Site icon SumutPos

Mucikari Artis: Pelanggan Saya Anggota DPR

Robbie Abbas menutup wajah.
Robbie Abbas menutup wajah.

SUMUTPOS.CO- Robby Abbas (RA), tersangka dalam kasus dugaan prostitusi artis, blak-blakan soal bisnis gelap yang dijalaninya. Siapa saja pejabat dan pengusaha itu? RA enggan menyebutkan nama. Namun, ia sempat keceplosan bahwa anggota DPR juga menjadi pelanggannya.

“IYA anggota DPR, eh, beberapa kalangan yang berduit. Pokoknya dari kalangan menengah ke atas,”  ungkap RA di Mapolres Jakarta Selatan, Senin (11/5). Ada pula beberapa pejabat dan pengusaha yang menjadi pelanggannya. Bahkan, pejabat dan pengusaha tersebut sudah tahu artis mana saja yang bisa diboking untuk diajak kencan.

RA pun mengaku kalau para pelanggannya berasal dari berbagai macam kalangan, asalkan pelanggan tersebut memiliki uang.

“Rata-rata (pejabat dan pengusaha) sudah tahu. Tidak perlu ribet menawarkan atau sampai membawa katalog nama perempuan,” ungkapnya.

RA lantas bercerita awal mula dirinya terjun dalam dunia prostitusi. Bermula dari pekerjaan sebagai make-up artis, RA berkenalan dengan sejumlah perempuan yang sebelumnya sudah menjajakan diri. Lalu dari obrolan teman ke teman, terjadi transaksi prostitusi yang disebutnya ‘arisan’.

“Saya merekrut sendiri, dari teman ke teman. Benar 200 orang (perempuan koleksi RA, Red). Hampir setengah lebih digunakan untuk prostitusi,” terangnya.

Rata-rata, para artis dan model yang menjadi anah buahnya berusia di atas 22 tahun. “Usia di atas 22 tahun biasanya, latar belakang artis atau model,” ungkap pria masih terus dimintai keterangannya oleh penyidik Polres Jakarta Selatan itu.

Kemudian soal tarif kencan, RA mengaku bukan dirinya yang mengatur. Semuanya bergantung pada negosiasi antara atis atau model dengan pelanggan. Ia hanya bertugas mengenalkan sang perempuan kepada pelanggan atau mengantarnya bertemu pelanggan.

“Kalau rate harga, sesuai `anak` (artis dan model) dan klien yang mengajukan. Permintaan perempuan, itu tamu, klien, yang minta. Saya tak ada katalog foto, semua dilakukan melalui telepon,” beber RA.

RA saat ini meringkuk di sel tahanan Polrestro Jaksel, setelah diamankan Jumat (8/5) di sebuah hotel bintang lima kawasan Jaksel. Sedangkan AA yang disebut-sebut sebagai artis dilepaskan karena masih berstatus saksi.

Kasat Reskrim Polres Metropolitan, Jakarta Selatan, AKBP Audie Latuheru, sempat mengunci rapat-rapat siapa dan kalangan mana saja klien yang biasa menikmati servis pekerja seks komersial (PSK) papan atas binaan germo RA.

Audie hanya memastikan bahwa klien RA merupakan kalangan berduit. Ini mengingat, tarif yang dibanderol untuk sekali kencan dengan ‘anak asuh’-nya mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. “Yang jelas kliennya orang berduit ya,” tegas Audie menjawab JPNN (grup Sumut Pos), Senin (11/5).

Audie pun mengaku, siapa saja kliennya tidak akan dipublikasikan ke masyarakat. Meski demikian, polisi telah mengetahui sebagian besar profesi klien RA yang sudah bergelut di bisnis lendir papan atas sejak 2012 itu. “Kami tidak mengumumkan profesinya, yang jelas dari orang berduit,” imbuh Audie.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yakin salah satu faktor prostitusi kelas atas bertahan karena adanya pejabat-pejabat korupsi yang menggunakan jasa mereka. Sudah rahasia umum bila pelanggan pekerja seks komersil (PSK) papan atas itu adalah oknum-oknum pejabat di pusat atau daerah.

“Yang biasa pakai mereka, pekerja prostitusi kelas atas, hanya pejabat korup. Karena hanya pejabat korup yang bisa bayar mereka mahal,” kata Ahok di Balai Kota, Senin (11/5).

Ahok mengatakan ia kerap mendengar dunia prostitusi yang melibatkan artis maupun foto model sebagai pekerja prostitusi. Menurut dia, banyak orang yang pura-pura tak mengetahui adanya praktek tersebut, padahal itu sudah ada sejak zaman dulu.

Namun, Ahok mengaku belum mengetahui langkah untuk mencegah maraknya prostitusi. Dia berharap masyarakat yang ingin menghapus prostitusi bisa berdiskusi dengannya untuk mencari solusi bersama.

