Site icon SumutPos

Presiden Minta Penyebaran Vaksin Merata, Cakupan Vaksinasi Lansia-Anak Rendah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Target mengejar vaksinasi setidaknya 70 persen hingga akhir tahun terus dikebut. Pemerintah berupaya memastikan penyebaran vaksin merata di seluruh Indonesia. Kemarin (3/10) Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kegiatan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat dan pelajar di halaman kantor bupati Merauke.

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) .

“Saya ingin memastikan bahwa dari Sabang sampai Merauke pemerataan vaksin itu ada dan vaksinasi itu berjalan dengan baik,” ucap Jokowi seusai peninjauan.

Namun, ada catatan terkait vaksinasi Covid-19 yang perlu diperbaiki. Pada beberapa kelompok, tingkat vaksinasi masih rendah. Untuk sasaran lanjut usia, misalnya, vaksinasi Covid-19 dosis pertama baru 30,81 persen atau 6.641.860 orang. Lalu, dosis kedua baru 20,59 persen atau 4.436.984 orang. Kemudian, pada masyarakat umum dan rentan, cakupan vaksinasi dosis pertama baru 37,19 persen atau 52.512.712 orang. Sedangkan dosis kedua 16,49 persen atau sebanyak 23.286.006 orang.

Presiden berharap vaksinasi dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penularan virus korona. Sekaligus menghambat persebarannya. Jokowi mengapresiasi antusiasme masyarakat mengikuti vaksinasi. Termasuk di Merauke. “Saya harapkan semua kabupaten dan kota di Provinsi Papua juga melakukan hal yang sama,” ucapnya.

Jokowi juga meminta masyarakat disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Sebab, saat ini masyarakat harus hidup berdampingan dengan Covid-19. “Perlu saya ingatkan bahwa Covid-19 ini tidak mungkin hilang secara total,” ungkapnya.

Sementara itu, relawan data LaporCovid-19 Natasha Devanand mengungkapkan, vaksinasi untuk populasi sekolah, terutama siswa, masih rendah. Menurut data yang diterimanya pada 2 Oktober, vaksinasi pertama untuk usia 12–17 tahun baru 14,72 persen. Lalu, vaksinasi dosis keduanya baru 9,98 persen. “Capaian ini masih tergolong rendah untuk usia pelajar,” ucapnya.

Kondisi serupa terjadi pada guru dan tenaga pendidik. Jumlahnya juga masih kecil. Terutama pada vaksinasi kedua yang baru menyentuh 2.112. 292 orang. Sedangkan untuk dosis pertama mencapai 2.550.107 dosis. Data tersebut dipublikasikan vaksin.kemkes.go.id.

Mengacu data itu, Natasha khawatir ada risiko penularan. Apalagi, ada pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah untuk usia di bawah 12 tahun. Selain itu, LaporCovid-19 menerima 167 aduan sekolah yang melanggar protokol kesehatan. Terhitung sejak Januari hingga 27 September. Pada September saja ada 22 kasus. “Meskipun kasus positif mereka cukup rendah dibanding dewasa, kasus (Covid-19) pada anak juga dapat berakibat fatal,” ujarnya. Angka kematian akibat Covid-19 pada anak mencapai 2 persen.

Selanjutnya, Natasha menyebutkan, data positivity rate yang diklaim rendah oleh pemerintah meragukan. Alasannya, pemerintah masih memasukkan hasil antigen sebagai perhitungan. “Seharusnya dihitung berdasar PCR,” tuturnya.

Di bagian lain, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyinggung wacana vaksin booster atau vaksin dosis ketiga bagi masyarakat umum. Menurut dia, pemerintah tidak perlu terburu-buru untuk memberikan booster kepada populasi umum. “Paling tidak tahun depan,” katanya kemarin.

Dosis ketiga atau booster, kata Dicky, memang memiliki landasan ilmiah. Ada basis studi dan riset uji efektivitas yang menunjukkan bahwa semua vaksin Covid-19 memerlukan penguatan karena efikasi yang terus menurun dan menghadapi mutasi dari virus yang menjadi banyak varian.

“Makanya, vaksin berbasis RNA itu sedang dimodifikasi untuk merespons varian baru. Jangan kita ngomong Mu yang memiliki kemampuan menurunkan efikasi yang besar. Delta saja bisa menurunkan efikasi sampai 30 persen. Apalagi, masih ada potensi varian lain,” terang dia.

Tapi, imbuh Dicky, urgensi dosis ketiga bukan urgensi dalam waktu dekat. Tahun depan pun masih cukup ideal. Saat ini pemerintah seharusnya memprioritaskan cakupan vaksin dosis lengkap atau dua dosis. “Ini yang harus dikejar dulu. Setidaknya sudah tercapai 50 persen plus atau 60 persen dari total populasi telah divaksin lengkap. Maka, cukup fair dan adil jika pemerintah memberikan booster bagi populasi lain selain tenaga kesehatan, lansia, atau komorbid,” terangnya.

Pemerintah bisa memberikan booster ketiga kepada kelompok-kelompok prioritas. Baik itu dari sisi pekerjaan seperti tenaga kesehatan atau tenaga pendukung kesehatan yang bekerja di hotel-hotel pusat isolasi, puskesmas, maupun lab testing. Juga prioritas dari sisi kondisi tubuh. Misalnya kelompok lansia, difabel, dan komorbid. “Ini contoh yang harus diprioritaskan. Setelah ini tercapai, baru bergerak ke populasi umum. Minimal 90 persen sudah ter-cover,” jelas Dicky.

Percepatan vaksinasi bagi 21,5 juta lansia juga perlu terus digencarkan. Data dari Kemenkes menunjukkan, per 30 September 2021, sudah sekitar 30 persen dari sasaran lansia yang mendapatkan vaksinasi dosis pertama atau setara 6,6 juta orang dan sekitar 20 persen di antaranya sudah mendapatkan dosis lengkap. (jpg)

Exit mobile version