Site icon SumutPos

Kuburan Korban Tragedi 1965 Ditemukan di 346 Lokasi, Disumut 17 Kuburan Massal

PERTEMUAN: Ketua YPKP 65, Bedjo Untung melaporkan sejumlah temuan terkait tragedi 1965-1966 kepada Komnas HAM, Kamis (3/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP 65) melaporkan temuan 346 kuburan massal tragedi 1965 ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ketua YPKP 65, Bedjo Untung, mengatakan kuburan massal itu tersebar di 16 provinsi, termasuk di Sumatera Utara. Ada yang berada tengah daratan, di hutan, ada yang di sekitar pantai atau daerah pesisir.

“SECARA khusus, pada hari ini Kamis 3 Oktober 2019, bertepatan dengan Aksi Kamisan yang ke-604, YPKP 65 melaporkan temuan 346 titik lokasi kuburan massal para korban kejahatan Genosida 65 yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dari Sumut, Sumbar, Palembang, Lampung, Jawa, Sukabumi, Tangerang, kemudian Bandung ada juga,” ujar Ketua YPKP 65, Bedjo Untung, saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (3/10).

Bejo menjelaskan, sejak tahun 2000-an, YPKP 1965 telah melakukan serangkaian investigasi guna mengungkap dan mendokumentasikan lokasi eksekusi tahanan politik pada tahun 1965.

Bedjo mengatakan temuan 346 lokasi kuburan massal hingga 10 Oktober 2019 ini masih mungkin bertambah lagi. Kuburan massal itu tersebar di Provinsi Jawa Tengah (119 lokasi), DI Yogyakarta (9), Jawa Timur (116), Jawa Barat (7), Banten (1), Aceh (7), Sumatera Utara (17), Sumatera Barat (22), Riau dan Kepulauan Riau (6), Sumatera Selatan (2), Lampung (8), Ball (11), Kalimantan Timur (1), Kalimantan Tengah (1), Sulawesi (9), Nusa Tenggara Timur (10).

Jumlah temuan hingga Oktober 2019 itu termasuk temuan sebelumnya pada 2015 sebanyak 112 kuburan massal, yang juga telah dilaporkan ke Komnas HAM, tetapi Bedjo Untung menyebut hingga kini belum ditindaklanjuti Komnas HAM.

Adapun data ke-122 titik kuburan massal di berbagai daerah itu ditemukan 13.999 korban yang terkubur. Rinciannya, 50 lokasi di Jawa Tengah dengan jumlah 5.543 korban; dua lokasi di Yogyakarta dengan jumlah korban 757 orang; 28 lokasi di Jawa Timur dengan 2.846 orang korban; tiga lokasi di Jawa Barat dengan jumlah korban 115 orang; satu lokasi di Banten dengan jumlah korban 200 orang.

Selain itu, ada 7 lokasi di Sumatera Utara dengan jumlah korban 5.759 orang; 21 lokasi di Sumatera Barat dengan jumlah korban 1.988 orang; dua lokasi di Sumatera Selatan dengan jumlah 2.150 orang. Kepulauan Riau 5 lokasi dengan jumlah 173 orang.

Tak ketinggalan pula dengan Pulau Bali, di mana YPKP 65 mengaku menemukan satu lokasi kuburan massal dengan jumlah korban 11 orang; di Kalimantan Timur dan Sulawesi masing-masing ditemukan satu lokasi dengan jumlah korban yang belum terinci.

Bejo menuturkan, di daerah Sumatera Utara terdapat sebuah sungai yang bernama Sungai Ular, yang pernah dijadikan lokasi pembantaian tahanan politik ataupun warga yang dituduh anggota PKI.

“Temuan kuburan massal para korban kejahatan Genosida 1965-66 ini sangat penting, bukan saja sebagai jejak kejahatan terhadap kemanusiaan yang pemah terjadi, tetapi juga dapat dijadikan bukti hukum bahwa pembantaian (massacres) massal besar-besaran,” lanjutnya.

YPKP 65 memperoleh informasi lokasi ratusan kuburan massal tersebut dari saksi mata peristiwa pembantaian 1965 yang masih hidup.

Untuk itu, pihaknya meminta Komnas HAM menindaklanjuti laporan tersebut serta melakukan investigasi khusus kuburan massal. “Ini baru dari yayasan yang melaporkan, Komnas HAM harus punya data sendiri untuk melakukan asessment dan verifikasi. Kami siap bekerja sama untuk menunjukkan lokasi,” sambung Bedjo.

