Site icon SumutPos

Simbol Perekat Beragam Suku, Budaya dan Ras

Di usianya yang berkisar 100 tahun lebih, Masjid Azizi Tanjungpura memiliki sejarah yang cukup panjang. Tak hanya dianggap sebagai tempat peribadatan, namun bangunan masjid ini dijadikan sebagai simbol perekat berbagai perbedaan suku, ras dan budaya.

Masjid Azizi Tanjungpura
Masjid Azizi Tanjungpura

Berjarak sekitar 100 km dari pusat Kota Medan, masjid ini terletak di tepi jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Medan dan Banda Aceh.
Berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi, Masjid Azizi dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah (1897-1927) dan diresmikan pada 12 Rabiulawal 1320 Hijriah atau tepatnya 13 Juni 1902.

Nuansa kebudayaan Melayu  begitu ken tal terasa. Ini terlihat dari ornamen-ornamen mozaik dan batu pualam bernuansa ala Timur Tengah (Timteng), yang dikombinasikan dengan corak Melayu, Persia dan Tiongkok. Bahkan arsitektur Tiongkok dapat dilihat dari menara yang menjulang di pelatarannya. Demikian juga pada pintunya, juga terdapat ukir-ukiran Tiongkok.

Sementara itu, bangunan utama Masjid Azizi merupakan perpaduan arsitektur bercorak Timur Tengah dan India yang megah dengan banyaknya kubah. Ada lebih dari sembilan kubah kecil yang terdapat pada atapnya. Di bagian dalam masjid, terdapat ruangan berbentuk segi sembilan dengan sejumlah tiang yang menjulang langsung ke atas. Keindahan Masjid Azizi mampu menandingi keindahan kediaman istana sultan sendiri.

Koordinator Umum Kenaziran Masjid Azizi melalui khadam atau juru kunci masjid, Bahrum meyakini Sultan Tengku Abdul Aziz menanamkan konsep pembangunan dengan memadukan lima unsur kekuatan sebagai filosofinya yaitu kekuatan umara, kekuatan ulama, kekuatan cerdik pandai, kekuatan orang kaya harta dan kekuatan doa.

Dari penuturannya, juga, arsitek masjid ini adalah seorang berkebangsaan Jerman yang tidak diketahui namanya. Para pekerjanya banyak dari etnis Tionghoa. Sedangkan bahan bangunan didatangkan dari Penang Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Pada masa itu sungai Batang Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase 600 ton dapat melayarinya.

Masjid itu memang dibangun saat Kesultanan Langkat kaya raya, karena hasil perkebunan dan pertambangannya. Proses pembangunan masjid ini sendiri berlangsung selama 18 bulan dengan biaya 200.000 ringgit. “Masjid ini terkenal hingga ke luar negeri. Banyak orang dari Malaysia, Singapura dan Brunei yang singgah di sini untuk salat dan berdoa,” kata Bahrum.

Memasuki gerbang Masjid Azizi, tampak menara masjid menjulang setinggi sekitar 60-an meter di sebelah kirinya. Sedangkan sebelah kanan terhampar halaman rumput luas yang di tengahnya terdapat empat makam pahlawan Langkat yang masih berdarah Sultan yaitu T Harun Azis Bin Sultan Abdul Aziz Abdul Djalil Rachmad Shah (wafat tahun 1946), T Abdurrahman (wafat 1909), T Soelaiman bin Tengku Syahruddin bin Tengku Al Haj Aminulah wafat tahun 1946 dan di sampingnya T Rusian bin T Ahmad Alfatiha. Sedangkan di halaman samping kanan masjid juga terlihat kuburan sang pujangga sekaligus pahlawan bangsa terkenal, T Amir Hamzah. Menurut Bahrum,  masjid dan pekarangannya mampu menampung sekitar 2.000 orang jamaah.
Di sebelah kiri kuburan keluarga T Amir Hamzah, setelah melewati pagar tembok dan begitu memasuki sisi kanan masjid, bersemayam tiga makam dari Kesultanan Langkat yang memerintah negeri Melayu. Mereka yaitu Tengku Sultan H Musa, Tengku Sultan Abdul Aziz dan Tengku Sultan Mahmud yang dikelilingi makam anak dan cucunya. Semua makam ini putih bersih bagaikan kapas dan sudah dipagar khusus. (net)

Exit mobile version