Site icon SumutPos

Beginilah Ratapan Sanak-Saudara Korban di Kamar Mayat

Foto: Fitra/PM Sahata Sihombing, histeris melihat tubuh anak gadisnya berada di kantung jenazah, Rabu (1/7).
Foto: Fitra/PM
Sahata Sihombing, histeris melihat tubuh anak gadisnya berada di kantung jenazah, Rabu (1/7).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Instalasi jenazah RSUP Adam Malik masih dibanjiri air mata keluarga korban. Tangis dan jeritan bergumul di tengah kerumunan masyarakat yang penasaran dengan proses identifikasi, Rabu (1/7).

Saat tim membuka kantong jenazah, mereka saling berteriak saat mengetahui dalam kantong itu adalah keluarganya. Bahkan ada yang sampai pingsan.

Ada yang kehilangan anaknya, keponakannya, ibu kandungnya, dan pamannya. Riuh sekali suasana di sana kala itu. Masyarakat sekitar yang penasaran pun juga menambah kepenatan. Jenazah yang sedang dimandikan di teras instalansi pun menjadi sasaran intipan mereka dari balik spanduk bekas yang dipasang untuk menutupi pemandian itu. Padahal police line sudah dipasang di sana.

”Mamak 4 Kali Naik Hercules”
Tio Helena (40) sungguh tak menyangka, ibu kandungnya akan pergi selama-lamanya dengan cara tragis. Ya, Tianur boru Hutagaol (69) jadi salah satui korban jatuhnya Hercules. Dengan kondisi mata masih memerah, Tio duduk di atas rerumputan di kawasan instalansi kamar jenazah RSUP Adam Malik. Dirinya pun bercerita tak punya firasat buruk saat ibunya berangkat menumpangi pesawat Hercules. Sebab itu bukan pertama kali sang ibu berangkat bersama ‘burung besi’ yang datang sebulan sekali ke Medan itu.

Anak ketiganya, Ronald Tampubolon adalah seorang polisi di Natuna. “Ada sekitar 3 atau 4 kali mamak naik pesawat itu. Jadi nggak ada rasa khawatir sedikit pun. Abang saya yang tahu jadwalnya pesawat itu. Jadi dialah yang suruh mamak berangkat. Mak berangkat naik ini, dari sini, hari ini, jam ini ya. Jadi abang saya itu yang urus semua. Kalau ini yang pertama kalinya dia pergi ya nyesallah kita kan,”ujarnya.

Berangkat ke Natuna maksud hati mau melihat anak dan cucu. Namun Tuhan membalikkan cerita dengan malah mendatangkan anak cucunya melihat Tianur Hutagol dalam keadaan tak bernyawa. Tragis memang. Tiurna sendiri tinggal di Pematang Siantar bersama anak perempuannya yang nomor lima. Tio Helena sendiri tinggal terpisah dengan Tiurna. Tio berada di daerah Perdagangan. Hari sabtu kemarin, kebetulan ada pesta keluarga di Medan. Lalu, Tiurna memilih nginap di rumah abangnya di kawasan Helvetia. Biasnya Tiurna tidak mau menginap di sana. Namun karena Selasa kemarin harus berangkat mau tak mau dia pun harus menginap.

Ada keanehan lain yang dirasakan dari Tiurna. Biasa saat berangkat Tiurna tidak pernah menelpon anak perempuannya menanyakan cucunya. Kerap tiap hari Tiurna tidur bersama cucunya itu. “Jadi pas di Polonia (sekarang Lanud Soewondo) diteleponnya anak perempuanya ditanya cucunya yang masih delapan tahun. Katanya begini, nangis si Hani? Bilang dama dia opung enggak pergi lama. Nanti balik lagi. Ya betul dia enggak pergi lama, balik lagi,”ujarnya. Kini Tiurna telah tiada. Ia meninggalkan 6 orang anak-anaknya. Tio merasakan kepedihan mendalam atas kepergian ibunya. Dirinya dari semalam tak bisa tidur dan tak selera makan. Hanya roti dan teh manislah yang mengisi lambungnya.

