Site icon SumutPos

Kelompok Depok Pecahan NII

Tak Profesional, Bom Meledak Sebelum Sampai Target

JAKARTA-Maksud hati ingin menjadi teroris kelas wahid, tapi ternyata kemampuan nol. Hasilnya, bom yang dibuat amatiran itu meledak sendiri. Itulah kelompok teroris Muhamad Thorik yang sebenarnya hendak beraksi kemarin (10/09). Meski begitu, ada pula yang mengatakan kalau kelompok tersebut merupakan pecahan dari grup Negara Islam Indonesia) sel Abu Umar.

“Targetnya macam-macam, setidaknya ada empat target dari pengakuannya,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar di kantornya kemarin. Target-terget itu adalah Markas Brimob Polda Metro Jaya, kantor Densus 88 di Mabes Polri, pos polisi di Tambora, dan sebuah kantor komunitas agama Buddha di Jakarta. “Semua rencananya serentak hari ini (kemarin). Thorik sendiri yang akan menjadi pelakunya di kantor Brimob namun dia membatalkannya,” ujar Boy. Dari pemeriksaan, diketahui Thorik berada di rumah penyimpanan logistik bom di Depok yang meledak Sabtu (8/9).
“Jadi, setelah ketahuan di Tambora, dia lari ke Depok. Di sana sudah siap tapi malah terjadi human error dan meledak sendiri,” kata mantan kanit negosiasi  Densus 88 Mabes Polri ini. Ledakan itu melukai tiga orang.

Korban yang luka parah terkena ledakan diketahui bernama Anwar. Dia diduga sebagai instruktur kelompok ini. “Dari pengembangan kita berhasil ungkap bahwa memang rumah di Beji itu kedok untuk penyimpanan senjata,” katanya.

Kemarin, Thorik yang menyerah karena mengaku kangen dengan keluarga itu digiring penyidik ke beberapa tempat. Salah satunya di Bojonggede Bogor, Jawa Barat. Di sana, polisi menemukan barang bukti berupa pipa paralon berisi bahan peledak, kantong pembuat bom, besi untuk membuat laras senpi dan peredam, tujuh unit magazen ukuran 9 mm, masker, timbangan, gelas tabung kimia, sarung senjata dan catatan pembuat bom.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menjelaskan,  polisi juga menangkap pria di dekat lokasi kejadian. Orang yang mengaku bernama Arief tersebut merupakan salah satu kelompok teroris di Beji, Depok.

Rikwanto mengungkapkan, Muhammad Thorik diduga merupakan salah seorang yang melarikan diri saat terjadi ledakan di Beji, Depok, Jawa Barat pada Sabtu malam (8/9). “Thorik juga ada di situ (Beji) yang melarikan diri. Kan katanya ada dua orang, tapi bisa aja lebih dari dua orang,” ujar Rikwanto.
Sebelumnya, Thorik menyerahkan diri ke Pos Polisi (Pospol) Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat pada Minggu (9/9) sekitar pukul 17.30 WIB. Thorik diduga sebagai pemilik bom rakitan dan bahan peledak yang ditemukan di Jalan Teratai 7 RT 02/04 Tambora, Jakarta Barat, Rabu (5/9).

Secara terpisah, sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) di lingkungan antiteror menjelaskan, kelompok ini merupakan pecahan (splinter) dari grup NII yang jika dirunut terkait sel Abu Umar. “Memang strategi mereka sekarang begitu, memecah ke sel sel yang kecil dan baru,” katanya.

Salah satu penyebab kecerobohan mereka adalah latihan yang kurang dan terburu-buru. “Mereka ingin mengejar momentum, bertepatan dengan pengungkapan Farhan cs di Solo, mereka mau menuntut balas,” katanya.

