya tidak paham atas peraturan yang harus dijadikannya dasar ketika mengusulkan kenaikan tarif. Menurutnya, apa yang dilakukan PDAM Tirtanadi sudah sesuai dengan aturan termasuk menjadikan Permendagri 71/2016 sebagai dasar kenaikan tarif.”Awalnya ketika menyusun kenaikan tarif kami mengacu kepada Permendagri 23/2006. Di tengah jalan keluar Permendagri 71/2016. Kami lihat tidak ada yang salah dalam mekanismenya,” papar Sutedi.

Tentu saja pengakuan Sutedi memancing kesal para dewan yang hadir. Salah satunya anggota Komisi C Fraksi PDI-P, Sutrisno Pangaribuan yang kesal mendengar penjelasan Dirut PDAM Tirtanadi tersebut. Menurutnya, sudah tidak terbantahkan lagi bahwa mekanisme kenaikan tarif sudah melanggar Perda No 10/2009.

“Mekanisme penetapan tarif air diatur jelas di Perda No 10/2009. Sebelum disetujui Gubernur harus dikonsultasikan ke DPRD terlebih dahulu. Surat permintaan konsultasi sampai ke Komisi C di bulan Maret. Sedangkan persetujuan kenaikan tarif keluar Desember 2016. Kan sudah tidak benar,” terangnya.

Sutrisno lantas menyarankan agar PDAM Tirtanadi Sumut terlebih dahulu menunda kenaikan tarif. Sampai ada kepastian yang jelas mengenai aturan mana yang akan dipakai.”Kalau saya pendapat pribadi, harusnya yang tetap dijadikan dasar kenaikan tarif itu Perda No 10/2009, karena itu lebih kuat. Selain itu dalam hirarki aturan perundang-undangan tidak ada Permendagri yang ada peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah,” paparnya.

Anggota Komisi C Fraksi Demokrat, Meilizar Latief menyangkan adanya alasan tidak pernah naiknya gaji karyawan PDAM sebagai salah satu faktor kenaikan tarif.

“Biaya operasional tidak boleh digabungkan dengan beban gaji,” tegasnya.

Meilizar menilai PDAM Tirtanadi Sumut sebagai perusahaan yang berorientasi kepada keuntungan serta di sisi lain juga berorientasi kepada sosial.”Kalau produk dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat itu baik, saya pikir tidak ada yang salah dengan penyesuaian tarif. Tapi, kenyataan saat ini, pelayanan buruk, malah tarif mau dinaikkan. Kami kecewa dengan kebijakan itu. Banyak keluhan masyarakat tentang pelayanan, jangankan mengalir, hidup saja pun tidak,”sindirnya.

Muslim Simbolon mengatakan hal yang sama.”PDAM ini kan bersifat sosial, kalau beban operasional berat dan tidak bisa ditanggulangi oleh pendapatan, maka bisa disubsidi oleh APBD,” timpalnya.

Ketua Komisi C, Ebenezer akhrinya mengatakan bahwa kenaikan tarif air memang dilakukan dengan mengabaikan Perda No 10/2009. Maka dari itu, kata dia, ada dua yang menjadi kesimpulan rapat dan rekomendasi rapat kali ini. “Pertama itu kenaikan tarif mengabaikan Perda No 10/2009. Kedua, karena melanggar perda maka diminta agar PDAM menunda kenaikan tarif sampai ada kesimpulan dan kepastian tentang kenaikan tarif,” ujarnya.

merasa tidak ada pelanggaran yang dilakukan ketika memutuskan untuk melakukan kenaikan tarif terhitung pemakaian 1 April 2017.

Sebelumnya, dalam RDP tersebut PDAM Tirtanadi bersikukuh menjadikan Permendagri 23/2006 dan Permendagri 71/2016 sebagai dasar hukum. Padahal sejumlah anggota Komisi C DPRD Sumut telah memaparkan sejumlah kesalahan yang dilakukan PDAM Tirtanadi. Khususnya, ketika mengabaikan Perda No 10/2009.

Misalnya, anggota Komisi C DPRD Sumut Muchrid Nasution menyebut ada tahapan yang diatur pada Perda No 10/2009 yang dilupakan PDAM Tirtanadi ketika memutuskan untuk menaikkan tarif.

“Ada pasal yang mengatur bahwa sebelum SK persetujuan ditandatangani Gubernur, PDAM terlebih dahulu melakukan konsultasi ke DPRD. Sedangkan PDAM baru mengajukan rapat konsultasi penyesuaian tarif di bulan Maret. Kan sudah jelas aturan yang dilanggar,” katanya.

Sekretaris Fraksi Golkar ini menyebut Permendagri 71/2016 yang dijadikan dasar atau payung hukum oleh PDAM Tirtanadi Sumut untuk menaikkan tarif baru disetujui September 2016. Sementara itu, SK Gubernur tentang kenaikan tarif ditandatangani Desember 2016. Artinya, PDAM hanya memiliki waktu 4 bulan untuk menyusun kenaikan tarif.

Dia pun sudah mengecek diseluruh PDAM se Indonesia, dan hanya ada satu PDAM yang menjadikan Permendagri 71/2016 sebagai dasar hukum menaikkan tarif. “Hanya PDAM Tirtanadi Sumut yang melakukan kenaikan tarif setelah Permendagri 71/2016 terbit. PDAM Tirtanadi terlalu terburu-buru menaikkan tarif, dan melanggar aturan yang ada. Dewan bukan kapasitas menolak atau menerima, tapi aturan yang ada tolong dipatuhi,” jelas pria yang akrab disapa Coki ini.

Anggota Komisi C, Muslim Simbolon mengatakan SK Gubernur tentang penyesuaian tarif menjadikan Perda No 10/2009 sebagai dasar dan pertimbangan. Sayangnya, PDAM Tirtanadi selaku pelaksana tidak mengindahkan aturan itu. “Karena Gubernur tetap menjadikan Perda No 10/2009 sebagai dasar dan pertimbangan untuk menaikkan tarif, maka aturan yang berlaku di Perda itu harus diikuti,” jelasnya.

Di akhir RDP, Dirut PDAM Tirtanadi Sumut Sutedi Raharjo mengaku belum bisa memastikan apakah akan mengikuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi C tersebut. (dik/ila)

 

Exit mobile version