‘Suster, Setelah ini Kita Tidak Bertemu Lagi’
Inilah kata-kata terakhir yang diucapkan Ester Yoshepine Sihombing (17), salah satu korban kecelakaan pesawat Hercules. Kata-kata tersebut diucapkan Ester pada Kepala Sekolah tempatnya menimba ilmu di SMA Santo Ignasius Medan, Tarcisia Hemas Kssy, usai perhelatan pesta berkaulnya yang ke 25 tahun pada 20 Juni lalu.

“Jadi Ester ucapkan selamat kepada saya. Lalu dia bilang. Suster, setelah ini kita tidak akan bertemu lagi,” ucap Tarcisia saat ditemui di RSUP H.Adam Malik.

Mendengar itu, Tarcisia langsung menepuk pelan kening Ester dan berkata mereka pasti akan bertemu. Namun Ester tidak menimpali perkataan Tarcisia dan langsung membalikkan badannya. “Saya bilang kita pasti akan bertemu lagi. Jelas kita tidak bertemu karena libur. Tapi dia langsung membalikkan badannya,” ungkapnya.

Foto: Wiwin/PM
Ester Sihombing (rambut tergerai) dan Rita Sihombing (rambut diikat) semasa hidup.

Pesan terakhir memang sudah tersurat lewat kelakuan Ester yang sangat berbeda di penampilan terbaiknya di perpisahan akhir tahun ajaran di sekolahnya 20 Juni lalu.

Tapi sungguh tak ada tersirat bawa itu adalah kali terakhirnnya Ester menunjukkan bakat multitalentanya. Ester sangat terlihat menarik sekali di hari itu dengan menampilkan bakat menyanyi solonya, bermain teater dengan peran pertamanya sebagai cinderella bersandal swalow, dan mengalunkan suara soprannya dalam tim paduan suara.

Di samping itu, hal tersurat lainnya ada pada nyanyian Ester yang berjudul jangan menangis mama. Seluruh guru kabarnya terkejut dengan nyanyian gadis yang baru saja merayakan ulang tahunnya ke 17 tahun pada 21 Juni lalu. Padahal guru keseniannya, Maju Purba (25), sudah melarangnya untuk menyanyikan lagu itu. Tapi Ester terus bertahan untuk menyanyikannya. Ester mengatakan kepada persembahkan lagu itu untuk mamanya yang berada di Natuna bersama sang ayah.

“Liriknya seperti ini, ‘mama jangan kau menangis. Lihat anakmu di sini’. Benar mamanya akan datang ke sini untuk melihatnya. Padahal saya sudah larang dia nyanyi itu tapi dia paksa. Ester benar-benar sangat menarik sekali waktu itu. Semuanya sangat indah dibawakannya. Tapi ternyata itu persembahan terbaiknya yang terakhir,” ujar Maju.

Isak tangis dan kesedihan perguruan Santo Ignasius sebenarnya tidak hanya untuk Ester. Sebab rasa sedih ini juga dilabuhkan untuk adik Ester, yaitu Rita Yuanita Sihombing (14) yang juga bersekolah di SMP Santo Ignasius. Rita juga berada di dalam ‘burung besi’ naas itu.

Dijelaskan Tarcisia, keduanya hendak liburan ke Natuna untuk menemui kedua orang tuanya. Ayah Ester adalah bertugas di Natuna sebagai TNI AD, Sahata Sihombing. Awalnya, kedua orangtuanya melarang kepergian Ester dan Rita. Sebab baru Desember 2014 kemarin keduanya datang ke Natuna. Namun rasa rindu mendalam tak bisa lagi dibendung. Setahu Tarcisia, Ester dan Rita biasa terbang menaikki pesawat komersil diantar pamannya yang berada di Medan ke bandara. Begitu jiga di hari terakhir, pamannya lah yang juga mengantar Tarcisia ke bamdara lanud Soewondo.

