Site icon SumutPos

Bupati Bongkar Borok Kemenpora

NOVEMBER tahun ini mungkin menjadi bulan yang spesial bagi Bupati Bogor, Rachmat Yasin. Jelang hari jadinya yang ke 49 tahun pada Ahad (4/11) nanti, RY (begitu dia kerap disapa) justru sedang dihadapkan persoalan dan pekerjaan yang pelik. Ya, itu setelah namanya kecatut dalam hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON), Hambalang.

Mau tak mau, RY mesti pontang-panting klarifikasi ke sejumlah media massa bahwa kebijakannya terkait perizinan  di proyek Hambalang itu tidak melabrak regulasi. Berbekal dokumen tebal dengan raut wajah yang nampak lelah, secara gamblang RY menjelaskan ihwal keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) P3SON Hambalang.

Diakuinya, Badan Perizinan Terpadu (BPT) Kabupaten Bogor yang saat itu dijabat oleh Syarifah Sofiah (kini Kepala Dinas Pendapatan Daerah) teledor. Syarifah dinilainya kurang cermat mempelajari Surat Keputusan (SK) siteplan hingga terbit IMB. Dalam SK tersebut, RY terang-terangan menulis sebuah prasyarat kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (kemenpora) untuk segera menyelesaikan studi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), sebelum IMB diterbitkan.
“Memang saya akui keteledoran BPT saat menerbitkan IMB. Siteplan sudah diterbitkan tanpa melihat embel-embel di SK-nya,” ungkapnya saat bersilaturahmi ke dapur redaksi Radar Bogor (Grup JPNN) di lantai 4, Gedung Graha Pena, kemarin.
RY mengaku, sudah mengingatkan Kemenpora untuk tetap menyelesaikan Amdal dan mematuhi aturan yang berlaku. Hal itu tertuang di SK siteplan dalam klausul poin 4 dan 5. Isinya menyebutkan Kemenpora sebelum melaksanakan pembangunan wajib menyelesaikan Amdal. Sedangkan poin lima adalah yang bersangkutan wajib mengikuti aturan.

“Ini yang tidak dilakukan Kemenpora. Meski Amdal belum ada, tapi pengerjaan sudah berlangsung. Saya harus bagaimana? Saya selaku Bupati mesti mengamankan proyek nasional. Saya tidak mau dikatakan tidak kooperatif atau menghalang-halangi,” keluhnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, hasil audit investigasi BPK tahap I per 1 Oktober 2012 menemukan 11 indikasi pelanggaran. Di antara belasan pelanggaran itu, BPK mengendus beberapa pelanggaran yang dibuat Bupati Bogor. Oleh BPK, pemkab diduga melanggar UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan melanggar Peraturan Bupati Bogor Nomor 30 tahun 2009 tentang Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan dan Peta Situasi.
Tak hanya itu, Kepala BPT saat itu, Syarifah Sofiah, juga diduga melanggar Perda Kabupaten Bogor nomor 12/2009 tentang Bangunan Gedung perihal dikeluarkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Padahal si empunya hajat, yakni Kemenpora belum melengkapi persyaratan terkait studi Amdal terhadap proyek P3SON. Karenanya ada pelanggaran terhadap Perda Kabupaten Bogor 12 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung.

Menanggapi hal ini, RY membeberkan jika dirinya saat itu terdesak dalam menandatangani izin pembangunan P3SON Hambalang. Ia mengatakan, sebagai kepala daerah yang dimintai kontribusi terhadap program Nasional, tentunya akan sulit untuk menolak permintaan dari Kemenpora. Hal itulah yang memaksanya dirinya menandatangani siteplan meski belum dilengkapi hasil studi Amdal.

“Sesmenpora (Wafid Muharam,red) mendatangi saya sekali dan langsung bicara to the point,” tukasnya. Selain sebal dengan sikap acuh kemenpora soal amdal, menurut RY, kontraktor pelaksana P30SON juga tidak kooperatif. Meski dalam IMB tegas menetapkan batas ketinggian bangunan hanya 12 meter, kontraktor justru membangun hingga 14 meter lebih. Petugas pengawas bangunan pun diusir kala hendak mengecek pembangunan.

