Site icon SumutPos

Prabowo-Dahlan Menguat

SOFYANSYAH/ RADAR BOGOR/JPNN Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto didampingi sekjen partai Gerindra Fadli zon memperlihatkan jempol jari tangan kepada Wartawan usai menggunakan hak pilihnya  di TPS 02 Bojong Koneng Kab. Bogor, Rabu(9/4)
SOFYANSYAH/ RADAR BOGOR/JPNN
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto didampingi sekjen partai Gerindra Fadli zon memperlihatkan jempol jari tangan kepada Wartawan usai menggunakan hak pilihnya di TPS 02 Bojong Koneng Kab. Bogor, Rabu(9/4)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Peta koalisi antarparpol untuk menentukan capres-cawapres masih cair. Mereka masih mencari peluang terbaik sebelum memfinalkan pasangan capres yang diusung pada pilpres mendatang. Namun, kans Prabowo Subianto-Dahlan Iskan atau Gerindra-Demokrat terus menguat.

Setidaknya, setelah Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, kini giliran Ketua Populi Center Nico Harjanto yang memprediksi Partai Gerindra bakal berkaolisi dengan Partai Demokrat.

Menurut analis Nico, koalisi Gerindra-Demokrat akan disokong Hanura, PPP, dan PAN. Jika koalisi ini terbentuk, maka posisinya cukup kuat karena perolehan suara setara dengan 42,3 persen.

Perkiraan ini berdasarkan hasil penghitungan cepat Populi Center di mana Gerindra meraih 12,1 persen, Demokrat 10,2 persen, PAN 7,47 persen, PPP 7,02 persen, dan Hanura 5,17 persen. Sementara itu, PDIP yang berdasar hitung cepat Populi Center meraih 18,2 persen, menurut perkiraan Nico, akan menggandeng Nasdem.  “Atau bisa juga dengan PKB,” ujar Nico di Jakarta, kemarin.

Sedang Golkar yang mengusung Ical sebagai capres, masih menurut Nico, paling pas jika berkoalisi dengan PKS. “Karena Golkar dengan PKS memiliki karakter yang sama dalam hal sikap politiknya, yakni bersikap oposisi meski termasuk dalam koalisi pemerintahan SBY-Boediono,” kata Nico.

Seperti diberitakan koran ini sebelumnya, Jubir Demokrat, Ruhut Sitompul, menyebutkan sejumlah skenario koalisi. Jika berkaolisi dengan Gerindra, maka Demokrat akan mengajukan duet Dahlan Iskan untuk mendampingi Prabowo.

Pilihan mengajukan Dahlan Iskan mengacu pada hasil survei konvensi capres Demokrat yang menempatkan mantan wartawan itu dalam peringkat tertinggi. Pasangan Prabowo-Dahlan juga diperkirakan ‘layak jual’ karena perpaduan mantan militer dan pengusaha.

Ruhut juga memberi sinyal, Demokrat paling berpeluang koalisi dengan Gerindra. “Tapi kalau secara chemistry, Pak SBY lebih punya keterikatan dengan Pak Prabowo, dibandingkan Bu Mega (Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Red). Kami melihat Prabowo pun bisa menyodok Jokowi selama wakilnya tepat,” kata Ruhut.

Sebelumnya, pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menyebut bakal terbentuk tiga poros koalisi. Yakni poros Jokowi, Prabowo, dan Ical.  Poros Jokowi’ gabungan PDIP, PAN, NasDem, dan PKB. Poros Prabowo Gerindra, PPP, Demokrat, dan Hanura, serta Poros Ical berisi Golkar, PKS dan PKB.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Demokrat, Jhonny Allen Marbun belum berani memastikan bahwa partainya akan berkaolisi dengan Gerindra, dengan mengusung Prabowo-Dahlan. “Hingga hari ini, masih terbuka peluang untuk berkoalisi dengan partai mana pun. Yang terpenting bagi Partai Demokrat, bagaimana agar program-program pro rakyat yang sudah tercapai dalam 10 tahun era Pak SBY, tetap terus bisa dikawal,” ujar JAM, panggilan akrabnya.

Yang terbaru, internal Partai Golkar memunculkan wacana agar capres mereka, Aburizal Bakrie (Ical), ‘menurunkan derajatnya’ dengan bersedia menjadi cawapres mendampingi capres PDIP Joko Widodo (Jokowi).

Usul tersebut cukup rasional. Sebab, bila maju sebagai capres, Ical diprediksi sulit menandingi elektabilitas Jokowi maupun Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Dengan elektabilitas yang boleh dibilang minim, Golkar juga akan sulit menggandeng parpol koalisi sebagai syarat mendapatkan cawapres pendamping Ical.

Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Akbar Tandjung mengungkapkan, dirinya kecewa atas hasil penghitungan cepat pemilu legislatif (pileg) yang menempatkan partai beringin di posisi kedua dengan raihan 14 persen suara nasional. Dia meminta adanya evaluasi atas hasil pemilu legislatif melalui ajang rapat pimpinan nasional (rapimnas).