Seperti ditayangkan di media elektronik sejak Minggu (10/5), upaya aparat penegak hukum membongkar jaringan prostitusi kelas atas yang dilakukan oleh tersangka RA berhasil menguak fakta bahwa penikmat prostitusi berasal dari berbagi kalangan. Mulai dari harga ratusan ribu rupiah hingga ratusan juta rupiah.

Modusnya juga beragam. Menggunakan jejaring sosial hingga fasilitas gadget dengan Whatapps atau BBM. Atas tertangkapnya AA, langsung muncul anggapan bahwa artis dekat dengan prostitusi. Manajer sebagai pengatur, bisa merangkap mucikari.

Simpulan kedua langsung dibantah Alva Rava, salah satu manajer artis di Indonesia. “Banyak manajer yang keberatan. Karena dunia bisnis yang seperti itu sebagian besar biasanya di luar urusan manajer,” ujarnya saat dihubungi wartawan lewat telepon, Senin (11/5).

Ia melanjutkan dengan tegas, “Mungkin ada yang amatiran. Tapi kita profesional, enggak mau.”

Namun Alva tak mampu memungkiri, prostitusi memang bisnis yang ‘hangat’ di dunia keartisan. Ia sendiri sangat sering didatangi klien yang ingin menyewa artisnya ‘plus plus’. “Dia bilang, ‘Bisa enggak untuk begini atau begitu’. Jujur saja saya enggak mau. Kalau mau silakan hubungi sendiri artisnya,” ucapnya.

Jika sudah begitu, ia tak mau ikut campur. Risiko apa pun ia takkan ikut menanggung. Sebab, baginya itu masalah pribadi, di luar soal profesi kliennya sebagai artis.

Kebanyakan peminta jasa ‘plus plus’ artis adalah oknum pengusaha maupun pejabat. “Yang sudah biasa begitu, main tawar saja. Bisa enggak, harganya berapa? Sering banget, apalagi artis saya kebanyakan cewek,” katanya. Alva pernah menangani Nikita Mirzani, dan sekarang ada di balik Trio Macan.

Oknum itu, lanjutnya menjelaskan, bisa meminta jasa ‘plus plus’ di awal transaksi profesional, maupun di akhir. Bisa juga, ujar Alva, mendatangi artis yang bersangkutan usai kontrak. “Bisa habis nyanyi pas lagi di luar kota. Ada yang minta pas lagi di Jakarta, atau langsung samperin habis main,” tuturnya.

Berapa harga yang ditawarkan? Benarkah mencapai Rp80 juta seperti tarif AA? “Sampai Rp150 juta juga pernah,” kata Alva.

Sejauh ini, Alva mengaku tetap terbuka bagaimana pun karakter kliennya. “Kalau ngomong event, saya tanggapi. Tapi kalau sudah belok ke situ, saya mentahkan,” katanya tegas.

Ia mengaku bakal tahu jika sang klien akhirnya menghubungi artisnya dan menjalin kesepakatan ‘plus-plus’. Namun, Alva menutup mata. Tahu sama tahu, istilahnya. “Biasanya artis yang seperti itu punya ‘germo’-nya sendiri. Tapi bukan berarti artis saya begitu,” ujarnya.

Anwar Fuady, aktor senior, tidak percaya perempuan yang terkait dengan kasus prostitusi itu berprofesi sebagai artis. “AA itu saya sendiri enggak kenal,” ucapnya tegas saat dihubungi Senin (11/5).

Menurut Anwar, sekarang siapa saja bisa mengaku dan disebut artis. “Baru main film atau sinetron, mungkin masih sekali dua kali itu pun peran pembantu, sudah menobatkan diri sebagai artis,” katanya. Padahal bagi Anwar, mereka sama sekali belum pantas disebut artis.

Jika ingin disebut artis itu, katanya, harus pernah menjadi pemeran utama. Wajahnya pun paling tidak akrab dengan masyarakat luas. Namanya juga banyak dikenal. “Sekarang saya setiap datang ke acara disalami anak-anak muda, katanya pernah main beberapa sinetron. Itu bukan artis. Saya saja enggak kenal,” katanya.

Menurut mantan ketua Persatuan Artis Sinetron Indonesia itu, artis tidak mungkin menjual diri. Sebab, gaji mereka sudah cukup tinggi.

“Apalagi kalau stripping. Satu episode saja mereka sudah bisa dapat Rp20 juta sampai Rp30 juta. Sudah kaya. Ngapain cari orang, jual diri?” ujarnya melanjutkan. Sinetron stripping, artinya syuting setiap hari dan langsung ditayangkan pada hari yang sama.

Kalau pun AA adalah artis, lanjut Anwar, ia pasti tidak terkenal dan tak punya pekerjaan pasti yang membanggakan. “Kalau wara-wiri di depan restoran lalu masuk TV, itu bukan artis. Jelas merasa tercoreng saya,” tukasnya. (bbs/jpnn/val)

Exit mobile version