YPKP 65 juga meminta Komnas HAM merawat dan menjaga kuburan massal tragedi 1965. Hal itu dilakukan agar tidak ada perusakan maupun penghilangan bukti hukum terkait tragedi pelanggaran HAM tersebut.

“Kami minta Komnas HAM merawat dan menjaga supaya kuburan massal tidak dirusak maupun dihilangkan karena sekarang ada indikasi banyak lokasi yang dijadikan mal, pariwisata, dan sebagainya,” ujar Bedjo Untung.

Bedjo menyebutkan, sejauh pantauannya, ada sejumlah lokasi kuburan massal korban tragedi 65 yang kini dialihfungsikan menjadi tempat pariwisata, seperti di Purwodadi, Malang, dan Pemalang. “Lokasi-lokasi di situ beberapa mau dibongkar untuk dijadikan pariwisata. Saya minta bisa dirawat,” paparnya kemudian.

Bedjo menuturkan, dari laporan masyarakat setempat yang berkomunikasi dengan YPKP 65, masih ada sejumlah kuburan massal yang terawat karena dilindungi oleh masyarakat.

Lebih jauh, ia menambahkan, beberapa korban tragedi 65 juga meminta agar kuburan massal dipindahkan karena kini di sejumlah lokasi kuburan sudah menjadi hutan. “Karena mereka merasa sedih kuburannya di hutan, banyak keluarga menghendaki kuburan massal bisa dipindahkan. Jadi Komnas HAM diharapkan bisa memfasilitasinya,” katanya.

Saat menyerahkan temuan itu, YPKP 65 tidak ditemui komisioner Komnas HAM, melainkan Kepala Bagian Dukungan Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Imelda Saragih.

“Meski tidak ada komisioner tolong pesan saya dicatat dan disampaikan sesuai surat yang saya ajukan Senin lalu,” kata Bedjo.

Datangi Kejagung

Selain ke Komnas HAM, YPKP 65 juga menyambangi Kejaksaan Agung untuk beraudiensi terkait temuan kuburan masal tragedi 65. Dalam kesempatan itu, YPKP 65 diterima oleh Kepala Sub Direkorat Hubungan Lembaga Pemerintah Andi Rio Rahmat. Ketua YPKP 65 Bedjo Untung menyatakan, kedatangannya ke Kejagung untuk melampirkan temuan data terkini kuburan massal korban tragedi 65.

“Kami ke Kejagung untuk memberikan laporan data terkini lokasi kuburan massal korban tragedi 65. Selanjutnya, kami minta ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung, kami juga pertanyakan mengapa kasus pelanggaran HAM berat 65 ini tidak ada kelanjutannya,” ujar Bedjo di Kejagung, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Dari data-data tersebut, tuturnya, semestinya Kejagung tidak bisa mengelak dengan beralasan kurang alat bukti. “Meskinya Jaksa Agung tidak bisa mengelak bahwa kurang alat bukti segala macam. Kuburan massal bukan hanya satu dua, melainkan 346 dan itu masih bertambah lagi,” ungkapnya.

“Saya bisa katakan 99 persen data ini benar. Sekali lagi kami mendesak Jaksa Agung untuk menindaklanjuti, karena kami butuh kepastian hukum sehingga kami korban ’65 tidak bisa menerima kompensasi. Jaksa Agung segera bentuk pengadilan ad hoc,” tutur Bedjo.

Dia melanjutkan, temuan yang ia serahkan ke Kejagung akan diserahkan ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) dan diproses dalam satu minggu. Diketahui, Kejagung sempat beberapa kali mengembalikan berkas hasil penyelidikan Komnas HAM terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM berat, salah satunya Tragedi 1965.

Pada 2012 misalnya, Kejagung mengembalikan berkas kasus 65 ke Komnas HAM karena masih belum lengkap. Selain itu, Kejagung juga menilai kesulitan menyelidiki peristiwa yang sudah terjadi puluhan tahun silam itu.

Kemudian pada 2018, Komnas HAM menerima pengembalian sembilan berkas perkara pelanggaran HAM berat masa lalu dari Kejaksaan Agung pada 27 November 2018 lalu, salah satunya tragedi 65. Kejaksaan juga memberikan petunjuk kepada Komnas HAM untuk melengkapi berkas tersebut. (kps/jpnn/ant)

Exit mobile version