Site icon SumutPos

2 Juta Orang Mengungsi

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Air masih menggenang sampai ke dalam rumah setelah aliran Sungai Babura meluap, menyebabkan banjir di Komplek Pamen Padang Bulan Medan, dan warga sekitar yang tinggal di pinggir aliran sungai 10 Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan Kota Medan, Minggu (3/12/2017).

SUMUTPOS.CO – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga Senin (4/12), tercatat ada 2.175 bencana di Indonesia. Yang terbanyak adalah banjir dengan jumlah kejadian 737 kali. Sedikitnya 130 orang meninggal dan hilang, sementara yang mengungsi dan terdampak mencapai 2.013.701 orang.

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo, pihaknya telah melakukan pemetaan terhadap daerah yang rawan banjir. Di Sumatera ada Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Jambi. Sementara di Jawa, kawasan sungai Ciujung dan Cisadane dapat menyebabkan beberapa wilayah di Banten berisiko banjir. Ada pula aliran Suangai Pesanggrahan, Ciliwung, dan Angke yang patut mendapatkan perhatian masyarakat Jakarta.

BNPB menurut Sutopo, sudah melakukan beberapa hal untuk menangani banjir. ”Banjir itu bencana yang berulang setiap tahun. Sehingga daerah rawan sudah diprediksi waktu dan polanya,” ujarnya, Selasa (5/12).

Berbekal pemetaan yang sudah dilakukan BNPB, maka ada beberapa gladi atau simulasi yang sudah berjalan. ”Saat terjadi banjir, yang utama adalah pencarian korban, evakuasi, dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi pengungsi,” kata Sutopo.

Selain itu menurut Sutopo, lembaganya telah  menyiapkan dana siap pakai (DPS) untuk daerah yang rawan banjir. DPS yang diberikan sebesar Rp 250 miliar. ”Pengelolaannya dilakukan oleh BPBD di wilayah yang berisiko banjir,” ungkap Sutopo.

Adanya siklon Dahlia dan Cempaka baru-baru ini juga mempengaruhi banjir di Indonesia. beberapa wilayah yang sebelumnya tidak pernah tercatat bajir, mengalami banjir. ”Di Pacitan karena siklon tropis Cempaka yang pusatnya dekat dengan kota tersebut. Akibatnya curah hujan tinggi,” ungkapnya.

Sutopo memastikan jika dua siklon tersebut sudah tidak mendekati Indonesia. Sehingga curah hujan diharapkan akan normal. ”Hanya saja di Aceh, Sumatera Utara, dan sebagian Sumatera Barat mohon waspada karena dari pantauan, ada bibit siklon cempaka yang mengarah ke Srilangka,” ujar Sutopo.

Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar BMKG Wilayah I Medan, Syahnan.

Sementara, Balai Besar BMKG Wilayah I Medan memprediksi Provinsi Sumatera Utara (Sumut) masih berpotensi dilanda hujan hingga akhir pecan ini. Hujan yang akan terjadi disertai angin kencang dan petir.

Prakirawan Balai Besar BMKG Wilayah I Medan, Utami menyebutkan, hujan sedang hingga lebat disertai angin kencang dan petir diprediksi akan terjadi di wilayah Binjai, Lubukpakam, Sei Rampah, Stabat dan Tebingtinggi. Karenanya, dia mengimbau kepada masyarakat dapat mewaspadainya karena berpotensi menyebabkan banjir, genangan air dan tanah longsor di daerah pegunungan.

“Menurut hasil analisis prakiraan cuaca BMKG Wilayah I Medan, hujan akan terjadi hampir di seluruh daerah Sumut. Hujan kali ini terjadi pada siang, malam dan dini hari,” ujar Utami melalui pesan WhatsApps, Selasa (5/12). Disebutkannya, hujan yang akan terjadi diperkirakan dengan suhu 17-30 derajat celcius dan kelembaban 70-95 persen. Sedangkan, kecepatan angin mencapai 20 km per jam.

Hal senada disampaikan Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar BMKG Wilayah I Medan, Syahnan. Kata dia, secara umum potensi hujan di Sumut memang masih tinggi. “Pola cuaca masih berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan konvektif yang menyebabkan terjadinya hujan. Sehingga, masih perlu diwaspadai akan terjadinya banjir dan tanah longsor di wilayah kabupaten/kota di Sumut,” tuturnya.

Menurut Syahnan, faktor terjadinya kondisi cuaca ini masih disebabkan karena aktifnya gangguan cuaca berupa tekanan udara rendah di sekitar Pantai Utara Aceh, yang menyebabkan wilayah Sumut menjadi area belokan angin. Artinya, memicu tumbuhnya awan hujan yang juga disertai angin kencang dan gelombang tinggi di sekitar Pantai Timur Sumut.

“Karena intensitas hujan mulai sering terjadi perlu diwaspadai bencana banjir. Terutama, terhadap masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Tak hanya itu, bencana longsor juga berpotensi terjadi di daerah pegunungan,” tukasnya.

Jalan Medan-Tanjungmorawa Lumpuh

Sementara, akibat hujan yang menguyur Kota Medan dan Deliserdang, Senin (4/12) malam, ruas jalan Medan-Tanjungmorawa tepatnya di depan Mapolda Sumut dan Perumahan Rivera tergenang setinggi lutut. Akibatnya, arus lalulintas kembali mengalami kemacetan yang cukup parah, Selasa (5/12) pagi.

