Site icon SumutPos

Soros Biayai Panama Papers?

Foto: Joshua Roberts/WP/Net George Soros, pendiri Soros Fund Management LLC.
Foto: Joshua Roberts/WP/Net
George Soros, pendiri Soros Fund Management LLC.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Panama Papers membocorkan data penting dalam jumlah terbesar dan terbanyak di era modern ini. Dan, George Soros tampaknya punya peran penting. Pebisnis Amerika Serikat (AS) itu disebut-sebut mendukung dan mendanai pembocoran 11,5 juta dokumen penting tentang pengemplangan pajak tokoh-tokoh dunia tersebut.

”#PanamaPapers Serangan terhadap (Presiden Vladimir) Putin adalah perbuatan OCCRP (Proyek Pelaporan Korupsi dan Kejahatan Terencana) yang menarget Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet dan didanai oleh USAID (Badan Pembangunan Internasional milik AS) dan Soros,” cuit WikiLeaks lewat akun Twitternya Rabu waktu setempat (6/4).

OCCRP merupakan salah satu badan antikorupsi AS yang terbentuk pada 2006. Setelah populer di Negeri Paman Sam, lembaga tersebut juga lantas tenar di Eropa. Khususnya, di kawasan Eropa Timur. Bersama pemerintah, menurut WikiLeaks, Soros memanfaatkan OCCRP untuk melucuti Rusia. Yakni, dengan menyebarluaskan praktik finansial kotor orang-orang penting di sekitar Putin.

Panama Papers kali pertama diungkap koran Jerman Süddeutsche Zeitung dan lantas disebarluaskan Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional (ICIJ). Konon, ICIJ memutuskan untuk merilis data-data rahasia itu setelah melakukan investigasi internal selama sekitar satu tahun. Data 2,6 terabytes dalam bentuk email, dokumen dan gambar itu banyak membongkar permainan finansial kroni Putin.

Padahal, dalam dokumen-dokumen itu Putin tidak disebutkan sebagai klien Mossack Fonseca Co., firma hukum Panama yang menjadi lakon utama skandal tersebut. Tapi, orang-orang dekat Putin tertulis sebagai klien yang memiliki perusahaan offshore atas prakarsa firma hukum yang sudah beroperasi 40 tahun itu. Dan, uang yang mereka “amankan“ mencapai USD 2 miliar (sekitar Rp 26,32 triliun).

ICIJ, kabarnya, mendapatkan sokongan dana dari Soros lewat Yayasan Sosial Terbuka (OSF) miliknya. Keterlibatan OSF itulah yang lantas membuat Kremlin bisa melihat arah tujuan munculnya Panama Papers pada masa persiapan pemilihan presiden (pilpres) Rusia kali ini. “Soros berseteru dengan Putin terkait operasi OSF di Rusia. Terutama, menjelang pilpres 2018,“ terang sumber Kremlin.

Rencananya, Putin bakal kembali mencalonkan diri dalam pilpres 2018 mendatang. Kremlin lantas menuding AS berusaha mencoreng citra pemimpin 63 tahun itu lewat para kroninya yang mempermainkan pajak. Media Rusia, bahkan, menganggap Panama Papers sebagai proyek balas dendam AS atas perlindungan yang diberikan Negeri Beruang Merah itu kepada Edward Snowden dan Julian Assange.

”Ini dokumen yang bisa menimbulkan kekacauan di negara itu. Orang-orang bisa saling pukul dan saling bunuh di sana,” ujar Ian Bremmer dari Eurasia Group tentang Rusia. Panama Papers, menurut dia, adalah ancaman bagi rezim Putin dan Kremlin. Oleh karena itu, dunia harus bisa mengawasi dan mengantisipasi reaksi Rusia atas skandal yang juga menyeret nama para selebritis papan atas tersebut.

Sementara terkait Panama Papers, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan bahwa kewenangan pengusutannya berada di Ditjen Pajak. Sebab, Ditjen Pajak memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). ”Namun, bila Polri dibutuhkan, tentunya siap untuk membantu,” ujarnya setelah sidang kabinet paripurna di istana presiden kemarin.

Bukankah ada kemungkinan yang terdaftar itu melakukan korupsi? Haiti menuturkan bahwa yang tercantum dalam dokumen tersebut belum tentu terkait korupsi. Hanya yang pasti itu soal menghindari membayar pajak. ”jangan dicap korupsi dulu,” terangnya.

Yang utama, terkait respon setelah Panama Papers itu keluar, seharusnya ada penelusuran terhadap data tersebut. Kalau Polri diminta menelusuri, tentu akan dilakukan. ”Tapi, ya harus kerjasama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” papar Jenderal Berbintang empat tersebut

Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) juga mulai menyikapi terkait Panama Paper. Jaksa Agung muda Pidana Umum (Jampidum) Arminsyah menuturkan bahwa terkuaknya Panama Papers ini tentu membuat Kejagung harus mengkajinya. ”Kami lihat dulu semuanya,” terangnya.

Data Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, mengklaim memiliki data lebih banyak dibanding Panama Papers, terkait pihak-pihak yang diduga melakukan penghindaran pajak. Menkeu Bambang Brodjonegoro mengakui, sejumlah nama dalam daftar Panama Papers tersebut sesuai dengan data DJP.”Kita periksa, tapi kita punya data sendiri. Panama papers atau apapun namanya itu kita pakai sebagai referensi tambahan. Yang pasti data kita lebih banyak dong,”ujarnya.

Bambang melanjutkan, pihaknya akan melakukan penelusuran lebih lanjut terkait nama-nama tersebut. Dalam dokumen tersebut, modus penghindaran pajak yang digunakan adalah dengan mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) di negara-negara surga pajak seperti Panama. Tapi hal tersebut tersebut adalah praktik bisnis internasional yang biasa dilakukan di seluruh dunia.

“Jadi harus kita lihat dulu apakah transaksi tersebut berimplikasi pada pembayaran pajak yang tidak sesuai. Jadi SPV-nya tidak salah, yang penting transparan, laporannya jelas, termasuk otoritas pajak yang digunakan benar,”urainya.

Sementara itu, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan bahwa pihaknya justru sudah mempunyai data lebih dulu dari otoritas pajak resmi di negara-negara anggota G20 dibanding Panama Papers. Dari data tersebut, ada nama yang sama dan tidak. “Itu (Panama Papers) kan cuma nama, saya punya nama dan akunnya. Data saya lebih banyak, pokoknya lengkap lah. Tap[i memang ada yang mirip. Namanya bisa mirip, bisa tidak. Ini masih kita teliti dan saya belum bisa menyebutkannya,”tambah Ken. (geopoliticalmonitor/hep/idr/ken/kim)

Exit mobile version