Site icon SumutPos

Sultan Tegaskan Sabdaraja dari Allah lewat Leluhur

Sri Sultan Hamengku Bawono X.
Sri Sultan Hamengku Bawono X.

JOGJAKARTA, SUMUTPOS.CO – Raja Keraton Ngayogyakarta (Jogja) Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X akhirnya Jumat (8/5) menjelaskan sabdaraja dan dawuhraja yang telah menimbulkan pro-kontra. Bertempat di kediaman putri sulungnya, GKR Pembayun, di Ndalem Wironegaran, Sultan secara gamblang menjelaskan isi sabdaraja dan dawuhraja kepada wakil warga dan media.

Sultan hadir di Ndalem Wironegaran sekitar pukul 16.00 dengan menumpang Alphard bersama GKR Hemas. Keduanya didampingi tiga putri mereka, yaitu GKR Condrokirono, GKR Maduretno, dan GKR Bendara, serta seorang cucu.

Di depan puluhan perwakilan warga DIJ, Sultan menjelaskan isi dan alasan keluarnya sabdaraja serta dawuhraja. Mengawali penjelasannya, dia membacakan kembali sabdaraja dan dawuhraja yang dibacanya di Sitihinggil Keraton Jogja pada 30 April lalu.

Sultan mengungkapkan, lima hal yang beredar di masyarakat terkait dengan sabdaraja dan dawuhraja itu belum tentu sesuai dengan yang disampaikannya. “Bener ning ra pener (benar tapi tidak tepat, Red),” tuturnya.

Dia menjelaskan dasar keluarnya sabdaraja dan dawuhraja akhir bulan lalu. Yakni, dirinya mendapat dawuh dari Allah SWT lewat para leluhur. Sultan mengaku harus menjalankannya. Sebab, kalau tidak, Yang Mahakuasa akan murka. Karena itu, sebagai raja, dia wajib menyampaikan dawuh tersebut kepada orang lain.

Sejak awal Sultan juga menyadari, dengan keluarnya sabdaraja dan dawuhraja, akan timbul kontroversi. “Saya sebagai ingkang jumeneng noto ing Ngayogyokarto hanya menjalankan dawuhe Gusti Allah lewat eyang leluhur Mataram amargi kulo ajrih kadukan (saya sebagai raja Keraton Ngayogyakarta hanya menjalankan perintah Allah melalui leluhur Mataram karena saya takut dimarahi, Red),” jelasnya.

Sultan juga menyatakan tidak apa-apa didebat adik-adiknya (para pangeran) serta orang lain. Dia juga tidak akan bereaksi apa-apa daripada dimarahi Allah SWT. Dia menyerahkan kepada masyarakat apakah percaya dengan sabdaraja dan dawuhraja Allah SWT melalui para leluhurnya tersebut atau tidak. “Saya hanya mengikuti kehendak Gusti Allah Ingkang Maha Kuwaos (Yang Mahakuasa). Terserah mau percaya atau tidak,” tuturnya.

Sultan juga menjelaskan beberapa hal. Misalnya, perubahan nama menjadi Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati ing Ngalenggo Langgeng Bawono Langgeng Toto Panoto Gomo.

Dia menjelaskan perubahan nama Buwono menjadi Bawono. Menurut Sultan, Buwono diartikan sebagai jagat kecil, sedangkan Bawono adalah jagat yang lebih besar. Dia mengibaratkan dengan wilayah. “Kalau Buwono itu nasional, Bawono adalah internasional,” terangnya.

Soal penyebutan kasepuluh dan bukan kaping sedasa, menurut dia, kaping merupakan hitungan tambahan, sedangkan kasepuluh merupakan kelanjutan dari sebelumnya atau disebut lir gumanti. Begitu pula untuk nama Suryaning Mataram. Dasarnya adalah perjanjian Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring yang sudah selesai.

Mengenai perubahan nama Khalifatullah Sayidin yang diganti Langgengin Toto Panoto Gomo, Sultan menjelaskan, situasi sekarang tidak bisa dianggap sepele seperti raja sebelumnya karena perubahan zaman. “Kira-kira saya sekarang sudah tidak kena perjanjian karena zaman berubah,” ungkapnya.

Sementara itu, terkait dengan perubahan nama Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram sesuai dengan dawuhraja yang dibacakan Selasa (5/5), Sultan menegaskan bahwa perubahan nama putri sulungnya tersebut juga sesuai dengan dawuh Yang Mahakuasa.

Dalam dawuhraja di Sitihinggil, Sultan juga membenarkan bahwa dirinya meminta GKR Mangkubumi maju dan diberi nama baru. Termasuk, diminta duduk di Watu Gilang. Tetapi, dia membantah GKR Mangkubumi sebagai putri mahkota. “Dawuh ke saya hanya menetapkan putri sulung saya dengan gelar baru. Saya tidak mau melangkah lebih dari itu,” tegasnya.

Soal keluarnya sabdaraja dan dawuhraja yang dinilai mendadak, Sultan juga membantah. Menurut dia, dawuh tersebut merupakan kewenangan Allah SWT. Dia juga menegaskan bahwa dawuh tersebut tidak boleh kapencai atau diperdebatkan. “Karena dawuh itu dari Gusti Allah, harus saya jalankan,” terangnya.

Dalam kesempatan tersebut, Sultan juga mengklarifikasi bahwa dirinya memiliki tokoh spiritual, bukan dukun. Dia menyebutkan, sejak masih bernama BRM Herjuno Dalpito, dirinya diminta mengurus beberapa petilasan yang dibangun HB IX.

Di antaranya, petilasan Kembang Lampir yang dulu ditempati Panembahan Senopati sebelum berkuasa dan Ngobaran yang merupakan tempat Prabu Brawijaya V. Keduanya berada di wilayah Gunung Kidul. “Di situ ada juru kuncinya. Di Ngobaran bernama Darto, di Kembang Lampir Sarjono itu sama dengan juru kunci Merapi dan pesisir,” tuturnya. (pra/jko/c5/end)

Exit mobile version