Site icon SumutPos

Jokowi Tunda Reshuffle

Jenderal Pur Luhut Panjaitan mendampingi Presiden Jokowi, Rabu (12/8/2015).
Presiden Jokowi bersama Menkopolhumkam, Luhut Panjaitan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Isu reshuffle atau perombakan kabinet yang terus bergulir liar, coba diredam pihak Istana. Tak hanya itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla ‘mengemis’ bertemu ke Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarno Putri.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, dirinya tidak bisa didikte-dikte maupun didesak-desak soal reshuffle. Karena itu, saat ditanya terkait kabar bahwa reshuffle akan dilakukan dalam waktu dekat, dia menjawab bahwa reshuffle bisa dilakukan kapan saja. ’’Bisa bulan satu, bulan dua, bulan tiga, dan seterusnya,’’ ujarnya santai di Istana Negara tadi malam (8/1).

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta agar apa yang dilakukan presiden dan wakil presiden tidak selalu dikaitkan dengan reshuffle, termasuk pertemuannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Dia menepis jika pertemuan tersebut merupakan sinyal reshuffle bakal dilakukan dalam waktu dekat. ”Tidak ada soal itu (reshuffle, Red),” ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin.

Sebagaimana diketahui, isu reshuffle sudah bergulir sejak Desember 2015 lalu. Kabar awal pelaksanaan reshuffle memang bakal dilakukan pada awal atau pertengahan Januari 2016. Namun, makin liarnya isu reshuffle termasuk beredarnya nama-nama calon menteri, hingga pernyataan-pernyataan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) yang menyebut bakal mendapat jatah menteri perhubungan dan menteri kehutanan lingkungan hidup, membuat Jokowi gerah.

Karena itu, informasi yang dihimpun Jawa Pos (Grup Sumut Pos) menyebut jika reshuffle akan ditunda agar isunya mereda. Rencananya, reshuffle baru akan dilakukan sekitar pertengahan Februari mendatang.

Meski mengakui jika reshuffle dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja kabinet, JK mengatakan jika soal waktu maupun personelnya merupakan hak prerogatif presiden. Karena itu, pertemuannya dengan Megawati tidak dalam rangka membahas reshuffle kabinet. ”Kalau reshuffle itu (haknya) Pak Jokowi,” katanya.

Kemarin, JK bersama Jokowi memang sempat bertemu dengan Megawati yang datang ke Istana Negara pada saat pelantikan Djoko Setiadi sebagai kepala Lembaga Sandi Negara. Namun, setelah itu JK kembali bertemu Megawati di kediaman Mega di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Pertemuan tersebut luput dari pantauan awak media karena JK pergi tanpa dikawal oleh rombongan Paspampres lengkap yang biasa mendampingi, melainkan hanya dikawal dua mobil Kijang Innova.

JK mengelak jika pertemuan empat mata dengan Megawati tersebut hanya silaturahim biasa, tidak membahas masalah reshuffle maupun dualisme Partai Golkar. Menurut dia, Mega hanya berpesan agar pemerintah terus menjaga stabilitas politik sehingga ekonomi bisa berjalan baik. ”Sekalian saya minta oleh-oleh dari Amerika (karena Mega baru liburan dari AS),” selorohnya.

Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga menyatakan jika Istana mulai jengah dengan berbagai isu reshuffle. Dia menegaskan, kalau istana tidak akan terpengaruh dengan berbagai rumor-rumor tersebut. “Rumor-rumor itu yang membuat ya orang yang kepingin jadi menteri. Tapi, biasanya yang begitu itu (justru) nggak pernah kesampaian, dijaminlah,” sindir Pramono, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Bukan hanya formasi, rumor tentang pelaksanaan reshuffle juga tersebar luas di masyarakat melalui sejumlah media sosial. Diantaranya, soal perombakan kabinet yang akan dilakukan sebelum 15 Januari 2016 nanti. “Siapa yang menyebarkan rumor itu nggak penting, istana tidak tergantung pada rumor, istana punya pertimbangan sendiri dalam memutuskan,” tandas mantan sekjen DPP PDIP tersebut.

