Site icon SumutPos

Gunung Sinabung Masih Berstatus Siaga Level III, Warga Diimbau Jauhi Zona Merah

KARO, SUMUTPOS.CO – Meski Gunung Sinabung telah berstatus siaga, namun masyarakat dan wisatawan diimbau tetap waspada. Karena Gunung Sinabung masih berpotensi erupsi.

EVAKUASI:
Sejumlah warga mengevakuasi perabotan rumah tangga yang dapat diselamatkan sebelum terjadi erupsi lanjutan dari Gunung Semeru di Kampung Renteng Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, kemarin.

Imbauan ini dikatakan Kepala Pos Pemantau Gunung Sinabung, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Armen Putra. Dipaparkan Armen, Gunung Api Sinabung masih berada pada Status Level III (Siaga).

Karena itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan, masyarakat dan pengunjung/wisatawan agar tidak melakukan aktivitas di desa-desa yang sudah direlokasi, serta lokasi di dalam radius radial 3 km n

dari puncak Gunung Sinabung, serta radius sektoral 5 km untuk sektor selatan-timur, dan 4 km untuk sektor timur-utara.

Jika terjadi hujan abu, masyarakat diimbau memakai masker bila keluar rumah untuk mengurangi dampak kesehatan dari abu vulkanik. Mengamankan sarana air bersih serta membersihkan atap rumah dari abu vulkanik yang lebat agar tidak roboh.

Masyarakat yang berada dan bermukim di dekat sungai-sungai yang berhulu di Gunung Sinabung agar tetap waspada terhadap potensi bahaya lahar. Armen Putra, meminta masyarakat untuk menjauhi zona merah dari Gunung Sinabung. Mereka juga diimbau untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 7 kilometer dari puncak Gunung Sinabung.

“Walau kondisi Gunung Sinabung beberapa waktu belakangan agak tenang, tapi yang namanya bencana alam, tidak bisa diprediksi. Untuk itu, waspadalah selalu dan mengikuti imbauan pemerintah,” ucapnya.

Karena saat ini musim penghujan, masyarakat yang bermukim disekitar kaki gunung waspada terhadap banjir lahar dingin. Seperti diketahui, gunung Sinabung terakhir mengalami erups disertai luncuran awan panas pada, Rabu (28/7) lalu. Erupsi dengan tinggi kolom abu teramati ± 4.500 m di atas puncak (± 6.960 m di atas permukaan laut).

Korban Tewas Erupsi Semeru 22 Orang

Sementara, update terbaru paska-erupsi Gunung Semeru, korban meninggal bertambah 6 orang. Dengan begitu, hingga Senin (6/12) sore, total sudah ada 22 korban meninggal yang dievakuasi. “Sampai sore ini info dari teman-teman total 22 korban meninggal yang sudah dievakuasi. Hari ini saja yang sudah ditemukan di lokasi ada 6,” terang Kabid Kedaruratan BPBD Lumajang Joko Sambang, Senin (6/12).

Menurut Joko, dari total korban meninggal itu, sebagian besar sudah berhasil diidentifikasi. Sedangkan yang belum teridentifikasi ada 5 korban. Joko menambahkan, bagi korban yang telah teridentifikasi langsung diserahkan ke keluarga dan telah dimakamkan. Sedangkan yang belum teridentifikasi masih di RSUD Haryoto Lumajang. “Yang belum teridentifikasi ada 5. Sehingga saat ini masih di kamar mayat RS Haryoto Lumajang,” kata Joko.

“Yang sudah teridentifikasi langsung dijemput keluarga dan telah dimakamkan,” imbuhnya lagi.

Menurut Joko, pada proses identifikasi, pihaknya melihat pada ciri visual fisik yang melekat pada korban. Tak hanya itu, proses identifikasi juga melibatkan tim disaster victim investigation (DVI). “Jadi kami menyampaikan awal ciri-ciri fisik visual misal pakai baju apa atau misal ada ciri-ciri seperti laki-laki pakai anting atau tanda apa di tubuhnya. Itu harus disampaikan. Ada juga tim DVI,” tandas Joko.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari melaporkan, jumlah pengungsi akibat erupsi Gunung Semeru terus bertambah. Hingga kemarin, sebanyak 2.004 jiwa mengungsi tersebar di 19 titik pengungsian.

