Site icon SumutPos

Yang Ingin Bergabung ke ISIS pun Bisa Dijerat Pidana

Pejabat BP Batam dan keluarganya yang berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Terkait perkembangan RUU Pemberantasan Terorisme, beberapa isu krusial konon sudah dibahas dan disepakati pansus dan pemerintah. Namun, ada poin penting yang sampai sekarang belum dibahas. Yaitu, pengertian terorisme, pasal Guantanamo, dan keterlibatan TNI. Perubahan undang-undang itu ditargetkan rampung akhir September.

Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii menyatakan, pihaknya sudah bekerja keras membahas Revisi Undang-Undang Terorisme yang diajukan pemerintah. Dari 112 daftar inventarisasi masalah (DIM), ada sekitar 70 yang dibahas. Jadi, tinggal 40-an pasal yang perlu diselesaikan.

Selama ini, banyak yang mendesak pansus untuk segera menyelesaikan pembahasan perubahan aturan itu. Namun, pansus tidak terpengaruh. Romo Syafii, panggilan akrab Muhammad Syafii mengatakan, pembahasan peraturan tersebut tidak boleh tergesa-gesa. Banyak poin penting yang harus dibahas secara hati-hati. ’’Harus cermat dan teliti membahasnya,’’ terang dia.

Setelah ini, pansus kembali bekerja untuk melanjutkan pembahasan. Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, pembahasan tersebut tidak hanya dilakukan pansus sendiri, tapi juga dengan pemerintah. Jadi, pemerintah diharapkan aktif hadir dalam rapat yang diadakan. Selama ini, pansus dan pemerintah cukup kompak.

Arsul Sani, anggota Pansus RUU Terorisme, menuturkan, sudah banyak poin krusial yang disepakati bersama antara DPR dan pemerintah. Misalnya, pasal 12A ayat 2 tentang orang yang terlibat dan merekrut orang lain sebagai anggota terorisme. Pasal itu berbunyi ’’Setiap orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang untuk menjadi anggota korporasi yang ditetapkan dan/atau diputuskan pengadilan sebagai organisasi terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun’’.

Ada juga pasal 12A ayat 3 tentang pendiri, pimpinan, pengurus, atau orang yang mengendalikan kegiatan terorisme bisa dipidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun. Menurut dia, dalam UU 15/2003 tentang Pemberantasan Terorisme tidak ada pasal tersebut. ’’Ini disebut pasal perbuatan persiapan,’’ terang politikus PPP itu.

Anggota komisi III tersebut mengatakan, dengan adanya pasal itu, mereka yang hendak berangkat ke luar negeri untuk bergabung dengan organisasi terorisme bisa ditangkap dan dipidana. Jadi, tutur dia, jika ada yang berangkat ke Syiria dengan tujuan bergabung dengan ISIS, mereka bisa dijerat pidana.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Warga Dusun V, Desa Sambirejo Timur melakukan aksi mengecat jalan, sebagai bentuk penolakan kedatangan jenazah terduga teroris Ardial Ramadana di Jalan Makmur Tembung, Deliserdang, Sumatera Utara, Rabu (28/6/2017). Pemakaman jenazah di kawasan kediaman orangtuanya akhirnya dibatalkan, setelah muncul penolakan keras dari warga Dusun V, Desa Sambirejo Timur.

Begitu juga halnya bagi mereka yang pulang ke Indonesia setelah diketahui bergabung dengan ISIS di luar negeri. Apalagi mereka yang menjadi pimpinan atau pengurus yang mengendalikan gerakan teror itu.

Selama ini, lanjut Sekjen DPP PPP itu, aparat kepolisian sulit menindak orang yang dicurigai hendak bergabung dengan ISIS di luar negeri atau mereka yang pulang dari luar negeri. Sebab, dalam undang-undang tidak ada pasal yang mengatur. ’’Ke depannya tidak ada kesulitan lagi,’’ ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, pansus menetapkan pasal 25 tentang penahanan dan pasal 28 tentang penangkapan. DPR dan pemerintah menyepakati bahwa waktu penahanan berlangsung selama 760 hari. Awalnya, pemerintah mengusulkan masa penahanan 1.010 hari. Namun, usulan tersebut tidak diterima sehingga disepakati angka 760 hari. Waktu itu lebih lama 50 hari daripada yang tercantum dalam KUHP.

Setelah ini, pansus bersiap membahas isu krusial lain yang belum dibahas. Yaitu, pasal 43A ayat 1 atau yang biasa disebut pasal Guantanamo. Pasal itu berbunyi ’’Dalam rangka penanggulangan tindak pidana terorisme, penyidik atau penuntut umum dapat melakukan pencegahan terhadap setiap orang tertentu yang diduga akan melakukan tindak pidana terorisme untuk dibawa atau ditempatkan pada tempat tertentu yang menjadi wilayah hukum penyidik atau penuntut umum dalam waktu paling lama 6 bulan’’. Pasal tersebut disorot banyak pihak.

Selain pasal itu, pihaknya akan membahas pasal 43B tentang keterlibatan TNI. Fraksinya sepakat dengan pasal itu, namun jangan sampai bertabrakan dengan Undang-Undang TNI. Jadi, kata dia, akan dibahas secara detail bagaimana keterlibatan militer dalam penanganan terorisme. ’’Jangan sampai menyimpang dari Undang-Undang TNI supaya tidak saling bertabrakan,’’ tutur Arsul. Dia menargetkan pembahasan RUU Terorisme rampung akhir September mendatang. (jpg/adz)

Exit mobile version