Saat itu, Anwar yang diduga sebagai instruktur sudah menyiapkan bom untuk dibawa Thorik. “Namun berasap, mereka sebagian lari keluar, Anwar ini nekad mengguyur bom pipa itu dengan air, ini tindakan yang bodoh karena justru memicu ledakan,” katanya. Secara terpisah, mantan ketua Satgas Intelijen Bais TNI Laksma (pur) Mulyo Wibisono menilai kelompok Thorik sangat meragukan untuk disebut teroris. “Pakai akal sehat saja, bagaimana mungkin teroris meninggalkan buku petunjuk merakit bom di rumah?” katanya.

Jika memang benar-benar profesional, mereka akan sangat berhati-hati dari aspek security. “Media harus cek lagi keterangan warga, misalnya rumah yang di Depok itu baru sebulan disewa, spanduk baru dua minggu dipasang, model-model seperti ini khas set up intelijen,” katanya.

Pemunculan Thorik dan kelompoknya ini dinilai Mulyo akan menguntungkan beberapa pihak. “Secara kebetulan sedang dibahas RUU Pendanaaan Terorisme, dalam pekan ini, silahkan cermati apakah kejadian ini menguntungkan pembahasan atau tidak,” kata purnawirawan yang belasan tahun menjadi praktisi intelijen itu.

Siapkan Program Nasional Kontra Radikal Teroris

Di bagian lain, upaya pemerintah melakukan deradikalisasi makin diintensifkan. Bahkan, saat ini tengah disiapkan sebuah program nasional kontra radikal terorisme.

Meski dibahas dalam rapat yang dipimpin Wakil Presiden Boediono, kemarin (10/9), pemerintah menampik jika program tersebut sebagai respon atas peristiwa teror yang di Solo atau Depok. “Ini adalah program Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sudah dirancang sejak beberapa waktu lalu,” kata Boediono.

Rapat itu diikuti antara lain Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri Timur Pradopo, Panglima TNI Agus Suhartono, Menag Suryadharma Ali, dan Kepala BNPT Ansyaad Mbai.

Menurut Boediono, program nasional tersebut tidak bisa hanya diserahkan kepada BNPT untuk melaksanakannya. Boediono meminta perlu ada dukungan dari kementerian dan lembaga terkait. “Cetak biru program deradikalisasi ini harus benar-benar tajam mencapai sasaran,” katanya.
Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, deradikalisasi memang sudah pernah dilakukan oleh kepolisian. Namun sasarannya hanya terbatas narapidana teroris. Nah, program nasional yang tengah disiapkan akan memliki jangkauan lebih luas lagi.

Misalnya melalui kementerian dan lembaga dengan mengisi materi yang mengubah mindset orang agar tidak mudah melakukan tindakan kekerasan karena paham radikal. Namun Djoko menegaskan, program tersebut tidak mengarah pada satu agama tertentu. “Radikalisasi bisa terjadi di agama apa pun,” tegas Djoko.

Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, pencegahan dan deradikalisasi tersebut ada dalam bagian BNPT. Sehingga, Djoko juga menolak jika program nasional itu akibat peristiwa di Depok dan Solo.

Nantinya, Djoko akan mengoordinasikan perumusan program nasional itu beserta dengan anggarannya. Jika sudah final, tahap selanjutnya adalah dipresentasikan di depan presiden untuk mendapat persetujuan. Diharapkan program tersebut bisa dimulai tahun 2013 mendatang.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru saja melakukan lawatan ke Mongolia dan Rusia langsung mendapatkan update mengenai perkembangan terakhir kasus terorisme begitu tiba di Jakarta. “Apa yang menjadi perkembangan terakhir, itu kami laporkan,” kata Kapolri Timur Pradopo di Bandara Halim Perdanakusuma.

Namun Timur menolak merinci laporannya kepada presiden. Dia juga enggan mengungkapkan apakah ada rencana aksi teror yang disiapkan pelaku. “Kita tidak bisa meraba-raba,” ujarnya. (rdl/fal/nw/jpnn)

Exit mobile version