Site icon SumutPos

Diskominfo Sumut dan Medan Imbau Registrasi Ulang SIM Card

Kepala Dinas Kominfo Sumut, HM Fitriyus.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mulai hari ini, Selasa (31/10), setiap pemilik nomor telepon seluler (ponsel) wajib melakukan registrasi ulang Subscriber Identity Module (SIM) Card. Jika tidak, nomor ponsel bisa tidak aktif. Registrasi itu merupakan upaya pemerintah dalam mencegah penyalahgunaan nomor pelanggan. Terutama pelanggan prabayar dalam upaya memberikan perlindungan kepada konsumen serta untuk kepentingan national single identity.

Namun, kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini tidak tersosialisasi maksimal ke daerah. Bahkan, Kepala Dinas Kominfo Sumut HM Fitriyus mengaku, hingga kini mereka belum menerima surat edaran dari Kementerian Kominfo RI tentang imbauan meregistrasi ulang kartu SIM sesuai identitas pemilik yang benar berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).

Walau begitu, Fitriyus mengaku tetap menyampaikan kepada masyarakat agar melakukan registrasi. “Sederhana saja melalui handphone (HP) dan mudah, selanjutnya ikuti petunjuknya. Mungkin saja untuk validasi data, kan memang perlu. Misalnya untuk memastikan, apakah benar itu atas nama yang bersangkutan,” sebut Fitriyus kepada Sumut Pos di ruang kerjanya, Senin (30/10).

Diakuinya, informasi yang menyesatkan atau hoax beberapa waktu belakangan ini marak beredar di masyarakat, termasuk melalui jalur SMS atau media chat lain seperti WhatsApp yang menggunakan data nomor telepon sebagai syarat pendaftarannya. Sehingga dirinya menganggap imbauan berdasarkan Peraturan Menkominfo RI Nomor 12/2016 ini untuk kebaikan bersama.

Pun begitu, lanjut Fitriyus, kewenangan sosialisasi ini ada di pemerintah pusat. Karena itu, pihaknya hanya bisa melakukan sebatas imbauan kepada masyarakat. “Jadi sifatnya masih imbauan. Kita akui memang, sosialisasinya kurang karena untuk pendaftaran mulai 31 Oktober ini, kita tidak ada menerima edaran. Meskipun memang tujuannya menghindari penyalahgunaan data,” katanya.

Dinas Kominfo Kota Medan juga mengaku belum menerima surat edaran resmi terkait kebijakan registrasi ulang tersebut. Menurut Sekretaris Diskominfo Kota Medan, Mansyur, mereka cuma menerima pesan siaran (broadcast) via WhatApp. “Informasi itu langsung dari pusat (Kemenkominfo). Tidak ada surat resmi kepada kami. Saya saja tahunya baca pesan melalui WA (WhatApp),” ungkapnya kepada Sumut Pos, Senin (30/10).

Meski begitu, Diskominfo Medan tetap menindaklanjuti kebijakan tersebut dengan memanfaatkan media sosial (medsos) untuk menyosialisasikan kepada masyarakat dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemko Medan. “Diantaranya selain broadcast WA, via Facebook, Twitter, Instagram sudah langsung kami sebarkan. Harapannya agar masyarakat tahu akan informasi penting itu,” katanya yang juga mengetahui pesan itu melalui WA.

Pihaknya mengimbau agar masyarakat bisa menindaklanjuti pesan dari Kemenkominfo tersebut. Apalagi hal ini berkaitan dengan kelangsungan pemakaian SIM card masyarakat, terkhusus pelayanan komunikasi seluler. “Kami harap masyarakat juga proaktif merespon pesan registrasi kartu prabayar ini, kepada keluarga dan kerabat-kerabat. Sehingga nantinya kartu sim mereka tidak terblokir,” katanya.

Diketahui, sejak pekan lalu informasi daftar ulang SIM card sudah disosialisasikan Kementerian Kominfo. Proses registrasi dilakukan dengan mengirimkan SMS ke 4444 dengan format NIK#NomorKK#.  Sedangkan untuk pelanggan lama dengan format ULANG#NIK#Nomor KK#. Proses registrasi dinyatakan berhasil apabila data yang dimasukkan oleh calon pelanggan dan pelanggan lama prabayar tervalidasi.

Menanggapi keharusan registrasi tersebut, seorang warga Medan Vina mengaku imbauan yang diberikan pemerintah terkesan membuang waktu dan mubazir. Sebab aturan ini sudah dimulai sejak 2005 lalu, namun tidak menunjukkan adanya perubahan atas pelayanan dan pengawasan kepemilikan kartu Sim yang masih bebas dijual dan dibuang ketika sudah habi dipakai, tanpa menerakan identitas yang jelas dan valid.

“Ini bukan soal mau atau tidak, merepotkan atau tidak. Tetapi apa selama ini aturan registrasi itu sudah berjalan efektif. Nyatanya sejak aturan ini ada tahun 2005, tetap saja banyak kartu perdana yang dijual bebas tanpa harus registrasi data yang jelas siapa pemilik nomornya,” kata Vina.

Menurutnya, imbauan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa melindungi masyarakat atas persoalan maraknya konten hoax, teror dan sebagainya yang dinilai mengganggu pengguna jasa telekomunikasi. Sebab jika pengawasan tidak dilakukan secara ketat kepada provider, maka keberadaan kartu perdana tanpa registrasi jelas, masih akan terus ada.

“Yang menyediakan kartu ‘sekali pakai buang’ itu kan provider telekomunikasi, perusahaannya, kenapa sekarang masalah itu kemudian dibebankan ke masyarakat pengguna? Ini yang kita sebut aneh. Ya ujung-ujungnya pengumpulan data namanya. Harusnya pemerintah mengurusi aturan yang meringankan masyarakat,” katanya.

Dirinya meminta pemerintah untuk bercermin pada pengalaman aturan sebelumnya. Terutama soal penentuan tarif komunikasi yang harusnya dibatasi agar tidak terlalu mahal. Padahal jika melihat contoh banyaknya kartu perdana ‘sekali pakai buang’ dijual bebas dengan harga murah dalam bentuk promosi, negara harusnya hadir sebagai pengendali karena prilaku hoax justru semakin marak. (bal/prn/adz)

Exit mobile version