Site icon SumutPos

Bingung, Wali Pengantin Salaman Lewat Webcam

Menikah secara Online; Dua Mempelai di Jepang, Keluarga di Indonesia

Tidak bisa pulang kampung ke Indonesia, pasangan ini akhirnya menikah di Kota Hamamatsu, Jepang. Karena keluarga mempelai perempuan tidak mampu berangkat ke Negeri Sakura, prosesi ijab kabul pun dilakukan secara online.

MUKHTAR LUTFI, Magelang

WARUNG internet (warnet) di kawasan Sleko, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Minggu (29/5) pagi mendadak ramai. Tidak seperti biasanya, hari itu di warnet tersebut dipenuhi puluhan orang berpakaian rapi. Yang pria rata-rata berbatik, sedangkan yang perempuan berkebaya. Mereka memenuhi ruangan seluas 3 x 6 meter persegi di warnet itu.

Seperti halnya sebuah warnet, di tempat itu juga dipenuhi sejumlah meja dan kursi serta seperangkat komputer. Akibatnya, tempat yang tergolong sempit itu menjadi semakin sempit dengan hadirnya puluhan orang tersebut.
Di antara mereka, ada yang duduk di kursi. Bahkan, ada satu kursi diduduki dua orang.

Ada juga yang  memilih berdiri. Beberapa anak kecil yang ada di antara puluhan orang itu malah asyik mengutak-atik komputer.
Puluhan orang tersebut memang bukan sedang menyewa warnet.

Pagi itu mereka ingin menyaksikan prosesi pernikahan Lho, menyaksikan prosesi pernikahan di warnet? Itulah yang terjadi kemarin.

Mereka yang hadir di warnet tersebut adalah keluarga Desi Rahmawati (26) asal Desa Randusari, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo. Hari itu Desi dinikahi Suratno (29), warga Desa Karangwuni, Kecamatan Bekonang, Kabupaten Sukoharjo. Jika keluarga pengantin perempuan harus puas menyaksikan prosesi tersebut di warnet, itu disebabkan dua mempelai melangsungkan pernikahan di sebuah masjid di Kota Hamamatsu, Jepang.

Di warnet, keluarga Desi harus puas menyaksikan ijab kabul pernikahan tersebut lewat sebuah layar proyektor yang dipasang di tembok sisi kanan. Tampak di layar proyektor itu dua mempelai duduk di antara puluhan orang yang juga duduk.

Pengantin pria mengenakan jas putih dipadu celana gelap. Sedangkan pengantin perempuan memakai kebaya berwarna senada dipadu jilbab dengan variasi manik-manik. Di hadapan keduanya, seorang penghulu siap memimpin prosesi suci itu.

Di warnet, di antara puluhan orang keluarga Desi yang hadir, ada ayah dan ibunya. Keduanya duduk di barisan depan, menyaksikan dengan serius pernikahan anak sulungnya tersebut.

Keluarga mempelai pria sudah diwakili saudaranya di Jepang. Pemilik warnet menyediakan fasilitas itu karena sang mempelai pria adalah mantan rekan kerjanya saat di Jepang.

Pukul 08.25 WIB atau pukul 10.25 waktu Jepang, prosesi akhirnya dimulai. Setelah upacara pembukaan, dilanjutkan dengan serah terima wali nikah dari keluarga mempelai perempuan kepada perwalian pernikahan yang didatangkan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jepang bernama Bambang Haryanto.

“Saya melimpahkan perwalian untuk pernikahan anak saya, Desi Rahmawati, kepada Saudara Bambang Haryanto,” kata ayah mempelai perempuan, Rahmat. Wajah pria paro baya itu terlihat tegang.  Tangan kanannya memegang mikrofon kecil dan mengalungkan sebuah headphone.

Hal yang tak diinginkan terjadi beberapa saat kemudian. Tiba-tiba semua perangkat komputer, termasuk layar proyektor, mati. Ternyata ada pemadaman listrik. Rahmat yang sejak awal terlihat tegang tampak semakin tegang dan kali ini panik. Beberapa operator warnet yang sejak awal juga mengikuti prosesi tersebut pun ikut-ikutan panik.
Untung, pemadaman listrik tak berlangsung lama. Tak sampai satu jam, listrik kembali menyala. Teriakan gembira langsung pecah. Dengan nada sedikit gemetar, Rahmat mengulangi pernyataannya untuk minta kepada petugas KBRI agar mewakilinya menjadi wali dalam pernikahan putri sulungnya.

