Site icon SumutPos

KPK Mengulang Pertanyaan

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PEMERIKSAAN_Penyidik KPK keluar dari ruangan usai memeriksa 10 dari 46 yang di panggil kpk untuk di periksa di Mako Brimob Jalan Wahid Hasyim Medan, Selasa (30/1) Sebanyak 46 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Di Mako Brimob Polda Sumut. Pemeriksaan berlangsung sejak 29 Januari-3 Februari 2018 mendatang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemeriksaan KPK terhadap belasan mantan Anggota DPRD Sumut 2009/2014, di Mako Brimob Polda Sumut, Selasa (30/1), hanya mengulang pertanyaan seputar suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Selain mantan legislator, juga hadir Kadishub Sumut Anthony Siahaan dan mantan Sekdaprov Sumut Hasban Ritonga.

Dari pemeriksaan tersebut, sejumlah mantan anggota DPRD Sumut yang keluar dari gedung utama Mako Brimob Polda Sumut di Jalan KH Wahid Hasyim Medan itu, terlihat bergegas memasuki mobil dan enggan memberikan keterangan terkait pertanyaan apa saja yang diberikan KPK kepada dirinya. Adalah Darmawan Sembiring (Fraksi PDS) yang sempat ditemui wartawan hanya mengangkat tangan dan menolak berkomentar.

Sedangkan mantan anggota DPRD Sumut Rijal Sirait, justru terlihat tenang dan menjawab pertanyaan wartawan satu per satu tentang apa saja yang dipertanyakan penyidik KPK kepadanya. Mengenakan baju putih dan mengendarai mobil putih, dirinya mengaku bahwa petugas dari lembaga antirasuah tersebut menyoal proses pengesahan APBD Sumut TA 2012, 2013, 2014 dan 2015. “Prosesnya hari ini sama (seperti pemeriksaan sebelumnya). Untuk APBD Sumut, termasuk 2015 awal, karena itu masih (periode) kita di akhir tahun 2014,” ujar Rijal.

Ia mengatakan, ada sekitar 17 atau 18 pertanyaan yang dilontarkan penyidik KPK kepadanya seputar kasus suap di DPRD Sumut. Menurutnya, ini merupakan pemeriksaan keempat kalinya terhadap dirinya.

Dirinya juga menjelaskan, pertanyaan yang sama dilontarkan penyidik KPK kepadanya terkait tarik ulur interpelasi kepada Gubernur Sumut saat itu, Gatot Pujo Nugroho. Dalam hal ini katanya, dipersoalkan upaya interpelasi dari dewan. Sebab, di sisi lain, laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur tetap tidak ditolak. “Iya interpelasi itu kan perorangan, kalau fraksi rame-rame. Makanya beberapa fraksi membuat beberapa catatan terhadap kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur,” sebutnya.

Diakuinya, materi hak interpelasi itu terkait kebijakan Gatot ketika itu, termasuk soal istri kedua Gatot, Evy Susanti yang menjadi pusat perhatian publik di Sumut. “Yang pertama hak interpelasi, suka hati-hati Gatot mengganti kepala SKPD. Kemudian, tentang bagi hasil. Kita sangat mengkritik itu, termasuk mengkritik soal beristri dua. Itu juga kita interpelasi,” ungkapnya.

Sementara soal pengembalian uang ‘suap’ interpelasi, lanjut Rijal, juga menjadi pertanyaan penyidik KPK kepada dirinya. Mengingat, ada yang menarik dukungan interpelasi dengan mencabut tandatangan, serta adanya potensi yang bersangkutan menerima ‘dana’ dimaksud atau tidak. Dirinya menceritakan bahwa pada saat itu, mantan rekannya (alm) Ali Jabbar Napitupulu juga menarik tandatangan namun disebutkan tidak menerima pemberian dari pihak eksekutif.

“Saya tanya ke beliau (alm Ali Jabbar) waktu itu, katanya sudah bertemu Gatot dan diminta untuk mencabut tandatangan. Alasannya, mereka berteman baik. Kalau kita tidak, kita lanjut terus,” sebutnya.

Pertanyaan yang sama juga disebutkan Rijal seperti menerima atau tidak uang suap interpelasi, adakah pertemuan antara pimpinan dewan dengan Banggar dan Eksekutif serta pertemuan di luar jalur yang telah disediakan melalui mekanisme Banggar. Begitu juga soal rekaman dan SMS, diakuinya tidak disebutkan di pemeriksaan itu.

“Berkas hari ini tidak ada, karena yang lalu kita sudah diperiksa berkas. Yang lalu kan proses APBD, bagaimana KUA-PPAS, dan lainnya sudah dibongkar,” sebutnya.

Rijal juga menyebut, melihat Kadishub Sumut Anthony Siahaan ikut diperiksa KPK. Namun tidak ada pembicaraan antara mereka saat berada di ruang pemeriksaan.

Menanggapi hal itu, Kadishub Sumut Anthony Siahaan membenarkan bahwa dirinya memenuhi panggilan KPK di Mako Brimob Polda Sumut. Namun diakuinya, ia hanya memberikan beberapa keterangan saja terkait hal interpelasi. Bahkan pertanyaan penyidik juga sama dengan yang sebelumnya. Sehingga tidak ada yang mendalam, mengingat pemeriksaan hanya berlangsung sekitar 30 menit.

“Bayangkanlah, waktunya cuma setengah jam saya di dalam. Jadi hanya beberapa keterangan saja, yang dulu juga, nggak masalah. Tidak tahu kalau kawan-kawan yang lain,” sebutnya.

Diketahui, dalam kasus suap ini sudah menjerat sejumlah pimpinan DPRD Sumut dan mantan Gubernur Sumut, Gatot Pudjo Nugroho. Atas perbuatannya, Gatot divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim pada 9 Maret 2017 lalu.

Dalam kasus korupsi dengan melakukan penyuapan terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019. Ada hal yang mengejutkan, dimana hakim menvonis Gatot lebih tinggi dari tuntutan Penuntut Umum KPK dengan menuntutnya dengan hukuman 3 tahun penjara.

Dalam kasus suap ini, Gatot menyuap pimpinan dan anggota DPRD Sumut dengan total Rp61,8 miliar. Ada 8 item penyuapan yang dilakukan Gatot terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut. Yakni persetujuan Laporan Pertanggungjawaban APBD Sumut tahun 2012, persetujuan Perubahan APBD Sumut 2013. Kemudian persetujuan APBD Sumut 2014, persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2014,  persetujuan APBD Sumut 2015, menyetujui LPJP APBD Sumut TA 2014, dan menyetujui terhadap LKPJ APBD Sumut 2014; serta Pembatalan Pengajuan Hak Interpelasi Anggota DPRD Sumut Tahun 2015.(bal/gus/adz)

Exit mobile version