Site icon SumutPos

Bareskrim ‘Rebut’ SKK Migas dari KPK

Foto: Ricardo/JPNN Penyidik Bareskrim Polri melakukan penggeledahan di Kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (5/5). Penggeledahan ini terkait kasus Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang penjualan kondensat milik negara kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI).
Foto: Ricardo/JPNN
Penyidik Bareskrim Polri melakukan penggeledahan di Kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (5/5). Penggeledahan ini terkait kasus Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang penjualan kondensat milik negara kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengungkapan kasus korupsi kondensat SKK Migas dan PT TPPI bukan merupakan laporan masyarakat. Bareskrim mengakui bila mengendus adanya kasus yang merugikan negara Rp2 triliun itu muncul dari internal Polri.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Victor Edison Simanjuntak menuturkan, pengungkapan kasus kondensat itu merupakan hasil penyelidikan dari penyidik Bareskrim. “Dari internal Polri sendiri,” jelasnya.

Saat ditanya bagaimana bisa mengetahui adanya pelanggaran dalam kebijakan SKK Migas menjual kondensat bagian negara, Victor justru berterima kasih pada Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Wakapolri Komjen Budi Gunawan. “Dengan adanya Kapolri dan Wakapolri, kinerja Bareskrim seperti mendapatkan angin segar. Terutama dalam penindakan kasus korupsi,” jelasnya.

Sebenarnya, pengusutan kasus tersebut telah dimulai sejak Januari lalu. Dalam proses penanganannya, ternyata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menangani kasus yang sama. Dengan begitu, ada kesepakatan bahwa KPK akan menyerahkan sejumlah dokumen kasus tersebut. “Sehingga, nanti Bareskrim yang menangani penuh,” jelasnya.

Dia menegaskan bahwa Bareskrim akan berupaya menangani kasus tersebut dengan cepat. Hingga saat ini bahkan telah ada lima orang saksi yang diperiksa terkait kasus tersebut. “Siapa saja orangnya dan dari mana, belum bisa diungkapkan,” tuturnya.

Mengapa para saksi tidak bisa diungkap identitasnya, dia tidak menjawab dengan jelas. Namun, yang pasti kasus korupsi kondensat bagian negara ini melibatkan banyak pejabat. Kemungkinan besar kasus ini akan mengungkap keberadaan mafia migas. “Ya, ini melibatkan orang yang begitu banyak,” tuturnya.

Lalu, apakah akan ada tersangka masal? Dia menjelaskan, semuanya masih dalam pemeriksaan. Hal tersebut tentu akan diumumkan, bila nanti ada perkembangan baru. “Bisa begitu, tapi belum sekarang semua masih proses,” ujarnya.

Sementara Kabareskrim Komjen Budi Waseso memberikan pernyataan yang berbeda dengan Victor. Setelah penggeledahan kantor SKK Migas, Victor mengaku bila sudah ada satu tersangka berinisial DH dan ada lima saksi yang telah diperiksa.

Budi Waseso mengatakan, jumlah saksi yang telah diperiksa baru ada tiga orang. Serta yang mengagetkan, sama sekali belum ada penetapan tersangka pada pihak yang diduga terlibat korupsi tersebut. “Belum ada tersangka, masih diperiksa,” jelasnya.

Lalu, siapa DH yang disebut sebagai tersangka, Budi menuturkan bahwa penyidik Bareskrim masih bekerja. Penyidik yang mengetahuinya secara persis. “Jangan berandai-andai dulu ya,” ujarnya.

Yang juga penting, ternyata ada kabar bahwa kasus tersebut merupakan pesanan seseorang.

Dikonfirmasi terkait masalah tersebut, dia justru meminta penegakan hukum jangan dihubung-hubungkan dengan partai. “Ini murni penegakan hukum ya,” tegasnya ditemui kemarin.

Saat ini posisi kasus tersebut sudah masuk tingkat penyidikan. Dengan begitu, upaya paksa berupa penggeledahan bisa dilakukan. Izin dari PN Jakarta Selatan juga sudah turun kemarin. “Nanti perkembangannya diusahakan secepatnya,” jelasnya.

Soal kerugian negara sekitar Rp2 triliun, dia ingin mengklarifikasinya. Menurut dia, memang prediksinya ada kerugian negara Rp2 triliun. Namun, angka tersebut hanya hitung-hitungan kasar. “Semua itu akan dipastikan dengan audit dari BPK,” paparnya.

Sementara, sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) di internal SKK Migas mengatakan, polisi mencari tindak pidana bisnis itu melalui kasus M Nazaruddin. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang kini menjadi terpidana KPK itu, sempat menyebut proyek kilang TPPI di persidangan pada Agustus 2014.

Saat itu, Nazaruddin menyebut ada uang USD 1 juta untuk Marzuki Alie. Dari pengakuan itu, penegak hukum seperti KPK dan Polri melakukan penelusuran. Lantas, muncul temuan kalau TPPI punya banyak utang. “Dari situ, langsung di kejar dan terbongkar,” terangnya.

Soal pembelian kondensat milik negara secara piutang, disebutnya sudah beres. Pada 2012, sudah ada permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) melalui pengadilan, dan dikabulkan. TPPI harus melunasi segala utang dengan cara mencicil. Jatuh tempo dalam kesepakatan PKPU adalah 13 tahun.

“Struktur perdata sudah selesai. Polisi sendiri mengatakan, yang bermasalah penunjukan langsungnya,” terangnya. Soal siapa yang layak menjadi tersangka, dia menduga dari SKK Migas duluan. Terutama, oknum yang memperbolehkan penunjukan langsung dan melewati proses tender.

Terpisah, Kepala Humas SKK Migas Rudianto Rimbono tidak mau berbicara banyak soal kasus itu. Alasannya, sudah menjadi rana polisi. Dia hanya memastikan kalau kemarin tidak ada penggeledahan lagi yang dilakukan Bareskrim. “Soal materi perkara, saya tidak tahu. Tunggu saja dari Bareskrim,” ucapnya. (idr/dim/jpnn/rbb)

Exit mobile version