Site icon SumutPos

Suhartoyo Gantikan Anwar Usman

KETUA BARU: Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo bersama Hakim Konstitusi Sadil Isra memberikan keterangan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (9/11). Suhartoyo terpilih sebagai Ketua MK menggantikan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang diberhentikan karena dinyatakan melakukan pelanggaran berat kode etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memiliki ketua baru. Dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar kemarin, hakim konstitusi Suhartoyo didapuk sebagai Ketua MK yang baru. Suhartoyo didampingi Saldi Isra sebagai wakil ketua.

Penetapan nama Suhartoyo, diambil melalui musyawarah mufakat yang diikuti sembilan hakim konstitusi Musyawarah berlangsung pukul 09.00 hingga sekitar pukul 12.00.

Suksesi kepemimpinan di MK sendiri merupakan tindaklanjut dari putusan Majelis Kehormatan MK yang telah mencopot Anwar Usman. Anwar dinyatakan melanggar etik berat berkaitan dengan putusan 90/2023 tentang syarat usia capres.

Saldi mengatakan, proses musyawarah berlangsung cair. Dalam momen tersebut, masing-masing hakim diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat sekaligus kesiapannya untuk dicalonkan sebagai ketua.

Hasilnya, dari sembilan hakim, muncul dua nama yang bersedia sekaligus didorong untuk maju. Yakni Saldi Isra dan Suhartoyo. Ketidaksediaan tujuh hakim lainnya disebabkan alasan yang beragam. Arief Hidayat misalnya, mengaku ingin mengambil peran yang berbeda. Kemudian, Manaham Sitompul dan Wahiduddin Adams sudah mendekati usia pensiun. “Dan yang lain-lain merasa dua nama ini sebetulnya orang bisa didorong ke depan,” tuturnya.

Dari kesepakatan awal tersebut, kemudian disepakati untuk Saldi dan Suhartoyo mengambil kesepakatan. Keduanya lantas mendiskusikan secara tertutup kurang lebih 20 menit. “Yang disepakati untuk jadi ketua mk ke depan adalah bapak suhartoyo,” imbuhnya. Tujuh hakim lainnya, kemudian memberikan persetujuan atas hasil tersebut.

Pria berdarah Minang itu tidak membeberkan secara detail pertimbangannya memberikan ruang pada Suhartoyo. Dia hanya menegaskan jika itu hasil refleksi atas upaya memperbaiki MK ke depan. “Kita berharap pimpinan, ketua dan wakil ketua itu kayak dwitunggal ke depan,” ungkapnya.

Usai disepakati, Suhartoyo akan diambil sumpahnya pada hari Senin (13/11). Masa jabatan akan berlaku selama lima tahun sejak dilantik.

Sementara itu, Suhartoyo mengatakan, dirinya sejatinya tidak meminta jabatan tersebut. Kesanggupannya untuk dicalonkan sekaligus ditetapkan sebagai Ketua semata-mata didasarkan pada banyaknya desakan dari para rekan sesama hakim. “Berdasarkan pertimbangan itu tentunya kepada siapa lagi kalau kemudian permintaan itu kemudian tidak kami sanggupi,” ujarnya.

Padahal di sisi lain, ada kebutuhan agar MK segera memiliki kedua dalam 2×24 jam paska putusan majelis etik. Kemudian, ada juga kebutuhan untuk bisa kembali merebut kepercayaan publik.

Disinggung soal upaya mengembalikan kepercayaan publik ke depan, Suhartoyo belum mau menyampaikan. Dia berdalih, saat ini belum resmi dilantik sebagai Ketua MK. “Yang substansial nunggu tadi sah jadi ketua. Sekarang saya belum jadi ketua,” terangnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Yance Arizona menilai terpilihnya Dr Suhartoyo menjadi Ketua MK didampingi Prof Saldi Isra sebagai Wakil Ketua MK memberikan cahaya perbaikan. Keduanya merupakan satu paket komplit. “Karena keduanya seiring sejalan,” terangnya.

Hal itu terlihat dari dalam putusan-putusan MK sebelumnya. Dia mengatakan, dalam putusan UU Cipta Kerja dan putusan tentang perlunya menghapus presidential threshold (PT) terlihat kesamaan keduanya. Yakni menyatakan UU Cipta Kerja dan PT Inkonstitusional. “Dalam hal tertentu dalam putusan batas usia capres cawapres juga terlihat (menolak gugatan),” urainya.

Dia berharap Ketua MK dan wakilnya bisa memimpin perubahan institusi MK menjadi lebih baik. Yang perlu dilakukan MK adalah menjaga independensi dan menolak setiap intervensi. “Bisa jadi upaya intervensi semakin kuat dalam perjalanan pemilu ini,” paparnya.

Selain itu juga terkait rekomendasi dari MKMK yang memerlukan pembentukan MKMK permanen dan merevisi Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) 1/2023, dia menilai perlu ditunaikan. “Ketua MK baru perlu untuk menuntaskan persoalan ini,” jelasnya.