“Untuk pengungsi saat ini jumlah masyarakat yang mengungsi di 19 titik pengungsian itu total 2.004 jiwa dengan rincian 359 di 9 titik Kecamatan Pronojiwo, kemudian 1.136 jiwa di 6 titik Kecamatan Candipuro dan 563 jiwa di 4 titik Kecamatan Pasirian,” katanya.

Sementara itu, dia mengatakan, total warga terdampak yakni sejumlah 5.025 orang di 8 Kecamatan. “Dan total masyarakat terdampak baik itu di 2 kecamatan yang terdampak langsung guguran awan panas maupun di 8 kecamatan yang terdampak debu vulkanik sejumlah 5.205 orang,” katanya.

Dia memastikan saat ini kebutuhan logistik dasar seperti makanan, selimut, matras, dan lain-lainnya juga sudah terpenuhi. “Meskipun jika ada nanti penambahan kebutuhan segenap perwakilan Kementerian Lembaga sudah sangat siap untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” pungkasnya.

Jokowi Tinjau Dampak Erupsi

Presiden Joko Widodo akan mengunjungi daerah terdampak bencana erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur hari ini, Selasa (7/12). “Besok (hari ini) ke Lumajang,” kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Senin (6/12).

“Benar (Presiden) meninjau dampak bencana,” lanjutnya.

Diberitakan sebelumnya, Gunung Semeru mengalami peningkatan aktivitas vulkanik yang memicu terjadinya guguran awan panas pada Sabtu (4/12). Forkopimda Jawa Timur bersama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, didampingi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat Letjen TNI Suharyanto mengecek dampak erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, melalui pantauan udara.

Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto mengatakan, Tim Penanganan Tanggap Bencana akan membentuk posko secara terpadu sebagai induk informasi terkait penanganan bencana alam.

Dengan begitu kondisi di Lumajang dapat tergambar. “Logistik yang disiapkan adalah logistik yang siap pakai, agar panglima TNI mengirimkan bantuan pasukan serta personel instansi terkait dalam mendukung pencarian korban serta Prioritas utama adalah evakuasi korban masyarakat,” kata Suharyanto.

“BNPB siapkan dana untuk penanganan erupsi, merumuskan kebutuhan kebutuhan lanjutan serta perlu dilakukan peninjauan kembali untuk fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan obat-obatan,” tambahnya.

BNPB menyatakan siap melaksanakan tugas yang diberikan oleh panglima TNI dalam rangka penanganan bencana alam di wilayah Lumajang. Tanggap darurat akan dilaksanakan selama 14 hari, dukungan sarana prasara dari semua pihak guna memperlancar penanganan evakuasi. “Pengungsi yang rumahnya hancur diberikan dana tunggu selama 6 bulan sambil menunggu rumah yang dibangunkan oleh pemerintah,” jelasnya.

Sementara itu, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta menanbahkan, personel Polri siap mendukung BNPB dengan menurunkan personel pendukung guna membantu mengevakuasi korban bencana alam. “Posko pengungsian harus ditambah untuk menampung korban terdampak. Pengamanan terkait jalur yang aman untuk digunakan, lalu lintas dan polsek telah membuat spanduk peringatan di mana lokasi yang aman dan tidak,” kata Nico.

Ahli Geologi ITS Surabaya Amien Widodo menyatakan, apa yang terjadi pada Gunung Semeru bukan erupsi. Sebab tidak ada magma atau letusan. “Jadi istilahnya itu material yang lama, yang sebelumnya ngumpul di atas selanjutnya terkena hujan akhirnya turun ke bawah,” ujarnya, Senin (6/12).

Dari situlah, awan panas atau wedus gembel kemudian masuk ke sungai menjadi lahar. “Jadi kejadian di Gunung Semeru kali ini bukan erupsi melainkan Awan Panas Guguran (APG) atau Lava Guguran,” kata dia.

Dia mengatakan, kejadian di Gunung Semeru ini tidak ada kaitannya dengan gempa yang terjadi di Surabaya, beberapa jam sebelum terjadi di Gunung Semeru. “Jauh, gak ada kaitannya. Gempa Surabaya kejadiannya subuh dan Gunung Semeru sore,” sambungnya.

