Site icon SumutPos

BNPB Bentuk Satgas PMK hingga RT-RW, Ternak Lintas Pulau Harus Dikarantina

PERIKSA KESEHATAN: Dokter hewan memeriksakan kesehatan sapi untuk memastikan tidak terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

SUMUTPOS.CO – Satgas Nasional Penanganan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan serangkaian surat edaran (SE). Isinya tentang protokol kesehatan dan petunjuk teknis penanganan wabah PMK.

SE tersebut merupakan tindak lanjut penetapan status keadaan tertentu darurat PMK pada Jumat, 1 Juli 2022. Ada tiga SE yang dikeluarkan. Masing-masing SE Nomor 1, 2, dan 3 Tahun 2022.

SE Nomor 1 mengatur tentang pembentukan satgas penanganan PMK di daerah, mulai provinsi, kab/kotan

kecamatan, desa/kelurahan, hingga tingkat RT dan RW. Kemudian, SE Nomor 2 mengatur protokol kesehatan pengendalian PMK.

Sedangkan SE terakhir memberikan petunjuk teknis soal pengaturan lalu lintas dan produk hewan rentan PMK berbasis kewilayahan. “Nanti juga dikeluarkan inmendagri (instruksi menteri dalam negeri, Red),” kata Jubir Satgas Wiku Adisasmito kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), kemarin (3/7).

SE Nomor 1 akan memberikan panduan bagi pemda, terutama gubernur, bupati, dan wali kota, tentang struktur satgas PMK di wilayah masing-masing. Dalam SE tersebut ditetapkan bahwa ketua satgas daerah wajib membentuk struktur satgas hingga tingkat RT/RW dengan unsur lengkap pentahelix meliputi pemerintah, TNI-Polri, swasta, akademisi/pakar/asosiasi, kemudian unsur masyarakat dan media.

Tugas Satgas PMK daerah itu mirip dengan satgas Covid-19. Yakni, mendata kondisi hewan ternak secara lengkap. Bukan hanya hewan ternak, melainkan juga hewan liar berkuku genap. Satgas diamanahi melakukan skrining, testing, dan tracing terhadap satwa-satwa tersebut. Juga, membatasi pergerakan hewan maupun manusia yang dicurigai telah memiliki kontak dengan hewan maupun benda yang rawan terjangkit virus PMK.

Sementara itu, protokol hewan meliputi pembatasan pergerakan ternak. Daerah yang ditetapkan merah atau kuning wajib melakukan karantina wilayah dengan durasi dan pengawasan yang ditetapkan petugas veteriner setempat. Sedangkan hewan rentan PMK yang ada di zona hijau bisa dikembalikan ke peternakan.

Proses skrining di wilayah kategori hijau itu menggunakan metode RT-PCR. Sedangkan di daerah kuning dan merah boleh menggunakan RT-PCR, rapid test antigen, serta ELISA NSP.

SE Nomor 2 juga mengatur secara detail spesifikasi teknis tempat karantina hewan bagi peternak yang memiliki hewan terjangkit PMK. Disebutkan pula bahwa hewan rentan PMK boleh dipotong dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dokter hewan setempat. Pada kondisi hewan yang tidak memungkinkan untuk dipotong, hewan tersebut wajib dimusnahkan setelah dilakukan dekontaminasi dan disinfeksi.

Dalam hal perpindahan hewan ternak, sebelum melakukan perjalanan antarpulau, wajib dikarantina di fasilitas karantina terpusat atau karantina milik peternak dengan pengawasan dokter veteriner setempat. Jika terbukti positif, hewan terjangkit PMK di daerah kuning dan merah wajib dipotong dengan syarat-syarat tertentu. Sementara itu, yang berasal dari zona hijau wajib dimusnahkan.

