Site icon SumutPos

Sikapi Golkar, Menkumham Nyanyi ‘Dangdut’

Menkumham Yasonna Laoly
Menkumham Yasonna Laoly

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dituding berat ke kubu Agung Laksono memancing kegeraman politikus senior Partai Golkar Zainal Bintang. Menkumham pun di deadline kalau Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Partai Golkar munas Bali tidak diberi SK menteri, maka akan ambil tindakan.

“Kami rencana gugat Menkum HAM ke Bareskrim Polri. Ini sedang digodok anggota Partai Golkar lainnya,” ujar Bintang kepada wartawan, Senin (4/1).

Bintang mengaku, gugatan ke menkumHAM didasari desakan kader Golkar, dan sesepuh dari daerah hingga pusat. Adapun jalur hukum yang ditempuh, untuk menggugat MenkumHAM Yasonna ke Bareskrim Polri.

“Yang intinya meminta eskponen Ormas Tri Karya Golkar menempuh jalur hukum untuk menggugat menkumHAM,” katanya.

Dia pun menilai, Yasonna seolah menggembosi Partai Golkar. Langkahnya itu berdampak pada ekses negative budaya politik menang-menangan yang diperagakan oleh politisi Indonesia di era reformasi.

Menurut dia, MenkumHAM Yasonna juga terkesan sedang menyanyikan lagu dangdut. Lantaran, Yasonna sempat mengesahkan SK Kepengurusan Munas Ancol lalu mencabutnya. “Kau yang mulai, Kau pula yang mengakhiri,” sindir Bintang.

Tak hanya itu, Bendahara Umum DPP Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical) Bambang Soesatyo menilai, sikap Yasonna tidak mengesahkan SK Golkar Munas Bali seolah pemerintah ingin menunjukkan posisi independennya alias tidak memihak justru terkesan menyalahgunakan kekuasaan dalam menyikapi persoalan di tubuh Partai Golkar.

Anggota komisi III DPR itu menuding, Menteri Yasonna juga berpolitik dalam menyikapi persoalan Golkar. “Lantaran, cenderung mengeskalasi konflik internal Partai Golkar,” tandasnya.

Terpisah Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono Agun Gunandjar Sudarsa meminta Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie jangan marah-marah ke Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Keputusan Yasonna tidak mengesahkan DPP PG hasil Munas Bali adalah jalan tengah pemerintah. Sudah berpedoman pada surat Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) KemenkumHAM.

“Agar perselisihan diselesaikan melalui mekanisme internal partai, AD/ART Partai Golkar yang pelaksanaannya mengedepankan prinsip arif, bijak, dan berkeadilan,” ujarnya.

Menkum HAM termasuk konsisten dalam penyelesaian konflik internal Golkar yang tetap mempedomani UU Partai Politik. “Jadi, tak sepatutnya menyalahkan dan menyudutkan pemerintah, serta mencari kambing hitam pada pihak atau kekuatan di luar Golkar,” tandas anggota komisi II DPR.

“Apalagi, ditempuh dengan cara yang penuh rekayasa dan oligarkis lewat metode Stick and Carrot,” cetusnya.

Agun meminta, Golkar menggelar munas kembali. Usulan munas juga pandangan para tokoh, sepuh, pinisepuh, pengamat, pecinta dan pendukung Golkar, serta tokoh anak muda partai berlambang pohon beringin itu. “Masa depan Golkar sepenuhnya pada mekanisme AD/ART. Sebab, mekanisme hukum tidak akan pernah mampu menyelamatkan persatuan dan kesatuan segenap kekuatan partai,” pungkasnya.

Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya hasil Munas Bali, Nurdin Halid mengklaim pimpinan partainya di daerah tak menyetujui usulan penyelenggaraan munas bersama. Menurut Nurdin, munas bersama dengan kubu Agung Laksono guna mendapatkan legitimasi kepengurusan partai oleh pemerintah tidak sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Golkar.

“Dewan Pimpinan Daerah I sama sekali tidak setuju, karena mereka sudah munas di Bali. Bukan hanya DPD I, DPD II se-Indonesia juga. Ngapain munas lagi. Dasarnya apa munas bersama dengan mereka (Golkar kubu Agung Laksono hasil Munas Ancol)?” ujar Nurdin.

Dia menuturkan MA memiliki dasar yang kuat saat memutuskan membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly bagi kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol. “Hasil Munas Ancol itu tidak sah karena tidak sesuai dengan AD/ART, makanya diminta dicabut,” katanya.

Mestinya, menurut Nurdin, Menteri Hukum membaca secara utuh keputusan MA, termasuk pertimbangan hukumnya. “Kan, mereka tidak ujug-ujug (tiba-tiba) minta mencabut,” ucapnya.

Menurut Nurdin, sudah tidak ada lagi dualisme kepengurusan dalam tubuh Golkar. Karena itu, Menteri Hukum harus memproses pendaftaran kepengurusan Golkar hasil Munas Bali berdasarkan permohonan kubu Aburizal Bakrie.

Nurdin juga menjelaskan, setelah masa libur tahun baru usai, kubunya akan kembali mengirimkan surat kepada Kementerian Hukum untuk mendaftarkan kepengurusan Golkar hasil Munas Bali. “Kami daftar ulang lagi,” ujarnya.

Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar menyampaikan Agung Laksono dan Aburizal Bakrie ‘Ícal’ telah sepakat untuk menggelar Munas guna menyelesaikan kisruh internal.

“Sebenarnya sih soal waktu. Kita sudah setuju Pak Agung dan Pak Ical sudah setuju sebenarnya akhir tahun lalu untuk merumuskan penyatuan pengurus,” kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta.

Sebagai bukti, JK menunjukan sebuah kertas yang berisi kesepakatan antara dua kubu yang telah menyepakati untuk dilakukannya penyatuan. Dalam kertas tersebut terlihat telah ditandatangani oleh JK, Agung Laksono, serta Aburizal Bakrie pada 9 November 2015.

Dalam kertas tersebut juga tertulis opsi jika kembali ke DPP Munas Riau, maka harus dilakukan rekonsiliasi pengurus DPP-DPD serta pencabutan, pemecatan, dan normalisasi DPR-DPRD. Setelah itu, baru dapat dilakukan Rapimnas untuk pengesahan dan rencana Munas. Sehingga pada akhirnya akan digelar Munas. (rka/bbs/jpg)

Exit mobile version