Site icon SumutPos

Skandal ‘Papa Minta Saham’ Mulai Dibongkar

Foto: Ricardo/JPNN Ketua MKD DPR Surahman Hidayat dan Wakil Ketua MKD DPR Junimart Girsang saat memimpin sidang MKD terkait kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dengan saksi Menteri ESDM Sudirman Said, Jakarta, Rabu (2/12).
Foto: Ricardo/JPNN
Ketua MKD DPR Surahman Hidayat dan Wakil Ketua MKD DPR Junimart Girsang saat memimpin sidang MKD terkait kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dengan saksi Menteri ESDM Sudirman Said, Jakarta, Rabu (2/12).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dua institusi mengawal secara ketat skandal ‘Papa Minta Saham’ Freeport oleh Ketua DPR Setya Novanto. Begitu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memanggil Menteri ESDM Sudirman Said dalam sidang perdana yang diwarnai hujan interupsi, Rabu (2/12), Kejagung bergerak mendalami rekaman pembicaraan terkait delik permufakatan jahat yang diduga dilakukan Setya Novanto.

Hujan interupsi mewarnai awal sidang perdana perkara Ketua DPR, Setya Novanto, saat menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, Rabu (2/12).

Sidang sendiri berlangsung terbuka dan disiarkan secara langsung di depan ruang sidang MKD melalui sebuah televisi besar. Para awak media yang meliput hampir sebagian besar menyaksikan melalui televisi ini.

Setelah sidang dinyatakan dibuka, dan dibacakan tata tertib persidangan, Ketua MKD Surrahman Hidayat sebagai pimpinan sidang, mempersilakan Sudirman Said memberikan poin-poin laporan yang disampaikan pada Senin (16/11).

Belum sempat Sudirman memberikan keterangannya, anggota MKD dari Fraksi Golkar, Ridwan Bae, sudah mengajukan interupsi-interupsi.

“Interupsi pimpinan, interupsi, ingat Pasal 5,” ujar Ridwan lantang, dalam ruang sidang MKD.

Surrahman, selaku pimpinan sidang meminta agar Sudirman diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk memberikan keterangan. Ridwan pun tidak melanjutkan interupsinya.

Lantas, Sudirman memberikan poin-poin laporannya sebagaimana yang dilaporkan kepada MKD, pada Senin (16/11) lalu. Dia juga menyatakan kesiapannya untuk membuka dan membagikan rekaman yang dimiliki.

“Kalau diperlukan kami ada rekaman lengkap yang akan kami bagikan kepada anggota majelis. Apabila diperlukan diputar di depan publik. Sehingga spekulasi publik dapat dihentikan,” kata Sudirman.

Interupsi pun kembali diutarakan Ridwan Bae. Kali ini dia mengatakan persidangan melanggar Undang-undang.

“Interupsi pimpinan, kita ini bersidang melanggar UU,” sebut Ridwan.

Namun, interupsi itu tidak ditanggapi dan Sudirman Said kembali memberikan penjelasannya yang diakhiri dengan pemberian transkripsi beserta flashdisk rekaman kepada Surrahman untuk dibagikan kepada anggota-anggota.

Di depan pimpinan MKD Surahman Hidayat, Wakil Ketua Junimart Girsang, Sufmi Dasco Ahmad dan Kahar Muzakir, Sudirman diminta menjelasakan substansi aduannya ke MKD. Terutama soal pertemuan antara Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoedin dimana terjadi pencatutan nama presiden dan wakil presiden serta permintaan saham.

Sudirman yang bersaksi di atas sumpah menyampaikan yang ia ketahui bahwa pertemuan tersebut terjadi tiga kali. Transkrip dari rekaman percakapan yang diserahkan ke MKD merupakan pembicaraan pada pertemuan ketiga yang diinisiasi Setya Novanto dan Riza Chalid di sebuah hotel di Jakarta.

“Yang bertemu, yang menginisiasi SN bersama RC, berdua aktif mengatur pertemuan dan mengundang MS. Ada pembicaraan PT FI diminta mengalokasikan saham 20 persen oleh RC dan diamini SN dengan mengatakan sudah bicara dengan Luhut (Menkopolhukam). Ada pembicaraan mengenai permintaan 49 persen saham proyek listrik,” ungkap Sudirman dalam persidangan, Rabu (2/12).