Terkait potensi selanjutnya Gunung Semeru, Amien menyampaikan, Semeru dari dulu meletus kecil-kecil seperti itu. “Letusan kecil-kecil itu ngumpul di atas. Dan kalau ada pemicu seperti hujan maka bisa turun menjadi wedus gembel. Tidak sampai berpotensi gempa setelah kejadian ini di Gunung Semeru,” ujarnya.

Dia menambahkan, pos pantau hanya waspada dan tidak ada aktivitas apa-apa. “Tidak ada pengaruh yang lainnya kecuali debu Gunung Semeru saja yang terbawa angin ke mana-mana. Karena kemarin ada hujan maka awan panasnya atau debunya tidak ke mana-mana,” sambungnya.

Pakar Geofisika Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Wahyudi MS menyebut, ada peningkatan aktivitas gempa letusan sebelum Gunung Semeru erupsi. Ia mengatakan, Semeru adalah gunung api stratovulcano yang paling tinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter. “Sejarah mencatat letusan Semeru sejak 1818 hingga 2021, sudah cukup lama juga sebenarnya,” ujar Wahyudi dalam jumpa pers di Auditorium FMIPA UGM, Senin (6/12).

Wahyudi menyampaikan, sejak tahun 2012 status aktivitas Gunung Semeru ditetapkan pada level II (Waspada). Pada September 2020, mulai teramati aktivitas berupa kepulan asap putih dan abu-abu setinggi 200-700 meter di puncak Semeru.

Di Oktober 2020 setinggi 200-1000 meter. Kemudian, pada 1 Desember 2020, lanjut Wahyudi, terjadi awan panas sepanjang 2-11 kilometer ke arah Kobokan di lereng tenggara. Wahyudi menuturkan, sejak 90 hari terakhir sebelum erupsi, sudah ada peningkatan aktivitas gempa letusan di Gunung Semeru. “Kegempaan itu kurang lebih rata-rata di atas 50 kali/hari, bahkan ada yang mencapai 100 kali/sehari,” ucap dia.

Data kegempaan tersebut, kata Wahyudi, sudah bisa menjadi tanda-tanda akan terjadinya erupsi Gunung Semeru. “Ini sebenarnya sudah bisa dijadikan prekursor akan terjadinya erupsi yang lebih besar,” kata dia.

Seismologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ade Anggraini menambahkan gempa letusan menandakan matrial sudah naik kepermukaan. “Jadi material dipermukaan itu sudah kelihatan 90 hari terakhir sebelum 4 Desember kemarin. Jadi kalau kami menganalisis lebih detail maka kami melihat sudah ada penumpukan material di permukaan banyak,” tutur dia.

Ade mengungkapkan, dari laporan PVMBG tidak mendapati adanya gempa volkano tektonik dalam (VTA) dan volkano tektonik dangkal (VTB). Artinya tidak ada kecenderungan suplai material baru dari bawah. “Kalau kemudian terjadi awan panas, dari data tersebut, tidak ada VTA, VTB tetapi dominasi gempa letusan. Jadi benar-benar penumpukan-penumpukan material di permukaan kalau terjadi awan panas maka analisisnya mengarah pada awan panas disebabkan oleh runtuhnya kubah lava,” ujar dia.

Pakar Sistem Informasi Geografi Sandy Budi Wibowo menuturkan, berdasarkan hasil pengamatan citra radar tidak terlihat adanya perubahan pada tubuh Gunung Semeru. “Citra radar karena gelombang radarnya bisa menembus awan bisa kita lihat sampai yang terbaru. Secara umum kami tidak menemukan adanya perubahan tubuh gunung artinya tidak ada deformasi,” ungkap dia.

Budi menuturkan, tidak adanya perubahan di tubuh Gunung Semeru karena tidak ada suplai magma dari dalam. Sehingga menguatkan analisis bahwa erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 kemarin tidak berhubungan dengan suplai magma dari bawah. “Ini menguatkan steatmen sebelumnya tampaknya erupsinya tidak berhubungan dengan suplai magma dari dalam perut bumi. Kalau tidak ada suplai magma, gunungnya tidak mengembang,” tandasnya. (deo/bbs)

Exit mobile version