Site icon SumutPos

Layanan Jampersal Bisa tak Maksimal

Petunjuk tekhnis (juknis) dari Kemenkes RI tentang program Jaminan Persalinan (Jampersal) sudah turun. Di Sumatera Utara, anggarannya sebesar Rp110.846.366.000 untuk 33 kabupaten/kota. Sehingga kaum ibu yang ingin melakukan persalinan sudah bisa menikmatinya.

Namun, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS, Siti Aminah mengaku khawatir jika pelayanan dari program Jampersal ini bakal tak maksimal. Pasalnya, klaim yang diterima tim medis maupun rumah sakit sangat minim yakni, untuk persalinan normal Rp350.000, pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali per ibu hamil Rp10.000 sekali pemeriksaan, dan pelayanan setelah persalinan (nifas, bayi baru lahir dan KB) Rp10.000 sebanyak tiga kali kunjungan serta pelayanan pasca keguguran, persalinan per vaginaan dengan tindakan emergensi dasar sebesar Rp500.000.
Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos Bagus Syahputra dengan Siti Aminah, beberapa hari lalu.

Seperti apa Anda menilai program Jampersal yang bakal dilaksanakan?
Saya menilainya, petunjuk teknis (Juknis) dari program Jampersal ini harus dikaji ulang. Sebab, Jampersal hanya berlaku persalinan ibu hamil untuk anak pertama dan kedua saja. Bagaimana bagi ibu yang sedang menjalani persalinan anak ketiga? Pasti dia tidak bisa merasakan manfaat dari program ini. Seharusnya, Jampersal untuk semua anak.

Walau program Jampersal untuk mendukung keluarga berencana, tapi semua anak yang dilahirkan dari rahim ibu itu berhak mendapatkan pertolongan medis sewaktu bersalin secara maksimal. Nah, seharusnya Jampersal berguna bagi semua anak.

Lalu, apakah Anda yakin pelayanan yang diberikan dari program Jampersal ini dapat berjalan maksimal?
Saya kurang yakin, karena nilai klaim yang diberikan kepada tim medis sangat murah. Saya takut, pelayanan dari tim medis terhadap pasien Jampersal tidak maksimal.

Kemudian, pihak rumah sakit maupun klinik bersalin akan nombok akibat klaim yang sangat murah tersebut. Harusnya, Menkes memberikan tarif yang sesuai dengan biaya normal di masing-masing kabupaten/kota.

Menurut Anda, apakah program ini mampu menekan angka kematian ibu dan anak?
Harus dipahami, melahirkan tidak seperti kita bekerja, waktunya sudah diatur. Tapi, seorang ibu bisa melahirkan kapan saja. Bisa dini hari, malam hari maupun siang hari.

Saya pernah melihat seorang ibu yang akan melahirkan meninggal dunia karena dokter piket pada malam hari tidak ada. Harusnya ibu tersebut melahirkan dengan cara operasi, dipaksa normal. Akhirnya ibu dan bayinya meninggal dunia.

Dari pengalaman itu, program Jampersal harus didukungan dengan tim medis yang memadai seperti di rumah sakit umum harus siaga dokter jaga dan peralatan medis yang memadai.

Program ini belum diketahui masyarakat luas, lalu bagaimana masyarakat bisa memanfaatkan program ini?
Program ini awalnya direncanakan berjalan sejak Januari 2011 lalu. Namun akhirnya molor, baru akhir Maret ini juknisnya turun dari Menkes. Agar program ini bisa bermanfaat bagi masyarakat, Dinkes kabupaten kota harus mempublikasi melalui media massa, membuat brosur atau selebaran dan sebagainya.

Yang saya khawatirkan, program ini tidak menyentuh kaum ibu yang ada di perkampungan karena tidak mengetahui program Jampersal ini. Ditambah lagi, tidak ada publikasi yang memberitahukan akan program Jampersal ini.
Karenanya, ini menjadi tugas kita bersama untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat, khususnya peran media yang paling vital. Karena melalui media semua akan cepat sampai ke masyarakat.(*)

Exit mobile version