Site icon SumutPos

Akhlak Mustika Hidup

Firman Allah dalam hadis qudsi:”Aku-lah Allah, telah Ku-ciptakan hamba-hambaKu dengan ilmuKu. Siapa Ku-kehendaki kebaikan baginya
Ku-bekali dia dengan akhlak yang baik dan siapa Ku-kehendaki kebinasaan baginya Ku-bekali dia dengan akhlak yang buruk”.
(Riwayat Abu Syaikh dari Ibnu Umar).

Oleh:
Drs H Hasan Maksum Nasution, SH, S.PdI, MA

Akhlak adalah mustika yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainnya (hewan). Manusia tanpa akhlak akan kehilangan derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dan merosot ke derajat binatang, dan manusia yang telah membinatang ini sangat berbahaya.
Ia akan lebih jahat dan lebih buas daripada binatang buas sendiri, maka sekiranya telah lenyap dari masing-masing manusia, kehidupan menjadi hancur berantakan, orang tidak lagi peduli soal baik atau buruk, haram atau halal. Dalam kenyataan, rupanya memang betul demikian. Akhlak sangat urgen bagi kita semua. Urgensi akhlak itu tidak saja dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peranan akhlak sangatlah penting dalam kehidupan kita di dunia ini, sampai-sampai ke-utusan semua Nabi misalnya, misi moral, untuk membawa manusia kepada akhlak mulia. Itulah sebabnya ke-utusan Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi akhir zaman mengemban tugas utama “li utammima makaarimal akhlaak” untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Akhlak Prioritas Utama

Karena akhlak manusia tidak sama, ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang tinggi ada yang rendah, ada yang mulia dan ada yang hina, demikian pula sifat kepribadiannya berbeda-beda antara satu dengan lainnya, ada yang bersifat penyayang dan ada yang bersifat dengki/kejam, ada yang kasar dan ada lemah lembut, sehingga dapat disimpulkan sifat dan watak manusia menjadi empat macam; ada tabiat rububiyyah, tabiat bahimiyyah, tabiat syaithoniyyah, dan tabiat sabu’iyyah.

Sifat/tabiat rububiyyah, yakni tabiat ke-Tuhan-an, suatu tabiat yang cenderung kea rah perbuatan yang sesuai dengan kehendak dan kerelaan Tuhan, sehingga selalu ingin berbuat baik, serta mendapatkan ridho dari Allah swt.

Sifat/tabiat bahimiyyah,yakni tabiat binatang ternak yang hanya mementingkan nafsu makan, minum, tidur, dan sebagainya. Manusia yang bertabiat bahimiyyah ini tidak lagi menghiraukan urusan agama, ibadah maupun ilmu pengetahuan, seluruh waktunya hanyalah dihabiskan untuk mencari harta kekayaan untuk kepuasan nafsunya, dan hartalah menjadi ukuran segala-galanya.

Sifat/tabiat syaithoniyyah, yakni tabiat syaithan yang selalu ingin menggoda dan menjerumuskan orang lain maupun pada dirinya sendiri kepada kesesatan dan kemungkaran. Sifat/tabiat sabu’iyyah, yakni tabiat binatang buas yang mempunyai kecenderungan ke arah perbuatan-perbuatan yang melanggar dan merampas hak orang lain, ingin memangsa, menzalimi dan sebagainya.

Sifat/tabiat yang bermacam-macam ini, manusia harus mengaturnya, maka agama Islam yang akan berperan membimbing manusia agar dapat menyalurkan tabiatnya menurut tuntunan hidup yang abadi, sehingga tidak terjerumus ke arah kejahatan dan kemungkaran. Untuk itu, maka ajaran akhlak karimah akan membimbing manusia sebaik-baiknya, supaya memiliki hati yang bersih dan mental yang kuat, sehingga dapat menempatkan diri sebagai makhluk yang mulia untuk dapat mengendalikan dirinya dari tabiat yang kurang baik ke arah tingkah laku yang baik.