Ahli wirologi dari Universitas Udayana I Gusti Ngurah Kade Mahardika menyebutkan bahwa pembentukan satgas dan penetapan status darurat tersebut sudah sangat terlambat. Virus PMK sudah menyebar luas. Mahardika mengatakan bahwa PMK dilaporkan sejak medio April 2022. “Sekarang sudah awal Juli, jadi sudah terlambat,” jelasnya.

Mahardika menambahkan, pemerintah tidak memenuhi prinsip utama pengendalian wabah, yakni 3E. Meliputi early detection atau deteksi dini, early response atau respons dini, serta early action atau aksi dini. Menurut Mahardika, andai pemerintah mendeklarasikan keadaan darurat sejak kasus dilaporkan otoritas veteriner, persebaran PMK tidak akan seluas sekarang.

Pada saat dilaporkan, seharusnya pada saat itu juga dikeluarkan perintah standstill alias mengunci hewan-hewan di kandang. Dengan begitu, tidak ada pergerakan hewan dari satu kandang ke kandang lainnya.

Dengan keterlambatan tersebut, Mahardika mengatakan, butuh waktu setidaknya dua tahun hingga persebaran kasus bisa dikendalikan. Bahkan butuh lima tahun sampai kondisi peternakan normal kembali seperti sebelum persebaran PMK. Dia menambahkan, satu-satunya harapan saat ini adalah proses vaksinasi.

Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan gerakan disinfeksi nasional untuk mencegah penularan PMK. Program tersebut hasil kolaborasi Kementan dengan BNPB dan Palang Merah Indonesia (PMI). Mentan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, gerakan disinfeksi itu dilakukan di 19 provinsi yang terjangkit kasus PMK.

Dia mengingatkan, penularan PMK sangat cepat. Bisa melalui hewan yang terinfeksi PMK ke hewan sehat. Dapat juga melalui virus PMK yang menempel pada alat, barang, atau manusia. Bahkan juga bisa melalui udara. “Sehingga lalu lintas dan pemeriksaan ternak harus dilakukan secara ketat,” tuturnya.

Pada bagian lain, Pemprov Bali memutuskan untuk menutup pintu pengiriman sapi sejak Sabtu (2/7). Kebijakan lockdown itu diambil setelah 63 sapi di Bali terjangkit PMK. Lockdown tersebut berlaku untuk pengiriman ke luar Bali maupun antardaerah di Bali. Tujuannya, ternak di wilayah yang terdampak PMK tidak menyebar ke kabupaten/kota lainnya.

Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada menjelaskan, meski baru ditemukan 63 kasus PMK, harus menjadi perhatian serius. “Pertama di Gianyar 38 kasus, Buleleng 21 kasus, dan Karangasem 4 kasus,” jelasnya saat dikonfirmasi Bali Express kemarin.

Sunada mengatakan, sapi yang terjangkit PMK di Gianyar sudah di-stamping out (dimusnahkan). Hal itu telah sesuai dengan SOP yang berlaku. Sunada menambahkan, sampai kemarin belum ada lagi hewan ternak bergejala PMK. Karena itu, kasus PMK diperkirakan sudah bersih di Gianyar, tepatnya di Desa Medahan. “Tapi muncul lagi di Lokapaksa Buleleng. Itu ada 21 kasus dan sudah dimusnahkan sebanyak 17 ekor, tersisa 4 ekor. Untuk di Karangasem rencananya kita juga lakukan stamping out, mungkin besok kita turun,” terangnya kemarin.

Sunada menyampaikan, pemusnahan dilakukan untuk menghilangkan sumber-sumber PMK. “Stamping out merupakan pemotongan paksa atau kita musnahkan. Ternak positif PMK tidak boleh ke mana-mana. Kita lakukan pemotongan secepat mungkin. Ini virus dan dibawa oleh angin juga. Paling tepat stamping out, walaupun ternak sembuh, ia bisa menjadi pembawa virus, jadi harus dimusnahkan,” tegas dia. (jpc)

 

Exit mobile version