Usai menyerahkan hak perwaliannya itu, Rahmat kembali bingung. Bukan karena listrik padam lagi. Tapi, sesuai dengan kebiasaan selama ini, usai menyerahkan pewalian kepada orang lain, sering diikuti dengan berjabat tangan. Rahmat tertegun. Bagaimana dia harus bersalaman dengan Bambang Haryanto, orang yang telah dia beri mandat untuk menjadi wali bagi Desi?

Ketika Rahmat sedang tertegun,  penghulu yang menikahkan kedua mempelai rupanya paham. Dia lantas menjulurkan tangannya ke webcam (kamera yang merekam gambar untuk ditampilkan di internet, Red). Rupanya, penghulu tersebut ingin memberi tahu Rahmat bahwa salaman bisa dilakukan dengan cara menjulurkan tangan kanannya ke webcam. Rahmat pun paham. Maka, dia langsung menjulurkan tangan kanannya sampai menyentuh webcam, seperti orang yang akan bersalaman. Saking semangatnya, Rahmat malah menggenggam webcam. Sontak, keluarga yang menyaksikan adegan itu tertawa.

Prosesi kemudian dilanjutkan. Pada layar proyektor, terlihat wajah tegang kedua mempelai saat melakoni prosesi ijab kabul. Setelah dinyatakan sah oleh para saksi dan orang-orang yang hadir, wajah kedua mempelai yang semula tegang berubah menjadi semringah.

Suranto lantas menyerahkan maskawin berupa seperangkat alat salat dan uang senilai 20 ribu yen kepada Desi. Sesaat kemudian, mempelai perempuan mencium tangan pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu. Suranto membalas dengan mencium kening Desi.

Usai prosesi sakral tersebut, kedua mempelai menyempatkan diri ngobrol dengan keluarganya melalui webcam. Tidak banyak kalimat yang diucapkan. Mereka hanya meminta doa dan harapan supaya pernikahan yang mereka lakoni langgeng. “Doa restunya saja ya Pak, Bu,” kata Desi yang mulai tak kuasa menahan tetesan air matanya.
“Iyo nduk, ati-ati ya neng kono, dongo bapak ibu kanggo kowe wong loro. Mugo-mugo dadi keluarga sakinah (iya nak, hati-hati di sana. Doa ayah dan ibu selalu untuk kalian. Semoga menjadi keluarga yang sakinah),” tutur Rahmat. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. “Wes mengko sambung maneh lewat telepon (Sudah ya, nanti disambung lagi lewat telepon),” ujarnya. Proyektor dan perangkat komputer kemudian dimatikan.

Usai acara, Rahmat menjelaskan, prosesi pernikahan putrinya harus dilakukan secara online karena anaknya yang menjadi bidan di Jepang masih terikat dalam masa kontrak kerja sehingga sulit mengurus pernikahan di Indonesia. Desi sudah dua tahun di Jepang. Sedangkan suaminya sudah empat tahun dan bekerja di sebuah perusahaan otomotif. “Mereka kenal di sana. Mulai pacaran dan meminta restu untuk menikah,” terangnya.

Awalnya, dia bingung dan menawarkan untuk menunggu hingga kontrak di Jepang habis. Sehingga, bisa menyelenggarakan akad nikah di rumah. “Namun, pihak KBRI menawarkan cara ini. Jadi, kami sambut baik,” katanya, usai prosesi. “Nanti, pestanya mungkin kalau mereka sudah pulang,” tambahnya.

Pemilik Warnet, Agus, mengungkapkan dirinya memfasilitasi mempelai laki-laki yang merupakan rekan kerjanya semasa di Jepang. Dia menjelaskan, acara ini digelar melalui fasilitas chatting di Yahoo Messenger. “Cara ini mudah dilakukan, tetapi harus di jaringan internet yang memiliki akses cepat,” katanya.
Dengan demikian, beberapa perangkat komputer yang biasa dia rentalkan, pagi kemarin terpaksa dia hentikan sementara. “Supaya aksesnya kuat,” tambahnya. (jpnn/c3/c4/kum)

Exit mobile version