“Pemda tidak bisa berbuat apa-apa. Tim dari Pemda dilarang masuk ketika meninjau. Ketika kami ke sana menegur, malah galakan mereka,” bebernya. Kepada jajaran redaksi, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Barat ini membantah keras adanya isu suap Rp5 miliar, dalam proses perizinan siteplan dan IMB megaproyek triliunan rupiah itu. Memang sebelumnya, RY sempat disebut-sebut menerima rasuah (suap) miliaran rupiah atas kontribusinya memuluskan proses perizinan P3SON Hambalang. Tapi RY mengatakan kabar miring itu adalah fitnah.

Pun ketika diperiksa BPK pada Senin (29/10), RY mengaku tak ditanyai seputar dugaan suap Rp5 miliar itu. Dari lima pertanyaan yang disodorkan BPK, RY hanya diminta menjelaskan selukbeluk perizinan pembangunan sekolah olahraga yang anggarannya menjadi bancakan oknum anggota dewan di Senayan itu.

“Artinya tidak ada aliran dana kepada saya dan saya tegaskan tidak ada satu rupiah pun yang saya terima. Saya justru hanya menjelaskan kepada BPK terkait pelanggaran perizinan yang tidak dipatuhi oleh Kemenegpora,” kata dia.
Dalam kesempatan sore kemarin, mantan Ketua DPRD Kabupaten Bogor ini juga mengisahkan asal mula penetapan lahan bakal P3SON Hambalang. Penetapan tersebut, sambungnya, ketika pada hak guna usaha (HGU) PT Buana Estate milik Probosutejo habis di 2002. Di saat yang sama, Kemenpora tengah mencari lahan kosong untuk dijadikan sekolah atlet. Sekolah baru itu sedianya menggantikan sekolah atlet lama yang terletak di kawasan Ragunan yang mengalami permasalahan kepemilikan tanah.

“Kalau tidak salah saat 2004 awal, saya masih Anggota Dewan. Tapi disayembarakan dulu, barang siapa punya lahan tanpa harus membeli akan digunakan untuk sekolah atlet,” terangnya.
Baru kemudian, lanjut RY, Kementerian Pendidikan Nasional yang menaungi pemuda dan olahraga mengajukan tanah tersebut kepada Bupati Bogor saat itu Agus Utara. Lanjut berganti Kementerian, maka penetapan lokasi P3SON Hambalang diulang. Saat itu Pemerintah Daerah hanya memfasilitasi dana kerohiman kepada para penggarap tanah sebesar Rp6.500 per meter.

“Jadi itu tanah hibah. Dan hati-hati jika hendak menyebut Bupati. Karena ada dua Bupati dalam perjalanan proyek ini (RY dan Agus Utara),” tandasnya.
Di lain tempat, bekas Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam, membantah jika dirinya pernah menekan Bupati Rachmat Yasin saat hendak mengurus perizinan. “Katanya saya menekan. Apa saya tipe penekan?” cetusnya seusai bersaksi untuk terdakwa Angelina Sondakh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin.

Terpidana pada kasus suap proyek Wisma Atlet itu mengatakan, dia tak memiliki kewenangan untuk menekan Bupati Bogor. “Saya sesmen, beliau bupati. Apa kekuasaan saya menekan beliau?
Wafid membenarkan bertemu dengan Rachmat sekali pada 2009. Tapi, dia mengaku, saat itu hanya memaparkan proyek Hambalang yang akan dibangun di Bukit Hambalang, Citeureup, Kabupaten Bogor. “Kami minta bantuan, itu normallah, sebagai kepala daerah meminta bantuan untuk proses pembangunan di Bukit Hambalang,” ujar dia.

Waktu itu, kata Wafid, RY malah bercerita bahwa di Bukit Sentul, yang terletak di dekat Bukit Hambalang, akan dibangun sekolah internasional untuk perdamaian. Hal ini membuat Wafid tambah yakin untuk melaksanakan proyek tersebut. “Ya, kami yakin, dong, berarti tidak hanya kami yang membangun,” ucapnya.

Bahkan, menurut Wafid, Rachmat meminta bantuan pada kementeriannya untuk membangun GOR di Bogor. Dia pun menyanggupi hal tersebut. “Kami sanggupi, beliau juga sanggup untuk membantu. Apa itu menekan?” ujarnya. (ric/tem/jpnn)

Exit mobile version