“DPP harus menjelaskan kenapa itu (perolehan suara pileg) bisa turun dari target. Target kami awalnya 30 persen, diturunkan jadi 26 persen. Namun, hasilnya ternyata sama saja dengan pemilu lalu,” ujarnya dalam diskusi yang digelar Polcomm Institute kemarin (11/4).

Menurut dia, bila sudah ada evaluasi, baru isu pencapresan bisa dibicarakan. Dengan perolehan saat ini, Golkar hanya berharap raihan kursi di DPR mencapai 20 persen nasional untuk bisa mencalonkan sendiri. Namun, hal tersebut sangat berat. Karena itu, Golkar harus mengajak parpol lain berkoalisi untuk mencari cawapres pendamping Ical.

“Mudah-mudahan partai lain mau Aburizal jadi capres. Sebaliknya, bila partai lain menolak, Golkar tidak dapat memaksakan diri,” ujarnya.

Dalam berbagai pernyataan, Ical selalu menyebut dirinya sebagai capres Golkar. Namun, dengan elektabilitas sekitar 6 persen, angka itu kalah jauh oleh Prabowo dan Jokowi yang telah menyentuh elektabilitas dua digit.

Akbar mengajukan opsi baru untuk mencegah terjadinya kebuntuan. Yakni, mengubah posisi Ical dari capres menjadi cawapres. “Kalau partai (lain) mengatakan tidak setuju capresnya Aburizal, kami tidak bisa memaksakan,” tegasnya.

Dengan Ical menjadi cawapres, Golkar harus lebih terbuka membangun koalisi dengan partai mana pun, termasuk PDIP. “Kerja sama koalisi yang penting memiliki kesempatan dan hak yang sama, sejauh memiliki kesamaan yang prinsipiil dan memiliki basis dukungan politik yang memperkuat capres,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Ketua DPP PDIP Rokhmin Dahuri menyambut peluang koalisi PDIP dengan Golkar. Dia menyatakan, sosok Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Akbar Tandjung memiliki hubungan yang spesial. “Bang Akbar dan Mbak Mega memiliki chemistry yang sangat kinclong. Dalam arti sejarah Golkar, Mbak Mega (selalu) melihatnya ke Bang Akbar,” ujar Rokhmin.

Dia menyebutkan, PDIP tidak akan kaku dalam melihat koalisi. Hal yang terpenting, koalisi harus dibangun dengan hati. Sebab, sudah saatnya pemerintahan ke depan memiliki kesolidan tinggi, termasuk di level parlemen. “Menentukan arah koalisi sangat krusial,” tegas Rokhmin.

Sementara itu, kemarin mantan Wapres sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang juga disebut-sebut sebagai salah satu kandidat cawapres Jokowi giliran datang menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Pertemuan itu dilakukan tepat sehari setelah sejumlah elite PDIP juga berkunjung ke kantor partai di Jalan Gondangdia, Jakarta, tersebut.

Saat ditanya tentang tujuan kedatangannya, JK ‘sapaan akrab Jusuf Kalla’ hanya menyatakan bahwa dirinya ingin memberikan selamat kepada Surya Paloh yang telah berhasil memimpin partainya melewati pemilu dengan hasil yang bagus. “Sesama sahabat itu penting. Saya mau kasih selamat,” katanya.

Saat disinggung soal kemungkinan koalisi PDIP-Nasdem, JK menjawab dengan mantap bahwa dua partai itu cocok untuk bergabung. Dia kemudian mengingatkan masa-masa dirinya dan Paloh sama-sama aktif di Golkar. Yaitu, saat dirinya menjabat ketua umum dan Paloh menjadi ketua dewan penasihat. “Dia (Paloh, Red) yang menjembatani hubungan Golkar dengan PDIP. Jadi, cukup bagus koalisi mereka,” ungkapnya.

Terkait dengan sosok JK, Paloh menyatakan, tetap ada kemungkinan JK diajukan sebagai cawapres. “Salah satu nomine yang perlu dipertimbangkan,” tegasnya.

Meski demikian, Paloh mengingatkan bahwa segalanya saat ini masih dikomunikasikan dan dijajaki. Termasuk, wacana yang santer berkembang belakangan ini tentang kemungkinan koalisi antara partainya dan PDIP untuk mengusung Jokowi.

Walau tetap memberikan sinyal positif, politikus berbasis pengusaha itu tetap menunggu hasil resmi penghitungan suara maupun kursi hasil Pemilu 2014. “Chemistry (dengan PDIP) itu ada. Ketika membalik-balik catatan, hubungan ini telah terjalin cukup lama. Tapi jelas, Nasdem masih menunggu hasil resmi,” tegasnya. (sam/bay/dyn/c5/agm/jpnn/rbb)

Exit mobile version