Pihaknya juga menyampaikan bahwa dalam pertemuan itu, Setya Novanto yang merupakan pimpinan lembaga negara memberi sinyal bisa memberi solusi atas perpanjangan kontrak PTFI. Kalau didengar rekaman secara utuh maka bisa didengar bahwa Setya Novanto bisa mengatur banyak hal.

“(Setya Novanto menjanjikan) ada solusi yang bisa ditempuh. Kalau mendengar rekaman akan ada suasana di mana seolah SN bisa mengatur banyak hal yang bukan urusannya,” ujar Sudirman.

Sudirman juga mementahkan pernyataan Menkopulhukam Luhut Binsar Panjaitan yang menyatakan aksinya melaporkan skandal ‘Papa Minta Saham’ ke MK tanpa sepengetahuan atasannya, Presiden Jokowi.

Dalam sidang kemarin, anggota MKD Akbar Faisal khusus menanyakan apakah Sudirman sudah lapor ke presiden soal rekaman pembicaraan Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Syamsudin.

“Apakah anda sudah melaporkan ini kepada saudara Presiden?” tanya Akbar.

“Seminggu setelah saya mendapatkan informasi pertemuan ketiga (antara Novanto, Riza, dan Maroef) saya sudah sampaikan mengenai hal ini,” jawab Sudirman.

“Artinya Anda membantah kolega Anda (Menkopolhukam) di kabinet bahwa Anda tidak berkoordinasi dengan Presiden?” tukas Akbar menanya lagi.

“Presiden sudah mengatakan menteri tidak boleh berpolemik. Saya sudah sampaikan kepada presiden semua informasinya,” jawab Sudirman.

Dalam sidang yang berlangsung interaktif itu, Akbar menyinggung soal nama bekas politikus senior Golkar Luhut Bisar Panjaitan yang namanya disebut sebanyak 66 kali dalam rekaman. Apakah itu tidak dikoordinasikan Sudirman dengan Luhut?
Namun, Sudirman mengaku belum pernah berkomunikasi dan belum pernah dipanggil oleh Menkopolhukam. Apalagi, selain punya tugas berbeda. Sudirman merasa wajib melaporkan informasi ini kepada presiden selaku pimpinannya.

“Kami rasa pemimpin saya presiden, ketika ada hal sensitif saya hanya laporkan pada pemimpin saya,” pungkas Sudirman, sembari menyatakan pihak-pihak yang menyebut dirinya tidak berkoordinasi dengan presiden karena memang tidak mengetahuinya.

Di luar sidang MKD yang kental ‘goreng-menggoreng’, Kejagung merasa tak perlu menunggu putusan MKD di DPR, untuk mengusut pencatutan nama Presiden Jokowi dan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal dugaan permintaan saham PT Freeport Indonesia dengan imbalan perpanjangan kontrak karya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto mengatakan, proses yang ada di MKD tidak ada kaitannya dengan penyelidikan yang tengah dilakukan Korps Ahdyaksa.

“Tidak ada kaitannya dengan itu ya. MKD kan masalah etik, kita murni masalah hukum,” ujar Amir, Rabu (2/12).

Ia menambahkan, penyelidikan kasus Setnov bisa langsung dilakukan karena kasus itu bukan delik aduan. Menurut Amir, ini murni masalah hukum.

“Ini delik biasa sehingga tidak perlu ada aduan baru kita bertindak,” ujar mantan Wakil Kejaksaan Tinggi Sumut ini.

Karenanya, hingga kini anak buah Jaksa Agung Prasetyo masih melakukan penyelidikan kasus Setya Novanto dengan mengumpulkan bahan keterangan yang berkaitan seperti rekaman dan lainnya. “Tidak menutup kemungkinan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait nanti,” papar Amir.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Arminsyah menegaskan, rekaman tersebut masih harus didalami dan divalidasi. “Ya kita masih dalami, kan rekaman itu masih harus kita validasi dengan yang langsung,” kata Arminsyah di Kejagung, Rabu (2/12).

Arminsyah menegaskan, tidak ada tenggat waktu dalam melakukan penyelidkan. Yang pasti, Kejagung akan mengusut dugaan perbuatan pemufakatan jahat yang terindikasi melanggar Undang-undang Pemberantasan Korupsi. Hal itu sesuai pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Ini kita melihat ada indikasi, upaya-upaya untuk mencari kesempatan, mencari untung dari program kerja. Unsur di pasal (UU korupsi) itu ada,” tegas mantan Jamintel Kejagung ini. (flo/jpnn/bbs/sam/val)

Exit mobile version