Site icon SumutPos

Hakim Merry disuap RP 3 Milyar

DITAHAN
Hakim PN Medan Merry Purba mengenakan rompi tahanan menuju mobil tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Rabu (29/8). Merry langsung ditahan bersama tersangka lainnya yakn Panitera Helpandi, serta Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan.

Aroma suap atas vonis Majelis Hakim Tipikor Medan terhadap pengusaha Tamin Sukardi akhirnya terungkap. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Medan Merry Purba dan panitera pengganti Helpandi sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan pengusaha Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

KETUA KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya telah mengantongi cukup bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus suap penanganan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan itu. “Setelah melakukan pemeriksaan awal pasca-tangkap tangan yang dilanjutkan dengan gelar perkara disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN Medan secara bersama-sama terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” ujar Agus dalam konferensi pers di KPK, Rabu (29/8).

Agus menjelaskan, ada commitment fee sebesar 280 ribu dolar Singapura (SGD) dari Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi kepada Merry Purba. Pemberian itu untuk memengaruhi Merry dalam memutus perkara korupsi pejualan aset tanah negara yang menyeret Tamin. Saat vonis, Merry menjadi hakim anggota, dan menyatakan Dissenting Opinion (DO) dalam vonis.

“Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018 TS (Tamin Sukardi) divonis pidana 6 tahun denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa 10 tahun pidana penjara denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar,” kata Agus Rahardjo

Yang menarik, dalam suap di lingkungan peradilan tersebut, ada penggunaan sandi dan kode yang diduga digunakan kedua belah pihak untuk mengaburkan transaksi korupsi. Sementara ini, kode yang teridentifikasi adalah “pohon” yang artinya uang dan “ratu kecantikan” sebagai kata ganti nama hakim. Kode dan sandi lain masih terus dipelajari hingga kemarin. “Seperti kode ‘pohon’ yang berarti uang, dan kode untuk nama hakim seperti ratu kecantikan,” jelas Agus Rahardjo.

Agus juga menyebutkan, Merry menerima uang suap total sebesar SGD 280 ribu tersebut secara bertahap. Uang pertama yang telah diterima Merry sebesar SGD 150 ribu. Sementara uang SGD 130 ribu disita dari tangan panitera pengganti PN Medan Helpandi saat operasi tangkap tangan pada Selasa 28 Agustus 2018. Helpandi diduga akan memberikan uang tersebut kepada Hakim Merry. “Pemberian diduga untuk mempengaruhi putusan hakim,” kata Agus.

Agus juga mengungkapkan, OTT di PN Medan kemarin, berawal dari informasi masyarakat. Dari informasi tersebut, Tim KPK melakukan penyelidikan. Hasilnya, diketahui ada indikasi penerimaan uang dari Panitera Pengganti PN Medan, Helpandi kepada Merry Purba selaku Hakim Adhoc Tipikor di PN Medan.

“Kemudian dari informasi tersebut, tim mengamankan H (Helpandi), pada 28 Agustus 2018 sekitar pukul 08.00 WIB di sekitar PN Medan,” ungkap Agus.

Dari tangan Helpandi, kata Agus, KPK mengamankan uang dalam pecahan dolar Singapura sebanyak SGD 130 ribu. Usai ditangkap, Helpandi dibawa Tim Satgas KPK ke kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk dilakukan pemeriksaan awal.

Sementara itu, sambung Agus, Tim Satgas lainnya mengamankan seorang pihak swasta bernama Sudarni sekitar pukul 09.00 WIB di kediamannya di Jalan Cendrawasih Kota Medan. Sama seperti Helpandi, Sudarni turut dibawa ke kantor Kejati Sumut untuk mejalani pemeriksaan.

Secara paralel, sambung Agus, Tim Satgas KPK mengamankan seorang pihak swasta lainnya yang bernama Tamin Sukardi di kediamannya, di Jalan Thamrin, Medan sekitar pukul 09.00 WIB. Tim penindakan KPK kemudian melakukan pemeriksaan awal di rumah Tamin.

Selanjutnya, masih di hari yang sama, Tim Satgas KPK lainnya mengamankan berturut-turut hakim Merry Purba, Sontan Merauke Sinaga, Wahyu Prasetyo Wibowo bersama Kepala PN Medan, Marsuddin Nainggolan di kantor PN Medan sekitar pukul 10.00 WIB. “Selain itu, tim juga mengamankan seorang Panitera Pengganti OS (Oloan Sirait) di PN Medan,” papar Agus.

Usai ditangkap, kelimanya kemudian dibawa ke kantor Kejati Sumut untuk menjalani pemeriksaan awal. Agus menjelaskan, untuk kepentingan pemeriksaan lanjutan, tim Satgas KPK memberangkatkan tujuh dari delapan orang yang diamankan ke Jakarta. Mereka diterbangkan dalam tiga jadwal penerbangan.

“Adapun Hakim Merry, diperiksa di Gedung KPK hari ini (kemarin, Red), sekitar pukul 08.40 WIB. Tearkhir, WPW dan SMS tiba di Gedung KPK hari ini sekltar pukul 11.30 WIB,” ujar Agus.

