Site icon SumutPos

Aksi Nasional Tolak RUU Kesehatan di Jakarta, 5 Organisasi Kesehatan Medan Kirim Massa

TOLAK: Perwakilan dari Medan yakni, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia, sepakat menolak RUU Kesehatan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lima organisasi profesi (OP) Kesehatan secara nasional akan menggelar aksi menolak RUU Kesehatan (Omnibus Law) pada, Senin (8/5) mendatang, di Jakarta.

Kelima OP Kesehatan tersebut terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Rencana, aksi para tenaga kesehatan (Nakes) ini akan digelar di Kantor Menko Polhukam, Menko PMK, dan Istana Negara. Untuk mendukung aksi dari Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (Aset Bangsa) ini, lima OP Kesehatan Cabang Medan juga akan mengirimkan perwakilannya.

“Aksi ini menolak pembahasan RUU (Omnibus Law) yang mengancam hak berdemokrasi, hak sehat rakyat, hak Kesejahteraan dan perlindungan profesi kesehatan,” ungkap Sekretaris IDI Medan dr Sekretaris dr Galdi Walfi, M.Ked(An),Sp.An kepada wartawan di Sekretariat Bersama Organisasi Profesi Cabang Medan kepada wartawan, Jumat (5/5).

Lebih lanjut Galdi mengatakan, penyampaian protes terhadap sikap pemerintah dan DPR yang memaksakan pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) yang dianggap kental kepentingan kapitalis di sektor kesehatan, mengorbankan hal rakyat dan profesi kesehatan.

Selain itu, penyampaian protes juga dilakukan terkait sikap pemerintah yang membungkam suara-suara kritis terhadap kebijakan dan memberhentikan salah satu guru besar Prof Dr Zaenal Muttaqin Sp.BS (K) melalui Direktur RSUP Kariadi Semarang.

“Penyampaian bahwa kami tenaga kesehatan di Kota Medan tetap berpegang teguh kepada sumpah profesi masing-masing untuk mewujudkan kesehatan bagi masyarakat,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua PDGI Cabang Medan drg Ranu Putra MKM mengatakan, bahwasanya RUU Omnibus Law yang diusulkan terlihat aneh. Sebab selain waktu perumusannya yang terlalu singkat, juga tidak memiliki naskah akademik.

“Publik hearing yang dilakukan juga cenderung hanya bersifat sosialisasi. Bahkan, RUU itu bukan hanya merubah UU secara redaksional tetapi substansial,” jelasnya.

Ranu menyebutkan, salah satu dampaknya adalah mengebiri peran OP Kesehatan, bahkan terkesan diambil alih oleh Kemenkes. Sebab akan menghilangkan bahasa konsil dan kolegium termasuk sertifikasi yang tidak akan lagi dikelola oleh OP Kesehatan.

“Memang (RUU Kesehatan) tentu ada plus minusnya. Tapi hal itu tidak bisa digeneralisir menjadi suatu persolan bangsa terkait permasalahan kesehatan,” katanya.

Di samping itu, lanjutnya, wacana Kemenkes yang akan memberi karpet merah terhadap tenaga asing juga akan menjadi persoalan lain di masa depan. “Sementara posisi nuansa demokratis ada karena kita (OP Kesehatan) masih punya posisi tawar. Tapi kalau itu hilang, bagaimana lagi mengkritisi pemerintah? Oleh karena itu kami sepakat mendukung bahkan mengendorse teman-teman di pusat untuk memperjuangkan terus penolakan ini,” pungkasnya. (ila)

Exit mobile version