Site icon SumutPos

Sasar 181,5 Juta Penduduk, Vaksinasi Covid-19 hingga Maret 2022

Saat ini Indonesia sudah memiliki 3 juta dosis vaksin dari Sinovac, Tiongkok, yang sudah tiba akhir tahun 2020 lalu. Kini tahapan selanjutnya hanya tinggal menunggu izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Kementerian Kesehatan memastikan, Indonesia membutuhkan waktu 15 bulan untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19, mulai Januari 2021 hingga Maret 2022.

“Tiga juta dosis vaksin yang tiba saat ini masih menunggu izin dari BPOM. Jika izin sudah keluar, laksanakan vaksinasi bertahap,” kata Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tramidzi dalam konferensi pers virtual, Minggu (3/1).

“Nah untuk vaksinasi, total kita butuhkan waktu 15 bulan dihitung mulai Januari hingga Maret 2022,” kata Nadia.

Waktu 15 bulan itu dilakukan untuk menuntaskan program vaksinasi Covid-19 di 34 provinsi dengan total target populasi mencapai 181,5 juta orang. Artinya, jumlah itu mengejar Herd Immunity atau kekebalan kawanan sebesar 70 persen.

Lalu pelaksanaan vaksinasi 15 bulan berlangsung 2 periode. Yakni Januari-April 2021 untuk tenaga kesehatan dan pekerja pelayanan publik. Lalu periode kedua, selama 11 bulan dari April 2021- Maret 2022 akan menjangkau seluruh masyarakat sisa dari periode pertama.

“Sebelum dan saat proses vaksinasi harus tetap jalankan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun dengan disiplin. Sebab perjalanan kita masih cukup panjang. Lalu tekankan 3T (testing, tracing, treatment),” katanya.

Nadia juga mengungkapkan, saat ini pemerintah sudah memiliki 30.000 vaksinator. Mereka, kata dia, sudah siap melaksanakan vaksinasi tersebut. “Saat ini kita sudah memiliki 30.000 vaksinator yang siap memberikan vaksin kepada seluruh sasaran,” ujarnya.

Nadia mengatakan, pihaknya optimistis bisa melaksanakan vaksinasi sesuai target, hingga Maret 2022. Selain sumber daya manusia (SDM), kata dia, sarana dan prasarana lainnya juga sudah disipkan untuk menyuntikkan vaksin kepada 181,5 juta masyarakat yang menjadi sasaran.

Dari segi penyediaan vaksin, selain 3 juta vaksin Sinovac yang sudah datang, masing-masing 50 juta dosis vaksin Covid-19 dari AstraZeneca dan Novavax juga sudah siap dibeli. Termasuk vaksin Sinovac dalam bentuk bahan baku yang juga akan segera datang ke Tanah Air. “Insya Allah kita bisa memenuhi vaksin sesuai kebutuhan dan pelaksanaannya seperti yang sudah direncanakan, kami akan lakukan secara bertahap,” kata dia.

Sementara dari segi fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pun sudah dinilai cukup untuk pelaksanaan vaksinasi. Nadia mengatakan, saat ini Indonesia memiliki 13.000 puskesmas dengan hampir 2.500 rumah sakit yang didukung 49 kantor kesehatan pelabuhan. Seluruhnya, kata dia, akan menjadi fasyankes yang memberikan pelayanan vaksinasi kepada seluruh sasaran vaksin. “Jadi kami cukup yakin untuk bisa menyelesaikan vaksinasi ini dan didukung dengan SDM dan sarana prasarana yang saat ini sudah siap,” tandasnya.

Vaksin Sinovac Halal

Koordinator Uji Klinis Vaksin Covid-19, Prof Dr dr Kusnandi Rusmil mengatakan, vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biontech, Tiongkok, halal. Vaksin tersebut salah satunya berbahan dasar virus corona yang sudah mati.

Menurut Kusnandi, Unpad kebetulan dipercayakan oleh Biofarma dan Sinovac untuk melakukan penelitian terhadap uji klinis vaksin tersebut. Sebelum melakukan uji coba, dia mengaku, sudah mempertanyakan lebih dulu terkait halal dan haram. Kandungan dari vaksin itu apa saja, adakah yang menyebabkan ketidakhalalan?

“Saya sudah ketemu dari orang-orang Sinovac yang datang ke Bandung, dan disampaikan bahan-bahan vaksin semuanya halal. Tidak ada kandungan bahan yang tidak halal. Bahkan, kemudian dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) berangkat ke China untuk melihat prosesnya, apakah memang benar halal atau tidak,” ungkap Prof Kusnandi dalam tayangan youtube bersama Prof Delfitri Munir, baru-baru ini.

