Site icon SumutPos

Jokowi ‘Maksa’ Pilkada September

.

Komisioner KPU, Arief Budiman

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah belum memutuskan waktu pelaksanaan pilkada serentak di 204 daerah. Namun, Presiden Jokowi menghendaki pesta demokrasi di tingkat lokal itu bisa digelar 2015. Percepatan itu ditengarai menguntungkan calon-calon kepala daerah dari PDIP akibat konflik internal yang mendera dua partai besar, yakni Golkar dan PPP.

Presiden Jokowi meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan pelaksanaan pilkada serentak digelar September 2015 mendatang. Permintaan itu disampaikan saat Komisioner KPU memaparkan evaluasi hasil pemilu 2014 secara resmi kepada Presiden di Istana Negara, Selasa (10/2).

“Tadi Presiden menyampaikan harapannya Pilkada bisa September, tapi beliau tidak menjelaskan alasannya apa. Menurut kami, kalau demikian (pilkada September 2015) itu mepet sekali waktunya,” ujar Komisioner KPU, Arief Budiman di Gedung KPU.

Menurut Arief, jika harus dilaksanakan September, maka setidaknya terdapat tiga tahapan yang harus direvisi untuk dipersingkat. Masing-masing pemangkasan waktu uji publik, percepatan penyelesaian sengketa, dan perlu dipastikan pilkada terselenggara satu atau dua putaran.

“Kalau memang maunya seperti itu, harus ada pemangkasan tahapan. Misalnya uji publik, penyelesaian sengketa dan terkait putaran satu dan dua. Tapi soal ada atau tidaknya itu, semua keputusan ada di DPR,” katanya.

Sayangnya, hingga saat ini masih belum ada kepastian mengenai kapan tepatnya tahapan pilkada akan mulai diselenggarakan. Pasalnya DPR dan Pemerintah masih memertimbangkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

 

“Kalau sekarang semua masih meraba-raba. Sepanjang semua mendukung, yakni UU, anggaran dan personil, bisa saja diselenggarakan (September 2015), tapi memang agak berat kalau semua tiba-tiba disuruh siap,” katanya.

 

Komisioner KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay, mengatakan pemilihan kepala daerah (pilkada) sulit dilaksanakan pada tahun ini. Musababnya, waktu yang dimiliki KPU untuk melaksanakan pilkada tahun ini sangat sempit.

 

“Memungkinkan namun agak sulit,” ujar Hadar kepada wartawan seusai bertemu Presiden.

 

Menurut Hadar, meskipun ada tahapan pilkada yang dipotong atau dihapus, tetap saja waktu tak memungkinkan semua tahapan selesai tahun 2015. Ia mengatakan penyelesaian sengketa pilkada merupakan salah satu tahapan yang paling panjang waktunya, yakni 67 hari.

 

“Kalau ada yang ditinggal (pelantikan) ya enggak serentak lagi dong. Ini kan tujuannya keserentakan,” kata Hadar.

 

DPR menjadwalkan pembahasan revisi pilkada pada 14-17 Februari 2015. Meskipun sudah diputus pada 17 Februari, kata Hadar, KPU butuh waktu untuk mengenalkan aturan baru tersebut. Komisi, ujarnya, juga minta waktu untuk mengubah Peraturan KPU. Dampaknya, tahapan pilkada tak bisa langsung dimulai.

 

“Kami butuh waktu 2-3 bulan,” ujarnya.

 

Hadar mengatakan KPU dan Kementerian Dalam Negeri telah membicarakan kemungkinan pemotongan tahapan, seperti uji publik. “Ada opsi uji publik dilakukan partai, bukan kami. Namun, kami tetap harus lakukan untuk calon perseorangan,” ujarnya.

 

Selain itu, waktu pendaftaran yang mulanya enam bulan juga mungkin akan dipotong hingga tiga bulan.

 

Foto: Ricardo/JPNN
Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) saat menghadiri Rapat Kerja Mendagri, Menkumham dan Komite I DPD RI bersama Komisi II DPR, Jakarta, Jumat (16/1). Raker mengagendakan Pandangan terhadap RUU tentang pemilihan kepada daerah dan pemerintahan daerah.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa pemerintah tetap masih berpegang pada keputusan tentang pilkada serentak gelombang pertama pada tahun ini. Ia justru menepis anggapan yang menyebut pelaksanaan pilkada pada tahun ini karena akan menguntungkan calon-calon kepala daerah yang diusung dari PDIP.

 

“Enggak ada, kita tak melihat itu (menguntungkan PDIP, Red),” ujar Tjahjo.

 

Mantan Ketua Fraksi PDIP di DPR itu mengatakan, di DPR memang tengah bergulir proses revisi atas UU Pilkada. Rencananya, revisi itu akan dituntaskan pada 17 Februari yang akan datang.

 

Namun, Tjahjo menegaskan bahwa pemerintah masih berpegang pada jadwal agar pilkada serentak tetap digelar tahun ini. Menurut Tjahjo, keinginan pemerintah agar pilkada tetap digelar pada tahun ini justru demi konsistensi.

 

Selain itu, pelaksanaan pilkada serentak pada tahun ini juga agar tidak mengganggu APBD dan APBN. “Kita punya komitmen agar jadwal tak terganggu plus bisa dilaksanakan dan dipersiapkan September sampai Desember, supaya tak ganggu hal-hal yang berkaitan dengan APBD dan APBN,” katanya.

 

Lebih lanjut Tjahjo menegaskan, konsistensi menggelar pilkada serentak pada tahun ini juga didasari pada rencana menggelar pilkada serentak gelombang kedua pada 2018. Di samping itu, pada 2019 juga ada agenda nasional, yakni pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden yang digelar bersamaan.

 

“Kalau satu mundur, akan menganggu semua jadwal. Kan sudah ada jadwal pileg pilpres pada 2019. Jadi kita hanya ingin tetap konsisten, Pilkada 2015 tetap dilaksanakan 2015. Soal nanti ada pertimbangan dari KPU dan DPR, kita dengarkan,” ujarnya.

 

Berdasarkan hitung-hitungan sementara dari KPU, pelaksanaan Pilkada kata Tjahjo, dapat dilaksanakan di 2015. Namun untuk pelantikan kemungkinan di 2016, mengingat adanya kemungkinan sengketa yang muncul.

 

Saat ditanya apakah ketika pilkada tetap dilaksanakan di 2015 sudah dipastikan bahwa konflik internal PPP dan Golkar juga akan berakhir pada tahun ini, Tjahjo menegaskan bahwa pemerintah tidak masuk pada hal tersebut.

 

“Saya tak mau masuk ke partai, walaupun muaranya ke sana. Saya enggak mau masuk, itu masalah internal partai,” katanya. (gir/flo/jpnn/bbs/val)

Exit mobile version