Site icon SumutPos

Nazaruddin Ancam Bunuh Syamsul Arifin

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dugaan Muhammad Nazaruddin masih berkuasa meski berada di penjaran tampaknya bukan isapan jempol. Buktinya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu disebut masih bisa mengerahkan napi lain untuk menyerang sejumlah napi korupsi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung.

Syamsul Arifin – Nazaruddin

Paling mengejutkan, Nazaruddin terungkap pernah mengancam bunuh mantan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Syamsul Arifin.

Seusai bersaksi untuk terdakwa kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Haris Andi Surahma di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/1), terpidana kasus korupsi DPID, Fahd A. Rafiq mengaku bukan hanya dirinya yang diancam oleh Nazaruddin di LP Sukamiskin, Bandung, melainkan juga mantan Gubsu Syamsul Arifin, dan dua napi lainnya bernama David Purba dan Arken.

“Ada ancaman pembunuhan, pakai surat resmi. Dia ancam coba mau membunuh saya termasuk Syamsul Arifin, Arken, dan David Purba,” ujar Fahd.

Ia mengungkapkan Nazaruddin membuat surat resmi yang ditandatangani di atas materai berisi perintah kepada tahanan pidana umum untuk membunuh dirinya, Syamsul Arifin, Arken, dan David Purba.

Syamsul masuk dalam hotel prodeo itu karena terjerat kasus korupsi APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007 yang merugikan negara senilai Rp98,7 miliar.

David Purba merupakan napi kasus korupsi dan pencucian uang dana kas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batubara yang sempat menghebohkan pada kurun 2011 hingga 2012. David divonis tiga tahun penjara oleh pengadilan tipikor Jakarta pada Mei 2012.

Sedangkan, Arken tercatat napi kasus korupsi dana milik PT Taspen yang melibatkan Kepala Kantor Kas Bank Mandiri Rawamangun, Agoes Rahardjo.

Menurut Fahd, Nazaruddin meminta sejumlah napi kasus tindak pidana umum untuk menjalankan ancamannya, sehingga para napi itu akhirnya dipindah.

Fadh mengaku dirinya pernah didatangi sekitar 30 orang yang disebutnya sebagai orang bayaran Nazaruddin. Puluhan orang itu kemudian menyerang dirinya.

Fahd juga mengungkapkan ia baru tahu adanya ancaman itu setelah Kalapas Sukamiskin memindahkan sejumlah anak buah Nazaruddin di bloknya ke blok lainnya di LP Sukamiskin.

Saat ditanya apa motif penyerangan itu Fahd mengaku tidak tahu. “Tanya alasannya pada Nazar,” ujarnya. Dia mengaku tak tahu secara pasti apa alasan Nazaruddin mengancamnya, dan sesama napi lainnya termasuk Syamsul Arifin.

“Enggak tahu saya alasannya. Untung ada kalapas yang memindahkan orang-orang itu, kalau enggak saya enggak tahu,” tandasnya.

Putra mendiang pedangdut A. Rafiq itu menuturkan penyerangan atas dirinya disaksikan oleh sipir LP Sukamiskin dan pihak kepolisian. Namun, kasus penyerangan tak kunjung diproses.

“Berita acara pemeriksaannya sudah jelas, tidak diproses-proses, ini kenapa? Apa partai penguasa atau ada bargaining yang lain?” ungkap  Fahd.

Fahd menyesalkan langkah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang justru tidak membelanya dalam penyerangan itu. Fahd menuding LPSK lebih memihak pada Nazaruddin yang merupakan mantan politikus Partai Demokrat tersebut.

“Saya merasa aneh terhadap LPSK. Kalau Nazar yang ngomong, dia diancam dibunuh, langsung LPSK datang buru-buru. Apa karena dia partai penguasa? Langsung pengin diselamatin? Apa karena saya Golkar, saya tidak dilindungi?” ujar dia.

Dalam persidangan di Tipikor itu, Fadh memang menjadi ‘bintang’. Dia bahkan beberapa kali terlihat emosi ketika memberikan kesaksian. Salah satunya saat pengacara Haris diberi kesempatan untuk bertanya pada Fadh. Fadh beberapa kali berbicara keras karena menganggap pengacara Haris mengulang-ngulang pertanyaan. Dia pun beberapa kali ditegur ketua majelis hakim.

Fahd sendiri sudah divonis selama dua tahun dan enam bulan penjara, serta denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/12) silam. Dia dinyatakan terbukti memberikan uang Rp5,5 miliar kepada anggota DPR, Wa Ode Nurhayati.

Uang tersebut sebagai realisasi fee 5-6 persen untuk mengupayakaan alokasi DPID tahun 2011 untuk tiga kabupaten, yaitu Pidie Jaya, Aceh Besar, dan Bener Meuriah.

Terkait ancaman Nazaruddin di dalam sel, hingga kini masih ditelusuri ‘benang merah’ hubungan Nazaruddin terhadap mantan Gubsu Syamsul Arifin, termasuk motif Nazarudin mengancam Syamsul.

Dikontak Sumut Pos, Selasa (7/1), kuasa hukum Nazaruddin, Elza Sharief, mengaku tak tahu menahu mengenai kabar ancaman yang disebut ditebar kliennya itu. Karenanya, pengacara yang namanya melambung saat membela keluarga Cendana itu, tidak berani membenarkan atau pun membantah kabar tersebut.

“Wah, gak tahu saya. Nginjak Sukamiskin saja saya nggak pernah,” kata Elza.

Sementara, mantan kuasa hukum Syamsul, Abdul Hakim Siagian, juga mengaku tidak pernah mendapat cerita dari bekas bupati Langkat itu, terkait soal ancaman dimaksud.

‘’Tapi pak Syamsul sehat?’’ tanya wartawan koran ini. “Tampaknya sehat-sehat saja,” jawab Abdul Hakim yang dihubungi kemarin.

Saat membesuk Syamsul di LP Sukamiskin, Abdul Hakim mengaku tidak memperhatikan soal hubungan mantan kliennya itu dengan para napi lainnya.

“Yang penting saya bertemu pak Syamsul dan beliau sehat. Itu saja. Saya tak perhatikan yang lain,” ujarnya.

Dalam penelusuran Sumut Pos, rekaman foto terakhir memperlihatkan Nazaruddin dan Syamsul berkumpul bersama saat kedatangan Wakil Ketua DPR asal Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, ke LP Sukamiskin yang ingin bertemu Fahd yang tercatat sebagai juniornya di Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), sayap (onderbow) Partai Golkar.

Disebut-sebut kedatangan itu untuk berkoordinasi tentang kelanjutan kasus korupsi pengadaan Alquran di Kementerian Agama yang menyeret-nyeret nama Priyo Budi Santoso karena mendapat jatah fee 1 persen dari total nilai proyek.

Ketika itu Priyo tertangkap kamera tengah kumpul-kumpul bersama mantan Mendagri Hari Sabarno, Nazaruddin, Syamsul Arifin, dan mantan gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin. (bbs/sam/val)

Exit mobile version