“Petugas gabungan Sabhara dari Senin (4/12) pagi hingga sekarang (kemarin) masih terus standby dan menggunakan sistem piket untuk mengatur arus lalin. Saat ini, jalanan terus padat hingga ke fly over Amplas,” kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Ginting, kemarin.

Dia menyebut, tampak genangan air sudah menutup kawasan Jalan Tanjungmorawa sejak pagi. “Pagi tadi sekitar pukul 06.30 WIB tampak kepadatan kendaraan masih terjadi akibat banjir dengan ketinggian air rata-rata 30 cm,” sambung Rina.

Seperti sehari sebelumnya, banjir juga menyebabkan sejumlah kendaraan mogok, seperti becak bermotor, mobil dan sepedamotor. Kembali, Polda Sumut mengimbau kepada pengguna jalan baik yang berasal dari Medan dan sebaliknya agar menggunakan jalur alternatif semisal tol. “Kepada masyarakat pengguna jalan baiknya agar melewati jalur alternatif, jalur tol misalnya,” imbau Rina.

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Pengemudi mobil nekat menerobos banjir lokal di Jalan Karya Kasih Kecamatan Medan Johor, Minggu (3/12/2017). Banjir lokal ini disebabkan tingginya curah hujan yang deras dan berkurangnya resapan air akibat maraknya bangunan perumahan di kawasan tersebut.

Warga Sei Mati Pesimis Revitalisasi

Sementara terkait rencana Pemko Medan merevitalisasi pemukiman di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), ditanggapi pesimis oleh warga Kelurahan Sei Mati, Medan Maimun. Selain soal anggaran yang pastinya cukup besar, masalah lain, setiap warga memiliki lahan dengan luas berbeda-beda. Hal itu dikatakan seorang warga, Musahar Siregar ketika ditanyai Sumut Pos di halaman depan rumahnya di Lingkungan IX, Sei Mati Kecamatan Medan Maimun, Selasa (5/12).

“Tanah di sini masing-masing pribadi yang punya. Kalau kami yang tanahnya tidak lebar, mau kali. Tinggal di sini, kita tidak bisa beli barang-barang. Tapi yang punya tanah lebar pasti tidak mau kalau tidak setimpal gantinya, ” ujar Musahar.

Selain itu, sebut Musahar, sebagian besar warga enggan pindah, mengingat lokasi sangat dekat dengan pusat Kota Medan. Bahkan disebutya, secara lokasi masih banyak yang mau tinggal di Kelurahan Sei Mati. Ditegaskannya hal itu terlihat dengan jumlah penduduk yang terus bertambah. Oleh karena itu, Musahar menyakini jika tidak ada ganti yang setimpal, semakin mempersulit pelaksanaan revitalisasi itu.

” Saya bilang begitu, karena isu seperti itu dulu juga sudah ada. Namun hingga kini tidak ada juga realisasinya. Mungkin apa yang saya bilang tadi, termasuk juga sebagai alasannya, ” tambahnya.

Ditanya soal banjir, diakuinya sejak 61 tahun lalu, lingkungan tempat tinggalnya memang terkena dampak banjir, apabila Sungai Deli meluap. Namun, disebutnya di bawaj Tahun 70-an, banjir yang terjadi 1 kali dalam 1 tahun. Seiring bertambah penduduk, disebutnya di atas tahun 70, banjir terjadi 3 kali dalam 1 tahun. Pada tahun 1985 ke atas, dikatakannya banjir yang menggenangi pemukin warga bisa beberpaa kali terjadi dalam 1 bulan, saat musim hujan.

“Kalau belakangan ini, makin sering banjirnya. Ini aja nggak sampai 1 bulan udah 4 kali banjir. Kalau bulan 11 lalu. Sampai 8 kali banjir dan 2 kali banjirnya masukbke rumah-rumah, ” tandasnya.

Warga lainnya, Marsimin bahkan dengan tegas mengatakan hal tersebut bohong. Disebutnya, kabar itu sudah sejak lama beredar namun tidak kunjung terlaksana. Dikatakannya, dia meyakini hal itu juga karena tidak adanya anggaran. Untuk itu, disebutnya dia pesimis dengan rencana itu. Disebutnya, memaksimalkan fungsi kanal, dapat menjadi pilihan mengatasi banjir yang terjadi di Sei Mati.

” Karena bukan sungai deli ini saja. Ada sungai batuan juga. Kalau sudah penuh sungai Deli akibat banjir dari hulu serta banjir di Medan, maka Sungai Deli tidak bisa menampung lagi. Daripada keluar sampai berapa Milyar, bagus kanal itu difungsikan, ” ujarnya.

Disinggung soal penataan pemukiman, disebutnya untuk di Kelurahan Sei Mati, tidak ada lagi yang tinggal di jalur hijau. Namun, disebutnya di sekitaran Sungai Batuan, masih ada yang tinggal di jalur hijau. Selain itu, dikatakannya bantaran Sungai Deli mulai dari perempatan Jalan Pelangi sampai Jalan Juanda, sudah dibeli oleh pengembang. Namun, diakui Marsimin, kelanjutan pembangunannya tidak diketahuinya karena memang ada beberapa kali warga menolak saat akan dilakukan pembangunan.

“Saya sudah 40 tahun tinggal di sini. Dulu jarang banjir. Memang karena dulu Sungai Deli tidak sempit. Sekarang ini, banyak sekali bangunan yang berdiri di bantaran sungai. Termasuk bangunan kantor Pemerintahan. Kalau mau adil, semuanya 15 meter dari bibir sungai, ” tandas Marsimin. (lyn/jpg/ris/dvs/ain/adz)

Exit mobile version