Kabar duka pun didapat Tarcisia awalnya dari sang ibu, Dewi Situmeang yang meneleponnya sekitar pukul 13.20 WIB. Namun isak tangis sang ibu membuat Tarcisia meminta agar ibu Ester menenangkan dirinya dulu. Baru pada pukul 17.00 WIB sang ayah mengabarkan kembali kepadanya bahwa positif, Ester dan Yuanita menjadi korban pesawat Hercules tersebut. Sontak dirinya begitu syok. Dia sangat sedih karena harus kehilangan Ester yang mandiri, kreatif, pintar dan nggak mudah mengeluh.

“Kemarin kami sudah ke adam malik bersama guru-guru. Hari ini kami bawa murid-murid juga. Ada guru-guru juga. Berkumpul tadi pagi di sekolah,” ujar Tarcisia.

Rencananya, keduanya akan dikebumikan di Sidikalang, kampung halaman ayahnya. Namun sebelumnya akan dibawa dulu ke Diski, rumah nenek pihak ibunya. Hal ini dikatakan Pansen Sihombing, paman Ester dan Rita yang tinggal di Jakarta. Pansen, bersama oppung Ester dan Rita, bibi dan sepupunya. Mata mereka terlihat mwrah menandakan rasa sedih sudah tertumpahkan lewat isak tangis. Bibinya dan opungnya terlihat terus memegang handuk kecil untuk mengusap wajahnya yang berlinang air mata di tengah kerumunan orang di kawasan intalansi jenazah RSUP Adam Malik.

Beberapa hari lalu, Ester dan Rita baru ziarah ke kuburan kakeknya di Sidikalang. Di sana keanehan hanya terliat pada Rita. Pansen mengatakan tatapan Rita saat itu kosong tak bersemangat. “Cuma Rita lah yang agak aneh. Matanya kosong,”ujarnya.

Hingga pukul 15.30 WIB, jenazah keduanya masih di ruang instalansi jenazah. Tim identifikasi masih menunggu kedua orangtuanya untuk mencocokkan dna Ester dan Rita dengan kedua orang tuanya.

 

Sahata: Boru Hasianku…
Sembari membuka kantong jenazah yang dibantu salah seorang personel TNI AD, Sahata Sihombing, tak henti-hentinya histeris. “Boru hasianku..boasa lao hamu (Anakku..kenapa kalian pergi..). Haccitnai huhilala (Sakit kali kurasa),” jerit Sahat, sembari memegang wajah salah satu anaknya yang berada di dalam kantong jenazah, yang dibariskan di koridor.

Sahata mengatakan, Ester dan Rita selama ini tinggal di Medan. “Sayakan tugas di Kodim Natuna, sementara boruku (putriku) ini sekolah di Medan. Jadi rencana liburan untuk menemui kami. Awalnya sempat saya larang,” ujarnya, sembari histeris.

‘Heriyanti Susul Cucu ke Liang Lahat’
Duka mendalam juga menyelimuti keluarga Heriyati (50), warga Jalan Kemuning, Gang Keluarga, Kelurahan Jati Utomo, Binjai Utara. Istri dari (Alm) Serma M Yusuf Nasution ini juga ikut menjadi korban tewas atas insiden pesawat yang usianya sudah setengah abad itu. Dimana korban yang saat itu hendak mengunjungi anaknya yang berada di Natuna, Kepulauan Riau, Pekanbaru.

Foto: riadi/PM
Seorang warga memperhatikan foto-foto dokumentasi saat terjadinya kecelakaan pesawat di Jalan jamin Ginting Medan.

Menurut Supriyatno (55), abang kandung Heriyati saat ditemui di kediaman korban menceritakan, kalau Heriyati memang ikut menumpang pesawat Hercules dan ingin terbang ke Pulau Natuna untuk menemui putrinya, Novita Andriyani alias Dede.