Sebagai penerima suap, Helpandi dan Merry disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara, usai diperiksa kemarin, Merry yang tampak lelah membantah sangkaan KPK terhadap dirinya. Hakim yang kini ditahan di rutan cabang KPK di gedung penunjang itu mengaku tidak pernah menerima uang sebagaimana disangkakan KPK. Dia pun menyebut alasan dissenting opinion murni dari dirinya sendiri, bukan karena suap. “Saya nggak pernah menerima uang, saya nggak tahu, makanya saya bingung, sampai sekarang saya bingung,” ujarnya saat keluar dari gedung KPK petang kemarin.

Sementara Tamin dan Elpandi tidak berbicara sepatah katapun ketika masuk kendaraan tahanan KPK. Mereka memilih bungkam ketika melintasi kerumunan awak media yang menghadangnya di lobi gedung 16 lantai tersebut.

Sementara, setelah menyandang status tersangka kasus suap, Merry Purba resmi diberhentikan sementara sebagai hakim adhoc. ”Untuk hakim adhoc Merry Purba, kita berhentikan sementara dulu karena sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara yang lain kami tidak berani untuk melakukan pemberhentian sementara,” kata Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (29/8).

Sejauh ini, MA tidak mau gegabah untuk langsung melakukan pemberhentian kepada para tersangka lain yang turut tertangkap dalam OTT. “Masih menunggu. Tim kami juga masih memeriksa dan kita minta informasi juga kepada KPK dan rekan-rekan di PN Medan. Kita tidak gegabah juga. Dan kepada panitiera pengganti itu juga kita lakukan pemberhentian sementara,” ungkapnya.

Rekam Jejak Hakim PN Medan Buruk
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta mengatakan, dalam catatan mereka, hakim di PN Medan memiliki rekam jejak yang tidak terlalu baik dari sisi integritasnya. Hal ini disampaikannya saat turun ke PN Medan pasca penangkapan 4 orang hakim dan 2 panitera yang dilakukan oleh KPK di PN Medan.

“Peristiwa ini bukan sesuatu yang instan dan mengenai rekam jejak hakim di PN Medan, memang ada catatan tersendiri bagi kami di KY bahwa integritasnya tidak terlalu baik,” katanya kepada wartawan, Rabu (29/8).

Sukma menjelaskan, kedatangan mereka ke PN Medan dilakukan dalam rangka berkoordinasi dengan pihak Pengadilan Tinggi (PT) Medan selaku pengawas hakim internal di Sumatera Utara. Dalam pertemuan tersebut menurutnya, KY menyampaikan catatan mereka terkait integritas hakim di PN Medan untuk kemudian ditindaklanjuti hingga ke MA. Mereka berharap tindaklanjut dari catatan tersebut dapat dilakukan dengan upaya penguatan bagi para hakim dalam menjunjung integritas saat menyelesaikan perkara.

“Kami tadi membicarakan kerjasama dalam peningkatan integritas hakim. Dalam beberapa waktu terakhir memang sudah ada kerjasam KY, KPK dan MA khususnya dalam peningkatan integritas terutama mencegah OTT. Kami tekankan pada para hakim bahwa salah atau benar perkara ada ditangan mereka. Artinya suap itu sangat bertentangan dengan kode etik hakim,” ujarnya.

Terkait kasus yang menimpa hakim dan panitera di PN Medan tersebut, Sukma mengaku hanya akan bertindak dari sisi pengawasan etik. Sedangkan penyelesaian kasus dalam bentuk penegakan hukum terhadap mereka sepenuhnya diserahkan kepada prosedur hukum yang ada.

“Penegakan kode etik dan penegakan hukum bisa dilakukan sejalan. Kami dari KY hanya melihat dari aspek kode etiknya saja jadi jangan salah paham,” pungkasnya.

Apresiasi KPK
Sementara, Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli mengaku prihatin atas kejadian yang menimpa lembaga hukum di Medan. “Ya kita prihatin, kenapa bisa sampai seperti ini terjadi? Karena masalah kita yang lalu saja masih belum tuntas,” ujar Nezar, Rabu (29/8).

Namun, dirinya sebagai wakil rakyat, mengapresiasi langkah KPK dalam melakukan OTT di lembaga hukum seperti pengadilan tersebut. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa KPK serius dalam memberantas praktek korupsi dan suap menyuap selama ini. Meskipun diakuinya, target kali ini terbilang cukup besar, Kepala Pengadilan Negeri Medan.

“Berarti masih ada praktek seperti ini terjadi di sini. Ya kita menilai kinerja KPK dalam hal ini cukup baik yang mampu melakukan OTT kepada Kepala Pengadilan Negeri Medan,” katanya.

Dirinya pun berharap persoalan seperti ini tidak terjadi lagi di Sumut. Apalagi kemudian hal ini dikaitkan dengan dugaan suap menyuap terkait persoalan penjualan aset negara yang melibatkan nama Tamin Sukardi. (bbs/gus/bal)

Exit mobile version