Site icon SumutPos

Nenek Asyani Tuding Pengacara Gelapkan Uang Sumbangan dari Artis

Nenek Asyani digendong Supriyono beberapa waktu lalu di Pengadilan Negeri Situbondo. Foto: Rendra Kurnia/Radar Banyuwangi/JPNN
Nenek Asyani digendong Supriyono beberapa waktu lalu di Pengadilan Negeri Situbondo. Foto: Rendra Kurnia/Radar Banyuwangi/JPNN

SUMUTPOS.CO – Asyani, nenek 63 tahun, menuding Supriyono, pengacaranya, menggelapkan uang Rp 24,1 juta.

Namun, tudingan nenek yang divonis bersalah dalam kasus pencurian tujuh batang kayu milik Perhutani itu, dibantah Supriyono.

Dugaan itu mencuat setelah nenek empat cucu asal Desa/Kecamatan Jatibanteng tersebut mendatangi Wisma Wakil Bupati Situbondo untuk mengadu. Asyani datang dengan didampingi Kepala Desa Jatibanteng Dwi Kurniadi dan sejumlah orang lainnya.

Ceritanya, saat di Jakarta beberapa waktu lalu, Nenek Asyani mendapat uang Rp 31,7 juta dari aktivis Ratna Sarumpaet serta beberapa artis. Uang itu diberikan untuk dibelikan tanah dan mendirikan rumah Asyani. Uang tersebut kemudian dipegang Supriyono.

Menurut Asyani, dari total Rp 31,7 juta, dirinya hanya menerima Rp 7,6 juta. Sementara sisanya tetap dipegang Supriyono. Asyani selanjutnya mengaku telah berusaha meminta sisa uang yang Rp 24,1 juta diberikan kepada dirinya. Namun, Supriyono tetap tidak memberikan sisa uang itu.

Saat dihubungi wartawan Jawa Pos (induk JPNN), Supriyono tak membantah memang tidak memberikan uang tersebut. Namun, dia menyangkal jika disebut menggelapkan seperti diisukan banyak orang. Itu dilakukan karena Asyani atau keluarganya masih belum mendapatkan tanah untuk dibangun sebuah rumah.

Kepada wartawan Jawa Pos, Supriyono membeberkan alasan tidak memberikan uang Rp 24,1 juta kepada Asyani. Dia menuturkan, ada pertanggungjawaban yang diembannya. ”Waktu di Jakarta, kami (Supriyono, Asyani, dan Sueb) diundang Ratna Sarumpaet. Di acara makan malam itu kami sampaikan akan banding, lapor ke KY, dan terakhir membicarakan rumah untuk Nenek Asyani,” jelasnya.

Saat itu Ratna menanyakan berapa harga tanah dan bangunan rumah. Di situ Supriyono menjawab Rp 50 juta. ”Di situlah kemudian mendapat sumbangan Rp 31,7 juta. Tetapi, uang itu untuk membeli tanah dan membangun rumah Nenek Asyani,” terangnya.

Di hadapan Ratna, uang milik Asyani sebesar itu kemudian disepakati dipegang Supriyono dengan tujuan keamanan. Apabila tanah sudah ada, uang tersebut akan langsung diserahkan untuk membeli tanah. ”Kalau ada tanah, langsung saya berikan. Ini tanggung jawab saya kepada Ratna Sarumpaet serta artis lainnya,” tegas Supriyono.

Pria asal Desa Kilensari tersebut menerangkan bahwa uang Rp 31,7 juta itu sempat diminta Asyani. Saat itu sang nenek diberi uang Rp 5 juta, sedangkan putranya, Sueb, mendapat uang Rp 2,6 juta. Sisanya yang Rp 24,1 juta masih dipegang Supriyono.

”Keesokan harinya dompet duafa dari jaringan teman saya mendapat Rp 5 juta dan langsung diberikan kepada Nenek Asyani. Jadi, sewaktu pulang, nenek pegang uang Rp 10 juta, Sueb Rp 2,6 juta, dan Rp 24,1 juta saya pegang. Sampai sekarang masih ada,” tandasnya.

Supriyono mengaku khawatir, jika memenuhi permintaan uang itu, persediaan uang pembelian tanah dan bangunan rumah untuk Asyani akan berkurang. ”Namun, jika ada tanah yang mau dibeli, pasti saya berikan. Terakhir, nenek minta uang Rp 2 juta, katanya untuk suntik di desa. Sebenarnya ini tidak masuk akal,” cetusnya.

Supriyono mengaku heran mengapa dirinya dituding menggelapkan uang Rp 24,1 juta. “Tudingan penggelapan uang Rp 24,1 juta itu tidak benar. Saya hanya mengamankan dan pengamanan itu sudah disepakati di hadapan Ratna Sarumpaet. Uang itu akan langsung saya berikan kalau ada tanah yang mau dibeli. Jadi, harus ada wujudnya,” tegas dia.

Sejak Asyani terbelit kasus pembalakan liar hingga diputus bersalah, memang ada beberapa sumbangan dari dermawan. Namun, semua sumbangan itu tidak berwujud. ”Jadi, sumbangan dompet duafa harus ada wujudnya. Itu kesepakatan di Jakarta,” tuturnya.

Supriyono justru menanyakan keberadaan semua orang karena mereka hadir pada saat Asyani naik daun (baca: punya uang). Padahal, dirinya dan beberapa pengacara lain sudah mendampingi sang nenek lebih awal. ”Sepeser pun uang nenek, haram kami makan. Justru saya dan pengacara lain yang keluar uang karena dari awal kami ingin melakukan pengabdian,” tandasnya. (rri/pri/JPNN/c9/any)

Exit mobile version