Site icon SumutPos

Seribu Perempuan Buruh Tuntut ’14 Minggu Cuti Melahirkan’

Foto: Hilman Handoni/BBC
Demo perempuan buruh ini menuntut agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO tentang perlindungan maternitas.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hampir seribu perempuan buruh yang tergabung dalam Komite Perempuan IndustriALL Indonesia Council menggelar peringatan Hari Perempuan Internasional di ruas jalan di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (08/03).

Salah-seorang pengunjukrasa, Indah Saptorini, mengatakan aksi ini ditujukan untuk menuntut Pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi ILO No.183 tentang Perlindungan Maternitas, seperti dilaporkan Hilman Handoni untuk BBC Indonesia.

Aksi damai ini diikuti berbagai elemen organisasi dan LSM serta kelompok buruh yang berasal dari berbagai wilayah di sekitar Jakarta.

Sementara, Jumisih dari Pokja Buruh Perempuan menyatakan pihaknya mendukung tuntutan tersebut. “Selama ini pengusaha mengintimidasi perempuan untuk mendapatkan haknya untuk cuti haid, melahirkan, maupun ruang lokasi,” tegasnya di sela-sela unjuk rasa.

Di bawah konvensi ini, pemerintah wajib memberikan 14 minggu cuti melahirkan. “Selama ini di Indonesia, kita hanya dapat cuti 12 pekan saja,” kata Indah Saptorini.

Kenyataannya, menurut dia, banyak juga perempuan buruh yang hamil atau melahirkan diputus kontraknya, “Posisi tawar mereka juga lemah, karena statusnya sebagai buruh outsourcing,” tambahnya.

Jumisih dari Pokja Buruh Perempuan menyatakan pihkanya juga mendukung tuntutan tersebut.

“Selama ini pengusaha mengintimidasi perempuan untuk mendapatkan haknya untuk cuti haid, melahirkan, maupun ruang lokasi,” katanya di sela-sela unjuk rasa. Kelompoknya juga memberikan seruan besar untuk menghentikan pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan,

“Kami melakukan penelitian kecil di Kawasan Beriket Nusantara di Cakung pada Oktober (tahun) lalu. Hasilnya kami menemukan 25 kasus pelecehan di 15 perusahaan,” ungkapnya.

Jumlah ini dia yakini lebih kecil dari kasus yang benar-benar terjadi. Bentuk pelecehan tersebut mulai dari disiul, diintip, hingga dipegang, katanya.

Di bawah UU no 13 Tahun 2003, perempuan pekerja mendapatkan hak untuk upah layak yang sama, hak menyusui, cuti haid selama dua hari, cuti melahirkan selama 3 bulan, dan jaminan keamanan dan kesusilaan

Seorang perempuan buruh bernama Ika mengaku bekerja di sebuah pabrik onderdil sepeda motor di Tangerang, Provinsi Banten.

Dia mengaku baru saja selesai cuti melahirkan. “Dapat tiga bulan,” katanya seraya menambahkan bahwa seluruh gajinya dibayar penuh.

Namun demikian, menurutnya, seperti perempuan buruh lainnya yang melahirkan, sudah harus cuti jauh-jauh hari, sebelum melahirkan.

“Cuti ya mesti diambil pas (hamil) tujuh bulan lewat,” Maka otomatis waktunya bersama si jabang bayi cuma tiga bulan kurang. Inilah alasan yang membuat dirinya terlibat dalam aksi ini.

Aturan ketenagakerjaan menyebut bahwa pekerja perempuan mendapatkan hak cuti haid setiap bulannya, tetapi praktik di sejumlah pabrik tidak semudah itu. Tapi ada juga yang spesifik, “Kita susah sekali kalau mau ke toilet. Mesti antre,” kata seorang perempuan buruh peserta aksi lainnya. “Di Batam, ada pabrik yang memerintahkan satpam untuk memeriksa darah haid perempuan buruhnya. Meski perempuan (satpamnya) tetap saja risih,” tambah Indah lagi.

“Ada juga pabrik yang menerapkan kebijaksanaan pemeriksaan sebelum haid atau surat keterangan dokter.” Disebutkan pula bahwa kaum buruh perempuan masih menghadapi persoalan, misalnya pelarangan serikat buruh dan keterbatasan waktu untuk berorganisasi.

Tetapi ada juga yang spesifik, “Kita susah sekali kalau mau ke toilet. Mesti antre,” kata seorang perempuan buruh peserta aksi lainnya. Umumnya kapasitas toilet perempuan memang lebih sedikit, meski ukuran luasnya sama dengan toilet laki-laki, ungkap sebagian pendemo.

Menjelang siang, unjuk rasa di depan gedung DPR berakhir dan sebagian massa bergerak menuju depan Istana Merdeka untuk menyuarakan tuntutan yang sama. (BBC)

Exit mobile version