Oleh sebab itu, dapatlah, bahwa tujuan utama dari penyempurnaan akhlak adalah agar terciptanya insan kamil atau manusia sejati yang dalam istilah falsafah Jawa memiliki “aji roso sejati” artinya manusia yang memiliki rasa lan rumongso. Memiliki rasa artinya mempunyai perasaan dan tata krama dalam bergaul dengan sesama manusia di segala lapisan masyarakat. Rumongso artinya mempunyai dan menyadari tanggung jawabnya, baik terhadap sesama manusia maupun di hadapan Allah swt. Mempunyai rasa di sini yang dimaksud adalah mempunyai sifat kemanusiaan, mempunyai rasa belas kasihan dan tidak berbuat sewenang-wenang (tepo seliro). Hal ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

yang tersirat dalam salah satu doa beliau “Dengan nama Allah aku berserah diri kepada Allah. Wahai Tuhanku aku mohon diperliharakan olehMu dari tersesat atau menyesatkan dari tergelincir atau menggelincirkan dari dianiaya atau penganiayaan dari berlaku sembrono atau diperlakukan dengan sembrono”. (HR. Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’I dan Ibnu Majah dari Ummu Salamah).

Dalam doa Rasulullah SAW. sungguh terkandung ajaran kemanusiaan yang amat mendasar, bila kita takut tersayat, maka jangan menyesatkan orang, bila kita takut dianiaya, maka jangan suka menganiaya, bila takut disembronokan orang, jangan menyembronokan orang. Rasulullah saw. menganjurkan, agar manusia selalu bersikap hati-hati dan mawas diri, serta meyakini, bahwa kebaikan yang kita kerjakan, maka kebaikan pula yang akan kita terima, sebaliknya, jika kejahatan yang kita lakukan, maka kejahatan pula yang akan menimpa kita, sebagaimana firman Allah swt. dalam surah Al-Isra’ ayat 7: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) bagi dirimu sendiri.

Kejahatan Tidak Diobati Ilmu

Banyak orang mendewa-dewakan ilmu dan mengagung-agungkan aspek penalaran, tetapi kenyataan menunjukkan dengan ilmu saja belum cukup. Kekacauan dan kejahatan tidak bisa diobati dengan ilmu, sebab yang menjadi biang keladinya memang bukan karena kurangnya ilmu, tetapi karena kurangnya akhlak.

Dengan ilmu, memang orang dalam batas-batas tertentu dapat mengetahui, mana yang baik dan buruk saja, belum tentu orang mau melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk yang telah diketahuinya ini. Sekedar dengan pengetahuan tentang moral saja, tidaklah bisa timbul apa yang bernama “moral force” atau kekuatan pada diri sendiri (seseorang), karena itu dilihat dari segi peranan akhlak dalam kehidupan manusia melebihi peranan ilmu pengetahuan.

Jadi jelaslah, akhlak memang sungguh penting dalam kehidupan kita, firman Allah dalam hadis qudsi yang tertera di atas. Oleh sebab itu, apabila kita menginginkan kehidupan yang aman, damai, sentosa dan tenteram serta berbahagia, sejahtera, hendaklah selalu berbuat kebajikan terhadap sesama manusia, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT. dalam surah An-Nahl ayat 97: “Barangsiapa mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahal yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Akhirnya bila manusia, para pendidik, cendekiawan, pemerintah baik di desa, kota dan ibukota memiliki akhlak yang luhur, maka dengan sendirinya akan terciptalah suatu masyarakat yang berperadaban yang tinggi, masyarakat yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertoreharjo yang diridhoi Allah swt. Suatu masyarakat yang dihuni oleh orang-orang shaleh dan shalehah, rajin, tekun, dan ikhlas  beribadah kepada Allah. InsyaAllah NKRI yang kita cintai tercapai, baldatun thoyyibatun wa robbun ghafur, aamiin.

Penulis Dosen STAI Sumatera, PTI Al Hikmah, PGMI Hikmatul Fadhillah, STAIRA Batangkuis.

 

Exit mobile version