“Dia mau nemui anaknya,” terang Suprianto, di rumah duka ketika menunggu jenazah, Rabu (1/7) siang. Tujuan lain kepergian Heriyati ke Natuna adalah, untuk menemani sang putri yang bekerja di kantor Bupati Natuna, setelah sang suaminya Praka Asperin Ramadhani pindah tugas ke Pontianak, Kalimantan Barat. “Menantu Heriyati ini tentara. Sebelumnya bertugas di Natuna. Sekitar 2 bulan lalu, pindah tugas ke Pontianak. Putrinya, Dede masih menetap di Natuna,” kata Heriyanto.

Diceritakan pria yang tinggal di Tanjung Lenggang, Bahorok, Kabupaten Langkat itu lagi, Dede lah yang meminta Heriyati untuk datang ke Natuna, agar Dede memiliki teman, setelah suaminya pindah tugas ke Pontianak.

Pihak keluarga juga tidak mengetahui, mengapa nenek 2 cucu tersebut naik pesawat Hercules dan tidak naik pesawat komersial. “Saya juga tidak tahu kenapa Heriyati naik Hercules. Mungkin, dia berpikir karena ada transit-transit itu, makanya dia naik Hercules,” katanya. Dijelaskannya lagi, Heriyati pergi ke Lanud Soewondo Medan, setelah sholat Subuh dan diantar menantunya, Wanda. “Heriyati diantarkan ke Lanud Soewondo oleh menantunya,” ujar Supriyatno. Sementara menurut Heriyanto (38), adik kandung Heriyati saat di rumah duka menceritakan, dia tidak tahu kalau kakaknya akan pergi ke Natuna untuk menemui Dede. Bahkan, malam sebelum Heriyati akan pergi ke Medan, dia dan kakaknya itu sempat bercanda malam harinya. Dengan mata berkaca-kaca, Heriyanto sedih setelah mengetahui kalau kakaknya ikut menjadi korban tewas dalam kecelakaan pesawat Hercules. “Saya nggak tau kalau kakak ikut naik pesawat itu. Makanya saya sedih sekali setelah tahu kalau kakak saya yang ikut meninggal,” sebutnya.

Sebelum Heriyati meninggal, sekitar 3 bulan lalu ia juga mengalami kemalangan. Cucu kandung Heriyati yang juga adalah anak dari pasangan Novita Andriyani alias Dede dan Praka Asperin Ramadhani, meninggal dunia setelah dioperasi di salah satu rumah sakit di Binjai. “Belum saja hilang dalam ingatan kejadian cucunya meninggal, kini Allah sudah menjemput Heriyati,” kenang Heriyanto.

Dijelaskannya, pada tahun 2011 lalu suami Heriyati, (Alm) Serma M Yusuf Nasution meninggal dunia di salah satu warung kopi, setelah selesai bermain catur bersama temannya.. Selang 10 hari pasca suaminya meninggal, Heriyati kembali dirundung dukacita. Dimana anak kandung Heriyati bernama Niko Apriandi alias Andi, tewas ditabrak truk container di Jalan Medan – Binjai km 12, Sunggal, Deliserdang. “Padahal Niko ini anak satu-satunya laki-laki. Dia tewas ditabrak truk saat hendak mau ke Medan,” ujarnya lagi mengenang kejadian itu.

Saat kejadian, katanya lagi, alumnus salah satu Perguruan Tinggi di Jogyakarta jurusan Pertanahan tersebut, bersama temannya berbocengan naik kereta. Namun, di lokasi kejadian, mereka disambar truk. Andi jatuh ke sebelah kanan, sedangkan temannya jatuh di sebelah kiri. “Hanya anak kakak yang ditabrak truk itu,” serunya. Diutarakannya, Heriyati adalah orang yang sangat baik dan tidak mengetahui sakit hati. “Kakak ini sangat baik dan tidak tahu sakit hati. Memang dia orangnya suka bercanda dan ceplas-ceplos ngomongnya, tambahnya.