Di internal kabinet, keyakinan bahwa reshuffle tidak akan dilakukan dalam waktu dekat memang makin kuat. Keyakinan sejumlah menteri itu salah satunya didasarkan pada sinyal yang sudah disampaikan Presiden Joko Widodo secara terbuka terkait reshuffle. “Presiden kan sudah kasih signal, jangan desak-desak, jangan dikte-dikte, masak masih nggak paham,” kata salah seorang menteri asal parpol, yang enggan disebutkan namanya.

Atas hal itu pula lah, dia merasa kasihan dengan pihak-pihak yang berusaha mendorong reshuffle agar bisa dilaksanakan segera. “Saya tidak tahu kenapa orang-orang kok masih pada ribut, mereka yang desak-desaklah, yang tekan-tekanlah, kan sia-sia saja,” imbuhnya.

Dari informasi yang dihimpun di internal partai koalisi, hingga hari ini, pertemuan antara pimpinan partai dan Presiden Jokowi yang khusus membahas soal reshuffle belum dilakukan kembali. Pertemuan hanya sempat dilakukan sekitar pertengahan Desember 2015 lalu. Saat itu, presiden dan pimpinan partai koalisi sepakat untuk menunda agenda reshuffle kabinet hingga momen paling tepat.

Jokowi Didikte
Sebelum reshuffle Kabinet Kerja Jilid I pada Agustus 2014 lalu, mayoritas menteri lebih loyal kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla dibanding Presiden Joko Widodo. Alhasil, Jokowi pun kelimpungan dalam mengendalikan para pembantunya tersebut.

“Susunan kabinet pertama, Jokowi lumayan babak belur. Menteri-menterinya lebih loyal kepada JK,” aktivis pro demokrasi, Adhie M. Massardi dalam diskusi publik “Jokowi Vs JK dalam Isu Reshuffle Kabinet Jilid II” di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, (Jumat, 8/1).

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih ini menceritakan pada awal proses rekrutmen menteri, setiap partai pendukung pemerintah mengirim dua nama untuk satu posisi ke Presiden Jokowi.

Namun, karena Jokowi banyak tidak mengenal nama-nama yang disodorkan partai pendukung, Wapres JK kemudian menyeleksi dan memilih nama yang dekat dengan dia. Karena JK memang sudah lama malang melintang di kancah politik Indonesia.

“Jokowi hanya dapat Kepala Bappenas (Andrinof Chaniago) dan Mensesneg (Pratikno),” ucap Adhie, yang juga Juru Bicara Presiden era Pemerintahan Abdurrahman Wahid ini.

Pada Agustus lalu, Jokowi merombak enam kabinet. Salah satunya adalah menteri pilihan Jokowi sendiri, yaitu Andrinof Chaniago.

Sementara itu, politisi senior Rachmawati Soekarnoputri menyebutkan, Presiden Jokowi dinilai tidak kuat menahan dikte dari ‘bos’ partainya untuk segera merombak susunan Kabinet Kerja. Hal ini yang membuat isu reshuffle menguat kembali di tengah publik.

“Gonta-ganti terus. Jokowi tidak tahan pressure bos partainya untuk rombak kabinet, konflik intra oligarki rezim atau perang antar geng sudah sangat memalukan,” katanya.

Menurut dia, konflik Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjungan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno membuat PDIP ‘bernafsu’ menggusur Rini dari jabatannya.

Rachmawati menilai sikap Mega yang menantang presiden sudah menjadi “trademark”-nya. Sikap serupa ditunjukkan Mega ketika Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat presiden.

“Preseden buruk ini sudah menjadi trademark Mega dari mulai perseteruannya dengan Gus Dur, lanjut diobok-oboknya Polri masalah penunjukan Kapolri antara Chaerudin Ismail (versi Gus Dur) Vs Bimantoro (versi Mega), bahkan orang pun tahu perseteruan Mega Vs SBY,” lanjut Rachma dalam keterangan tertulisnya.

Rachma menilai, negara saat ini membutuhkan pemimpin dengan pikiran negarawan yang mengerti cita-cita Proklamasi, dapat meniti jembatan emas kemerdekaan menuju masyarakat adil makmur sejahtera. “Bukan pemimpi dengan nama besar di belakangnya,” tegas putri Bung Karno ini. (owi/dyn/zul/adl/jpg/ril)

Exit mobile version