Site icon SumutPos

Ditjen Bina Marga: Jangan Bayar

Soal Pembebasan Lahan Jalan Non Tol ke Bandara Kualanamu

JAKARTA-Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di Jakarta tetap bersikukuh menyarankan agar Panitia Pengadaan Tanah (P2T) proyek jalan non tol Medan-Kualanamu tidak membayarkan uang ganti rugi tanah di tiga desa yang sebagian dianggap sebagai tanah PTPN II yang HGU-nya sudah habis.

Direktur Bina Teknis Bina Marga, Ditjen Bina Marga, Suhardi, mengingatkan P2T jika sampai membayarkan uang ganti rugi tanah dimaksud, justru mereka akan berurusan dengan hukum. “Posisi P2T memang sulit. Tapi nanti malah berhadapan dengan hukum bila membayar ganti rugi tanah,” ujar Suhardi kepada koran ini di Jakarta, kemarin.

Seperti pernah dia sampaikan sebelumnya, status lahan dimaksud sudah menjadi milik negara, dalam hal ini milik PTPN II. “Itu tanah milik negara, tak mungkin diganti rugi. Kalau bangunan bisa,” tegasnya lagi.

Hanya saja, saat ditanya kapan tenggat akhir pembebasan lahan jalan tersebut harus beres karena Bandara Kualanamu ditargetkan mulai beroperasi tahun depan, pejabat di Bina Marga yang mengurusi soal pembebasan lahan proyek jalan itu belum bisa memberikan kepastian.

Sebelumnya, Suhardi menyarankan Pemprov Sumut tegas saja, yakni dengan menerapkan mekanisme konsinyasi untuk pembebasan lahan dimaksud. Dengan mekanisme konsinyasi ini berarti 30 kepala keluarga yang berada di 8 ribu meter persegi tanah di tiga desa, dipaksa menerima uang ganti rugi, yang uangnya akan dititipkan ke pengadilan negeri setempat.”Kalau sudah tak ada titik temu, ya lewat konsinyasi, uangnya dititipkan ke pengadilan negeri setempat,” ujar Suhardi, beberapa hari lalu.

Diberitakan sebelumnya, pembebasan akses jalan non tol Medan-Kualanamu belum tuntas. Untuk 8.000 meter persegi tanah yang berada di tiga desa yang dikuasai 30 kepala keluarga (KK), ganti rugi sebesar Rp1 juta per meter yang diminta warga belum juga kelar. Gatot Pujo Nugroho sebagai Plt Gubsu pun tetap bertahan nilai ganti rugi harus sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP).

Tanah sengketa seluas 8 ribu meter persegi itu berada di tiga desa yakni Desa Tegal Sari, Buntu Bedimbar, dan Dalu X A. Ke-30 kk tersebut bertahan untuk meminta ganti rugi sebesar Rp1 juta dengan modal SK Camat yang mereka miliki.

Di sisi lain, permasalahan sengketa tanah di Sumut menjadi satu dari sekian yang disoroti Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Pusat dalam seminar yang dilakukan di Hotel Emerald Garden Jl Putri Hijau, Selasa (11/9).

Bibit Samad Rianto, mantan wakil KPK yang hadir sebagai pembicara mengatakan, setiap konflik itu pasti ada penyebabnya. “Kami membawa misi mengajak masyarakat untuk bersama-sama menahan diri dalam setiap permasalahan yang terjadi. Baik itu permasalahan antara pemerintah maupun institusi lain. Setiap konflik itu kan ada penyebabnya. Untuk kita mencari bagaimana solusi yang baik untuk menyelesaikan konflik itu,” ujarnya.

Masalah tanah di Sumut sangat hangat dan menjadi perhatian. Bibit berharap pemerintah dapat menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi di Sumut dengan baik, sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Kalau Kita lebih cenderung bagaimana mengetahui akar masalah itu,” sebutnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonsiaa (PBHI) pusat, Poltak Sigalingging SH mengatakan, permasalahan sengketa tanah di Sumut yakni adanya saling klaim kepemilikan tanah antara masyarakat dengan pemerintah. “Ada 17.000 hektar tanah dan 368 kelompok tani di PTPN II. Ini contoh kecilnya saja di wilayah PTPN II. Belum lagi PTPN IV dan lainnya yang juga terjadi masalah yang sama. Total ada 62.000 hektar tanahk milik PTPN yang ada di Sumut,” ungkapnya.

Disebutkan, gejolak/konflik pertanahan, peradilan dan HAM tersebut, masyarakat umum selalu menuding kinerja eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak berpihak kepada rakyat. LCKI mencoba mencari solusi pemecahan masalah gejolak dan konflik masalah pertanahan, peradilan dan pelanggaran HAM melalui seminar nasional yang melibatkan langsung Lembaga Negara seperti Mahkamah Agung (MA), Mabes Polri, Badan Pertanahan Nasional Pusat, Komnas HAM dan TNI. (sam/mag-12)

Exit mobile version