Dikatakan Kusnandi, uji klinis vaksin corona tersebut memasuki fase III atau tahap akhir. Apabila fase ini sudah selesai, maka vaksin tersebut sudah bisa dipergunakan dan juga sudah bisa diperjualbelikan. “Uji klinis tahap akhir ini bukan hanya dilakukan di Indonesia saja (Bandung), tetapi juga dilakukan di negara lain yaitu China (Wuhan), Brazil, India, Uni Emirat Arab, dan Turki. Meski sama-sama melakukan uji klinis, tetapi beberapa negara tersebut duluan selesai pada Desember lalu karena lebih dulu. Sementara di Indonesia, kemungkinan pada April mendatang (dimulai pada Agustus 2020),” ujarnya.

Kusnandi mengaku, sejauh ini hambatan yang dihadapi tidak ada. Hal ini karena keluhan dari peneliti masih sangat minim, misalnya tidak ada yang pingsan atau segala macam. Artinya, kalau mengalami gejala demam lalu mengonsumsi paracetamol (obat panas) dan kemudian sembuh. Selain itu, ada bengkak-bengkak pada tubuh tetapi dikompres dan besoknya sudah hilang. “Tidak ada keluhan tentang keamanan dari uji klinis vaksin fase ketiga tersebut,” katanya.

Ia juga menyampaikan, bukan hanya segi keamanan saja yang menjadi pertimbangan, tetapi juga imunogenisitas atau respons imun dari tubuh yang dilihat dari kadar antigen di dalam sel darah. Kemudian, efikasi (kemampuan vaksin tapi dalam konteks penelitian) yang dilihat dari yang diberi suntikan dibandingkan dengan yang dapat plasebo, berapa yang dapat Covid-19? “Jadi, semua yang 1.620 relawan disuntik dan nantinya dievaluasi berapa yang dapat covid dan berapa yang tidak,” paparnya.

Kusnandi menyatakan, bahan vaksin itu sendiri diimpor dari China dan telah diuji pada fase I serta fase II. Makanya, pada fase III ini yang diteliti yaitu efikasi, karena pada fase I dan II telah diteliti keamanan dari vaksin tersebut. Oleh karena itu, pada fase ketiga ini, jumlah subyeknya harus banyak atau tinggi. “Bukan hanya 1.620 subyek saja di Indonesia tetapi di negera lain juga,” ucap dia.

Disebutkannya, bahan dari vaksin tersebut adalah virus corona yang dimatikan atau virus mati. Virus yang mati tersebut tidak akan menyebabkan penyakit Covid-19 di tubuh manusia. Melainkan, diharapkan membuat kekebalan tubuh pada manusia akan tetapi dalam kondisi normal atau sehat. “Pada tubuh normal, diharapkan setelah disuntikan vaksin maka akan timbul antibodi. Begitu juga dalam kondisi tidak normal (sehat), tetapi persentasenya kecil,” sebut Kusnandi.

Terkait pada Januari ini dikabarkan vaksin tersebut sudah bisa digunakan untuk emergency, Kusnandi membenarkannya. Kata dia, karena pada WHO ada yang disebut emergency use authorization. Menurut WHO, jika dalam keadaan pandemi dan sedang outbreak, maka itu bisa digunakan apa yang disebut emergency use authorization. Artinya, kalau uji klinis belum selesai tetapi data-data sebagian sudah bisa digunakan. Jadi, apabila minimal sudah diikuti selama dua bulan setelah suntikan vaksin terakhir.

“Yang utamanya keamanannya dan kadar zat anti di dalam darah manusia. Biasanya, diefikasinya pada emergency use authorization itu akan dikaitkan dengan zat anti di dalam darah. Jadi, bukan efikasi secara menyeluruh tetapi dikaitkan dengan kadar zat antinya tadi,” terangnya.

Diutarakan Kusnandi, virus corona ini terbilang ganas karena bisa dibayangkan hampir 77 juta orang di dunia terinfeksi dan terdampak virus tersebut dalam waktu 10 bulan saja. Terlebih, korban yang meninggal jumlahnya sudah lebih dari 6 juta orang. “Makanya, kita fokus meneliti obat dan vaksinnya,” cetus dia.

Ia menambahkan, informasinya sementara waktu Biofarma akan memproduksi vaksin corona setiap bulannya 10 juta dosis. Namun demikian, tentunya akan di-upgrade dalam jumlah lebih banyak lagi. “Walau demikian, nanti kita mungkin mendatangkan vaksin dari luar. Karena kita ada vaksin mandiri dan vaksin yang disubsidi dari pemerintah,” pungkasnya. (ris)

Exit mobile version