Site icon SumutPos

Anak Buah SBY Tantang KPK

I Putu Sudiartana
I Putu Sudiartana

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Partai Demokrat beraksi keras atas langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap salah satu kader partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), I Putu Sudiartana. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Rachlan Nasidik, KPK tak punya bukti kuat untuk membekuk Putu dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (28/6) malam lalu.

Rachlan mengatakan, sejauh ini tidak ada bukti kuat tentang aliran dana ke Putu. “Saya tekankan, ini adalah pernyataan KPK paling lemah di dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujar Rachlan di sela-sela konferensi pers partainya di Jakarta Pusat, Kamis (29/6).

Ia menegaskan, hingga kini KPK belum menunjukkan bukti kuat untuk menangkap Putu. “Kami menyimpulkan yang ada hanyalah pernyataan-pernyataan bahwa ini (bukti) belum diketahui, masih akan didalami dan selanjutnya,” imbuhnya.

Selain itu, Rachlan mementahkan klaim KPK tentang adanya penyerahan uang secara tunai atau pun melalui transfer ke Putu. Sebab, lanjutnya, yang ada hanyalah bukti-bukti transfer kepada orang-orang yang dekat dengan Putu.

“Tapi tidak ada bukti transfer yang dilakukan orang-orang ini kepada si tersangka,” tegasnya.

Karenanya Rachlan meminta KPK untuk segera membeber bukti yang menguatkan dasar penangkapan atas sehingga. Sebab, anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum itu disangka menerima suap terkait pengurusan anggaran untuk proyek infrastruktur di Sumatera Barat.

“Dalam satu dua hari ini, kami meminta KPK segera menunjukkan bukti-bukti yang jauh lebih kuat bahwa kader kami ini memang memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, dalam hal ini menerima suap,” ujar anak buah SBY di PD itu.

Sementara, Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang mengatakan, transaksi suap menggunakan transfer bukanlah modus baru. Menurut Saut, ini merupakan model klasik yang sebenarnya sudah lama terjadi.

“Modus klasik ya sebenarnya (transaksi lewat) transfer ini,” kata Saut, Kamis (30/6).

Lebih lanjut, Saut mengatakan, Sudiartana kemungkinan merasa nyaman bertransaksi suap via transfer. Sehingga Saut menyebut bahwa transaksi via transfer merupakan gaya politikus asal Bali itu.

“Saya lebih suka menyebutnya style saja, (mungkin) yang bersangkutan merasa aman dan nyaman dengan model menggunakan pihak ketiga,” kata mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara ini.

Jadi, Saut menegaskan, masalah cara transaksi ini hanya dinamika saja. Tidak perlu dipersoalkan. Saat ini, kata Saut, KPK masih akan mendalami dugaan anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana sebagai makelar proyek di Senayan.

Sebab, praktik suap yang dilakukan Putu tidak ada hubungan dengan bidang kerja di komisinya. Putu ditangkap KPK karena diduga menerima suap pengurusan dana proyek 12 ruas jalan Rp300 miliar pada APBN Perubahan.

Saut mengatakan, pihaknya akan mendalami kemungkinan tersebut. “Kompleksitas dan kelanjutan kasusnya seperti apa ini yang dipelajari penyidik,” kata Saut, Kamis (30/6).

Dia mengingatkan, masyarakat jangan hanya terpaku dengan satu teori, yakni Putu bisa bermain lintas komisi. Namun, Saut menegaskan, bisa saja tidak ada sekat-sekat dalam pengurusan anggaran proyek di DPR.

“Bisa juga pakai teori lain, jadi jangan pakai satu teori,” ujar mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN) ini.

Sementara kemarin, sebanyak enam orang penyidik KPK dikawal lima personel kepolisian mendatangi ruang kerja anggota komisi III DPR, I Putu Sudiartana. Mereka hendak melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan suap yang menyebabkan Putu ditangkap KPK pada Selasa (28/6) lalu.

Kantor anggota dewan asal Bali itu berada di lantai 9 gedung Nusantara I. Sejak kemarin, Rabu (29/6), ruangan Putu memang sudah disegel dengan KPK-Line warna merah hitam.

Pantauan JPNN.com di lokasi, penggeledahan ruang Putu didampingi oleh Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad. Politikus Gerindra itu sempat beberapa saat di dalam bersama penyidik KPK.

Ditemui saat keluar dari ruangan, Dasco mengatakan, aturan penggeledahan oleh KPK sekarang memang lebih tertib. “Suatu ketentuan perundang-undangan bahwa pengeledahan harus didampingi MKD. Sesuai dengan aturan, polisi empat orang, penyidik enam,” kata Dasco, Kamis (30/6).

Menyikapi kasus yang menjerat I Putu Sudiartana, mantan Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika mengatakan, secara politik keterwakilan Provinsi Bali di DPR sangat dirugikan oleh Partai Demokrat. Sebab, menurut Pasek, dari sembilan kursi DPR dari daerah pemilihan (dapil) Bali, hanya tinggal tujuh kursi.

“Dapil Bali itu ada sembilan kursi di DPR. Kini tinggal tujuh, karena dua anggota DPR dari Bali masuk penjara tersangkut kasus korupsi yakni Jero Wacik dan I Putu Sudiartana,” kata Pasek saat dihubungi wartawan, Kamis (30/6).

Ironisnya, lanjut mantan Ketua Komisi III DPR ini, kedua yang masuk penjara itu kader PD. “Seharusnya, DPP Demokrat bertanggungjawab terhadap hak-hak politik Bali itu,” tegasnya.

Selain itu, loyalis Anas Urbaningrum ini mengkritisi semakin tidak jelasnya pola kaderisasi Demokrat saat ini.

Bagaimana mungkin, ujarnya, orang yang saat menjelang penyusunan daftar calon tetap (DCT) baru masuk partai lalu bisa dipercaya menjadi Wakil Bendahara Umum Demokrat, sebuah jabatan prestisius dan bertanggung jawab terhadap keuangan partai.

“Saya saja memulai karir dulu di Demokrat sejak 2004 menjadi wakil ketua tim kampanye SBY-JK di Bali, lalu ketua dewan pakar DPD Partai Demokrat Bali dan setelah itu baru menjadi ketua departemen pemuda dan olahraga, serta terakhir sebagai ketua divisi komunikasi publik. Sangat berjenjang dan tidak begitu saja,” ujar anggota DPD asal Bali itu.

Nah, dengan proses yang instan seperti sekarang, kata dia, patut diduga ada hal spesial kalau melihat jabatannya di DPP dengan kecepatan dan peran yang dimiliki.

“Beliau sebelumnya diberikan posisi di badan anggaran dan jabatan wakil bendahara umum, memang luar biasa,” ungkap Pasek.

Terakhir, sebagai teman, Pasek juga menyatakan prihatin dan mendoakan Putu bisa melewati hal ini dengan tabah. Sebab mendengar pernyataan pimpinan DPP Demokrat, kesannya lepas tangan dan tidak tahu-menahu bahkan katanya langsung memecat.

“Saya sih berharap Putu bisa buka saja apa yang terjadi kalau DPP sekarang tidak memperdulikan, sementara tugasnya dibebankan ke dirinya,” pungkasnya.(jpnn/adz)

Exit mobile version