Terkait keberadaan Anwar Usman yang dinilai masih bisa melakukan upaya mempengaruhi hakim lain? Dia mengatakan bahwa tentunya keberadaan Anwar Usman akan tetap berpengaruh. Tapi, konstelasi hakim MK juga telah berubah. “Apalagi kedepan akan ada dua hakim baru menggantikan Wahidudin Adams dan Manahan MP Sitompul,” jelasnya.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Violla Reininda mengatakan, kasus putusan 90/2023 yang berujung pada sanksi etik kepada sembilan hakim konstitusi harus dipandang Ketua MK baru sebagai tamparan keras dan titik balik reformasi. Sebab, fakta hukum itu menunjukkan bahwa pembusukan institusional MK terjadi dari dalam.

Sebagai bentuk reformasi MK, Violla mendesak tidak hanya sebatas mengganti kepemimpinan. Untuk jangka panjang, perlu untuk memperbaiki sistem pengawasan dan penegakkan kode etik dengan membentuk MKMK yang permanen. “Harus diisi oleh tokoh-tokoh negarawan yang tidak pernah melakukan pelanggaran etik dan hukum,” ujarnya.

Tak hanya itu, kelembagaan MKMK juga harus ditempatkan sebagai lembaga yang independen dan terpisah dari MK. Sehingga untuk ke depan, hakim konstitusi tidak menaruh representasi pada MKMK. “MKMK yang permanen pun diharapkan proaktif dalam mengawasi MK,” imbuhnya.

Selain itu, mekanisme Majelis Kehormatan Banding untuk sanksi pemberhentian dengan tidak hormat juga dinilai perlu dikaji ulang. Bahkan Violla mengusulkan harus ditiadakan untuk menghindari proses pemeriksaan etik yang berlarut dan tidak memberikan kepastian hukum.

Namun apabila dipertahankan, itu harus diatur di level undang-undang bukan peraturan MK. “Agar tidak dengan sengaja memberikan keuntungan kepada hakim konstitusi yang telah terbukti melakukan pelanggaran berat,” tuturnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menyampaikan bahwa terpilihnya Suhartoyo sebagai ketua MK berarti putusan MKMK sudah dilaksanakan. “Sesuai dengan amarnya, bahwa dalam waktu 2 x 24 jam Wakil Ketua MK Saldi Isra harus memimpin rapat pemilihan ketua MK yang baru,” ungkap dia kepada awak media.

Sebagai mantan ketua MK, Mahfud mengaku kenal dengan Suhartoyo. Perkenalan keduanya bahkan sudah terjadi sejak mereka masih menempuh pendidikan studi strata satu di Universitas Islam Indonesia (UII). “Saya kenal Suhartoyo itu sebagai teman sekolah, satu kelas ketika kuliah program S1 Fakultas Hukum UII,” terang pejabat asal Madura itu.

Mahfud mengungkapkan bahwa dirinya dan Suhartoyo merupakan teman satu angkatan, satu kelas, dan satu kelompok belajar. Menurut dia, Suhartoyo merupakan pribadi yang baik. Karena itu, dia berharap Suhartoyo tidak berubah. Dia berharap besar Suhartoyo bisa menjalankan tugas dengan baik. “Mudah-mudahan tidak terkontaminasi dan tidak membiarkan MK rusak,” kata dia.

 

Masih Saling Lapor

Sementara residu dari putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 masih terasa. Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) melaporkan kebocoran informasi rahasia rapat permusyawaratan hakim (RPH) seperti yang disebutkan dalam sidang MKMK ke Bareskrim. “Kebocoran informasi rahasia dalam RPH itu melanggar Pasal 40 Ayat 1 UU Nomor 7/2020 Tentang Mahkamah Konstitusi,” jelasnya Anggota P3K Maydika Ramadani.

Laporan itu telah diterima Bareskrim dengan nomor STTL/432/XI/2023/Bareskrim. Dia mengatakan, dengan laporan ini diharapkan pelaku bisa ditemukan dan tidak ada lagi kebocoran informasi rahasia dalam RPH. “Jangan sampai terulang kembali,” tuturnya.

Di sisi lain, Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara melaporkan dugaan maladministrasi Anwar Usman ke Ombudsman. Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus menuturkan, laporan ini dikarenakan Anwar Usman melalaikan membuat peraturan dan membentuk MK banding. “Ini merupakan pelanggaran hukum yang dikualifikasikan sebagai maladministrasi. Makanya dilaporkan ke Ombudsman,” jelasnya.

Dengan tanpa aturan MK banding, saat ini Anwar Usman hanya bisa ngomel-ngomel di media. Dia mengatakan, akhirnya senjata makan tuan. “Kalau dibuat aturan MK banding. Tentunya bisa menempuh jalur itu,” paparnya. (far/idr/syn/jpg)

Exit mobile version