Tidak berapa lama, jenazah Heriyati kemudian tiba di rumah duka. Jenazahnya sudah dimasukkan ke dalam peti dan diangkut menggunakan Ambulance milik RS Materna, Medan. Warga yang sudah berkumpul tampak histeris melihat saat peti mati dikeluarkan dari dalam mobil. Dede juga tampak histeris setelah tiba di rumah. Dede juga nyaris pingsan. “Ma. Mama, mengapa mama tinggalkan kami. Mama kok nggak sampai ke Natuna,” ujarnya berteriak histeris. Teriakan Dede juga mengundang tangisan para pelayat. Setelah di sholatkan, kemudian jenazah Heriyati dimakamkan di TPU tidak jauh dari kediamannya.

“Kami Belum Percaya Pelda Warsito Telah Tiada”
Siswanto (55) tak menyangka adik kandungnya Pelda Warsito, warga Kisaran ikut jadi korban tragedi Hercules. “Gak nyangka aku, adikku secepat ini harus meninggalkan kami,” ungkapnya saat berada di Hanggar Lanud Soewondo. Bapak beranak 3 ini mengatakan, seluruh keluarga masih tidak percaya dan sangat terkejut atas kejadian yang menimpa adiknya tersebut. “Kami sekeluarga masih belum percaya kalau dia udah gak ada lagi,” ujarnya.

Foto: Rizky/PM
Beberapa personil Paskhas berdiri di samping peti jenazah korban pesawat Hercules C-130 yang jatuh di Medan, Selasa (30/6/2015).

Ketika disinggung tentang apakah ada suatu pertanda, firasat atau mimpi buruk terhadap kejadian yang menimpa korban, Edi mengatakan, dirinya mengaku tidak memiliki pertanda apapun.

“Kalau firasat atau mimpi tidak ada, karena seperti biasanya aja,” ujarnya kembali. Namun, 2 hari yang lalu, korban mendatangi rumahnya untuk menitipkan anaknya. Saat itu, sang anak berkata kepada ayahnya jika ayahnya tersebut akan pergi bertugas dengan waktu yang lama. “Tapi anaknya ada pertanda, 2 hari yang lalu adikku ini datang ke rumah mengantar anaknya untuk tinggal denganku, kebetulan adikku ini sudah bercerai dengan istrinya, kalau mau pergi tugas anaknya selalu tinggal samaku, anaknya bilang sama ayahnya kalau ayahnya ini pergi bertugas jauh, lama pulang, ternyata ini jawabannya,” jelasnya.

Edi mengatakan, jenazah adiknya tersebut akan dibawa ke rumah duka di daerah Kisaran dengan menggunakan ambulance. “Mau dibawa ke Kisaran menggunakan ambulance,” ujarnya. Sementara itu, menurut Aga (18) adik kandung Serda Ando Dandy, warga Komplek Auri Polonia mengatakan, dirinya sangat terkejut atas
kejadian yang menimpa abang kandungnya tersebut. “Gak nyangka kali kami, kenapa harus seperti ini,” ujarnya dengan nada lemah.

Anak kedua dari 3 bersaudara ini mengatakan, abangnya tersebut sudah setahun bertugas di Lanud Ranai, pada saat memasuki bulan puasa, abangnya cuti sejenak. “Abangku ini baru 1 tahun dinas, pas awal puasa dia pulang karena cuti, kemarin dia mau balik bertugas,” jelasnya. Alumni SMA Angkasa ini mengatakan, awalnya ia tidak mau menjadi TNI AU, dengan kejadian yang menimpa abangnya, ia pun menjadi termotivasi menjadi angkatan TNI AU.

“Sebelumnya aku gak mau masuk TNI AU, tapi dengan kejadian ini, aku jadi termotivasi untuk masuk jadi TNI AU, agar aku dapat meneeruskannya,” jelasnya. Menurut informasi yang didapat, Serda Ando Dandy merupakan anak dari Serka Rudi P, yang bertugas di Kosek Lanudnas 3 Medan. (win/bam/mag-3/deo)

Exit mobile version