Site icon SumutPos

Kemenpar Bidik Turis Arab, Qatar, dan Kuwait

Kemenpar RI sasar turis asal Timur Tengah datang ke Indonesia.
Kemenpar RI sasar turis asal Timur Tengah datang ke Indonesia.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pariwisata Republik Indonesia (Kemenpar RI) mencanangkan pariwisata halal pada 2012. Sejak pencanangan itu, pariwitasa halal di Indonesia berkembang dengan cukup signifikan. Jumlah wisatawannya meningkat sebanyak 15 persen setiap tahunnya. Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kemenpar RI Riyanto Sofyan mengungkap bahwa jumlah tersebut lebih besar ketimbang peningkatan jumlah wisatawan umum.

”Pariwisata umum peningkatannya hanya 10 persen. Ini (pariwisata halal) punya prospek yang menjanjikan,” katanya saat ditemui pada event World Islamic Economic Forum (WIEF) Ke-12 di Jakarta, kemarin (2/8).

Riyanto merinci, ada tiga kawasan yang menjadi market utama pariwisata halal. Yakni Timur Tengah, Asia, dan Eropa. Dari kawasan Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Kuwait jadi market utama. Dari kawasan Asia ada Malaysia, Singapura, dan Azerbaijan. Sementara itu, dari kawasan Eropa ada Rusia, Jerman, Prancis, dan Inggris. Mereka, kata Riyanto, mengeluarkan uang lebih banyak dari wisatawan umum.

”Wisatawan asal Timteng yang punya kebutuhan luxury spending per visit-nya bisa sampai USD 2.500. Sedangkan wisatawan umum rata-rata hanya USD 1.100 per visit-nya,” jelas dia.

Dengan pasar yang menggiurkan itu, pemerintah kemudian ngebut untuk melengkapi beberapa tujuan wisata favorit untuk dikembangkan ke arah wisata halal. Riyanto mengatakan, ada tiga lokasi wisata yang menjadi langkah pertama pemerintah untuk memajukan pariwisata halal. Yaitu Lombok, Sumatera Barat, dan Aceh.

”Setelah tahun lalu Lombok meraih penghargaan sebagai World Best Halal Honeymoon Destination dan World Best Halal Tourism Destination pada ajang World Halal Travel Award 2015, tahun ini kami akna fokus mengembangkan Sumatera Barat dan Aceh,” jelasnya.

Pada awalnya, pariwisata halal memang ditujukan untuk muslim yang ingin berwisata dengan tenang tanpa harus memikirkan kehalalan makanan yang disajikan atau sulitnya menemukan tembat ibadah. Namun, pada praktiknya, Riyanto mengatakan, tidak sedikit juga wisatawan nonmuslim yang mengambil paket wisata halal. ”Karena mereka merasa nyaman dan aman dengan wisata halal itu,” ungkap Riyanto.

Menurutnya, wisata halal sebenarnya merupakan wisata ramah keluarga yang dilengkapi dengan fasilitas untuk umat muslim. Seperti makanan halal, toilet basah untuk menunjang ibadah, dan fasilitas lainnya yang mendukung gaya hidup halal. Bukan wisata religi yang menawarkan destinasi terkait religi. ”Wisata halal itu ya sama saja dengan wisata biasanya. Hanya saja punya extended service yang mengutamakan keamanan dan kenyamanan,” ujarnya.

Sinergi Pemerintah dan Swasta

Riyanto mengatakan, pengembangan pariwisata halal bukan hanya tugas pemerintah. Para pelaku industri pun punya tugas yang tidak sedikit untuk mengembangkan industri baru itu. Para pelaku industri dari sektor swasta inilah yang justru punya peranan penting. Sementara pemerintah hadir untuk mendukung dan memfasilitasi kebutuhan industri.

Riyanto menjelaskan, ada tiga komponen utama dalam industri pariwisata. Yakni atraksi, amenities, dan aksesibilitas. Atraksi seperti taman rekreasi dan amenities seperti restoran, spa, dan hotel merupakan tanggung jawab pelaku industri. Sementara aksesibilitas seperti infrastruktur dan kebijakan visa menjadi tanggung jawab pemerintah. ”Karena tidak mungkin itu dilakukan oleh pelaku industri,” kata Riyanto.

Pemerintah juga bertugas untuk menentukan standar pariwisata halal. Sejak dicanangkan 2012 itu juga, pariwisata halal juga sudah dilengkapi dengan standar halal. Mulai dari hotel, restoran, spa, hingga travel agent. ”Nanti juga akan ada standar halal untuk karaoke dan taman rekreasi. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk support sektor swasta jadi profesional,” jelasnya. (and/jpg/ril)

Exit mobile version